Sabtu, 24 Desember 2011

Ulasan Latar belakang PMK 519

LATAR BELAKANG YANG MEMBELAKANGI

By : Mtr DD si pemakai kaca mata ray band

Masih dalam kerangka berpikir yang tidak dapat menerima atas lahirnya PERMENKES 519, saya sebagai pelaksana Perawat anestesi ingin berbagi pandangan dan bertukar fikiran ( bukan pukulan ), dengan seluruh sejawat PA seantero Nusantara, mari kita kritisi PERMEN ini ! untuk melihat maksud dan tujuan munculnya PerUU ini, bisa kita lihat/amati dari alasan Latar belakangnya :

A. Latar Belakang
“ Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting.
rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan pelayanan prima bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan”.
Komentar :
Latar belakang ini penuh dengan kepalsuan, persis spt bahasa para politikus yg mengedepankan keindahan kata2 semata (kebenaran scr Semantik), tidak kebenaran secara factual. Dilapangan (khususnya pelosok tanah air) bukan tekhnologi MUTAKHIR yg dibutuhkan masyarakat, tetapi pelayanan dasar (basic need) dari pelayanan Anestesi, yaitu untuk bisa dioperasi tanpa merasakan Sakit, aman, sehat dan selamat. Kalau bicara kemajuan teknologi, teknologi apa yang PA Indonesia tidak dapat mengadaptasinya ?

“ Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu    pengetahuan dan teknologi di bidang anestesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif ini tidak diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan tindakan anestesia di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelas khususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesiologi.”
Komentar :
Ruh dari PERMEN 519 ada di paragraph ini, yaitu untuk melucuti kewenangan PA dalam membius yang ada pada KEPMEN 779, Pernyataan perUU ini bahwa tindakan pelayanan anestesi yg dilakukan oleh PA tidak jelas !, itu yg patut diperdebatkan antara PA dan PRDTN, mereka jangan membuat pernyataan sepihak, melabelisasi dan mengkondisikan seolah tindakan PA tidak jelas, padahal pelayanan anestesi oleh PA sangat NYATA, fakta dan realita bagi RS daerah yg tidak memiliki Span sbg tuntutan kebutuhan masyarakat akibat ketidak mapuan Span menempatkan SDMnya di pelosok. PA dalam melakukan tindakan anestesi dapat bertanggung jawab secara pribadi di hadapan Per UU dan Hukum positif Indonesia, asal tidak ada larangan dg memunculkan Peraturan yg menyatakan itu, seharusnya PRDTN bila benar2 peduli, aware, konsern’ prihatin dg kebutuhan masyarakat akan pelayanan anestesi, beri celah kpd PA utk membuat pasal pengecualian, mengingat kondisi SDM Span yg belum ideal, (jangan melihat Indonesia seperti miniatur Jakarta), Pembuat peraturan ini yg tidak JELAS. Karena tidak menyentuh masalah pokok dari persoalan yang sebenarnya.. yaitu sudah jelas masalah utamanya adalah kelangkaan Span, kenapa malah membuat larangan PA melakukan bius ?, padahal kalau mau jujur keberadaan PA telah menyelamatkan mereka dari kewajibannya. Betapa egois mereka, dg hanya membuat rambu2 yg menguntungkan pribadi, tanpa memperhatikan kepentingan, kewajiban dan tanggung jawab terhadap mayarakat/rakyat Indonesia yg membutuhkan pelayanan anestesi.

“ Pelayanan anestesia di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan anestesia/analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak, pelayanan kegawat daruratan dan terapi intensif.
Jenis pelayanan yang diberikan oleh setiap rumah sakit akan berbeda, tergantung dari fasilitas, sarana, dan sumber daya yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesia di Rumah Sakit, disusunlah Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi intensif di Rumah Sakit”.
Komentar :
Dalam PERMEN ini menyatakan, Pengembangan pelayanan terdiri dari tiga aspek yaitu :
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia.
2. Pengembangan sarana, prasarana dan peralatan.
3. Pengembangan jenis pelayanan.
Dan di pasal lain di kemukaan pula bahwa, Pengembangan Jenis Pelayanan :
Jenis pelayanan anestesiologi dan terapi intensif dikembangkan sesuai
kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu dan tekonologi
kedokteran serta disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana serta peralatan.
Jelas sekali bahwa ego PRDTN tidak ssi dg hakekat isi pasal di atas, bahwa langkah pengembangan pada urutan pertama adalah SDM, berikutnya sarana dan peralatan, baru pengembangan jenis pelayanan, lihat contoh pelayanan anestesi di kota besar, Span mengembangkan pealayan untuk mempertebal koceknya tanpa memperhatikan poin ke 1 dan ke 2. Dan pasal terakhir yg utama adalah dalam pengembangan harus sesuai dg kondisi dan kebutuhan masyarakat, apakah PRDTN sudah melihat kebutuhan real masyarakat/rakyat Indonesia ?, sudah bisakah Span mengcover seluruh wilayah NKRI ?, bukan alasan utamanya karena kemajuan teknologi, PRDTN jangan mengejar yg SUNAH tapi mengabaikan yang FARDU. Kasihan nasib rakyat kecil.

Demikian ulasan kelam saya atas Latar belakang PERMEN diatas, Mohon ma’af apabila ada kekurangan, dan mohon dikembalikan bila ada kelebihan

Selasa, 13 Desember 2011

Usulan Solusi menyikapi PMK 519

By Didi Supriadi (Mantri DD).

Sehubungan dengan analisa sy yg berkaitan dg PRMNKS 519, ada keraguan dalam hati sy janggan2 sy ngawur !, komen sy dpt berdampak timbulnya kegelisahan, rasa takut, dan rasa tidak nyaman sejawat PA seantero Nusantara dalam bekerja, namun keadaan itu juga yg sedang sy rasakan saat ini. Sy menyadari bicara hukum, itu sama saja dg orang buta yg komentar seekor gajah sesuai dg apa yg dipegangnya. Nah saat ini sy meyakini bahwa apa yg sy tahu ttg PRMNKS 519 spt bagian gajah yg sy pegang. Selama belum ada yg meluruskan atau yg mengkoreksi berarti apa yg sy tahu dan sy komentari adalah benar. Kepada sejawat PA yg merasa sama pandangannya atau berbeda mari kita diskusi, brain storming, curah pendapat, musyawaroh, mencari SOLUSI untuk dptkan SOLUNA.

Usulan 1.
Rencana bulan Februari kl tidak salah ada saresehan PRDTN dg IPAI untuk sosialisasi PRMNKS 519 (curiga sy), agar PA menjadi maklum akan keberadaan peraturan baru tsb. Usulan sy ada selang waktu di bln Januari DPP IPAI utk dpt mengadakan RAPIM dg pimpinan DPD2 mempersiapkan materi-materi krusial yg akan kita lobykan kpd PRDTN, (supaya IPAI siap bahan) antara lain pengusulan amandemen atau penambahan di PRMNKS 519 yg memuat pasal pengecualian yg isinya sbg payung hukum bagi PA dlm membius dll. Karena perlindungan hukum adalah hak PA sbg tenaga kes. Ssi dg UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan Pasal 27 yg berbunyi :
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

Usulan 2.
Bila PRMNKS 519 tidak dpt diganggu gugat, PRDTN (keukeuh gumeukeuh) tidak bergeming, jalur alternatifnya IPAI harus minta KEPMENKES tersendiri kpd MENKES, yg mengatur ttg izin praktek prwt anest, isinya normatif saja, cont’ spt KEPMENKES 123nya pny perawat, ada pasal pengecualian bahwa dalam kondisi darurat perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangannya. Bila MENKES tidak respon karena lebih takut oleh kepentingan PRDTN ketimbang kepentingan umum, maka langkah selanjutnya adalah ancaman mogok sehubungan dg kegagalan KEMENTRIAN dalam pemenuhan NAKES spt yg diamanatkan UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan Pasal 26 yg berbunyi :
(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan pelayanan kesehatan.
Pasal 32, ada relevansinya dan di ulang dg bunyi yg sama di pasal 85,
(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Yg ancamannya ada di pasal 190 ayat (1) dan (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 50
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan.
(2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat. Kalau dikasih alasan itu masih alot juga…

Usulan 3
Hentikan pelayanan Anestesi yg dilakukan scr mandiri oleh PA di seluruh Indonesia, hasut masyarakat/pejabat daerah setempat untuk melakukan Class Action (tuntutan bersama) yg ditujukan kpd PRDTN cq KEMENKES yg tidak sanggup/tidak dpt/lalai, dalam menunaikan tugas/kewajibannya untuk memberikan pelynn anest sbg HAK kpd masy. kerana mereka berani buat larangan, seharusnya sanggup memenuhi kewajibannya yg menjangkau pelosok daerah2. Sesuai amanat UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan pasal 4, 5, dan 6 yg bebunyi :
Pasal 4
(1) Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. kl masih dablegggqqqq juga....yah pasrah deh

Usulan 4
Tunggu mudah2an (amit-amit) ada diantara sejawat PA yg tersandung masalah terlebih dulu, akibat dilucutinya kewenangan dlm melakukan tind medic pembiusan, dan berurusan dg penegak hukum, baru deh kita ajukan judicial review ke MK pasal larangan perawat dlm melakukan tindakan medic sekalipun karena alasan darurat.
Kita tiru kasus yg terjadi pada seorang Mantri bernama Misran, beliau telah menjadi martir bagi seluruh perawat Indonesia karena telah berhasil membatalkan kewenangan Profesi ke-Farmasian dalam memonopoli pendistribusian dan pemberian obat2an, (persis monopoli tindakan bius oleh PRDTN), dan hasil dari uji materi di MK itu profesi Dokterpun malah yg paling menikmatinya, karena boleh memberikan terapi tanpa melalui jalur apotik atau tenaga Farmasi. Sebab ketentuan pidana UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan Pasal 198 sudah tidak mengikat atau tidak berlaku lagi :
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal ini batal demi hukum

Demikianlah 4 usulan dari seorang PA, mudah2an ada beberapa usulan lagi dari sekian banyak PA di Indonesia, bravo IPAI…

Jumat, 09 Desember 2011

Kajian dan telaahan mengenai PMK 519

Mari mengkaji PERMENKES 519
bersama Ust. Mtr. DD.
Dimulai dengan pepatah jadul “biar rambut sama hitam, isi pikiran siapa yg tahu ?. berbeda adalah anugerah. Berdasarkan catatan hukumonline, kasus yang mirip (kasus Misran) pernah menimpa perawat anestesi (pembiusan). Kala itu, ada kekhawatiran bahwa tindakan perawat anestesi dalam melakukan pembiusan dapat dikriminalkan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Pasalnya, UU itu menyebutkan yang bisa melakukan tindakan anestesi adalah dokter anestesi.
Terbitnya PERMENKES 519, menegaskan bahwa tindakan anestesi adalah tindakan Medis, tidak ada pasal pengecualian untuk PA yg memungkinkan dapat melakukan tindakan Anestesi (sbg PAYUNG HUKUM ).
Berikut cukilan pasal-pasal yg dianggap penulis sebagai pagar bagi Penguasa wilayah Anest. dan belenggu bagi warga kelas II (kl tidak mau dikatakan sbg yg terjajah) :
BAB II
7. Perawat anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan
pendidikan dan ilmu keperawatan anestesi.

Di pasal tsb seolah PRDTN, mengakui keberadaan Profesi PA sekalipun mensejajarkan dg prwt plthn, mengakui adanya sekolah Keperawatan anestesi tapi kenapa terkesan mereka menyandera saat IPAI ingin mendirikan dan mengajukan sekolah DIV anestesi ?

10. Kewenangan klinik adalah proses kredensial pada tenaga kesehatan
yang dilakukan di dalam rumah sakit untuk dapat memberikan
pelayanan medis tertentu sesuai dengan peraturan internal rumah
sakit.

Pasal ini yg diharapkan sbg pembenar adanya mandat dari internal RS menerbitkan surat perintah kpd PA utk membius. surat tsb mustahil dpt dijadikan payung hukum. Tak ada dasarnya

11. Kredensial adalah penilaian kompetensi/kemampuan (pengetahuan,
ketrampilan, perilaku profesional) profesi didasarkan pada kriteria
yang jelas untuk memverifikasi informasi dan mengevaluasi seseorang
yang meminta atau diberikan kewenangan klinik.

12. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan
suatu proses kerja rutin tertentu, berdasarkan standar kompetensi,
standar pelayanan kedokteran dan pedoman nasional yang disusun,
ditetapkan oleh rumah sakit sesuai kemampuan rumah sakit dengan
memperhatikan sumber daya manusia, sarana, prasarana dan
peralatan yang tersedia.

Diverifikasi jelas perawat bukan medik yg tidak memiliki kopetensi utk melakukan tindakan medik

B. Tugas dan Tanggung Jawab
1. Kepala Instalasi Anestesiologi dan Terapi intensif
a. Tugas :
1) MengKoordinasi kegiatan pelayanan anestesiologi dan terapi
intensif sesuai dengan sumber daya manusia, sarana,
prasarana dan peralatan yang tersedia;
2. Koordinator pelayanan
Koordinator pelayanan adalah dokter spesialis anestesiologi. Jika tidak
ada dokter spesialis anestesiologi maka koordinator pelayanan
ditetapkan oleh direktur rumah sakit yang diatur dalam peraturan
internal rumah sakit.
a. Tugas :
1) Mengawasi pelaksanaan pelayanan anestesia setiap hari;
2) Mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan
anestesia;
3) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan membuat laporan
kegiatan berkala.

3. Perawat anestesia/perawat
a. Tugas :
1) Melakukan asuhan keperawatan pra-anestesia, intra dan post anest. yang meliputi:
( Bla..blaaaa…blaaa…blaaa…. dari tetek sampai bengek)

Enaknya tim anestesiologi versi PERMEN 512, sedikit kerja fulus dimana-mana, SPAN tugasnya hanya memastikan, mengawasi, mengevaluasi pelayanan amest, yg melakukan semua adalah PA dan PPDS. Tidak menempatkan dokter anestesi sbg tenaga fungsional yg terjun langsung dan mengatur detil tanggung jawab terhadap tindakan pel. anest di lap. sekongkrit tugas dan wewenang PA. kondisi umum di lap. 70 % lebih aktivitas layanan anest PA yg mengerjakan. Span betul2 Cuma sbg kordinator alias Mandor (Mangan kuat Kerja Kendor)

BAB IV
PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF DI RUMAH SAKIT
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tindakan medis yang
dilakukan melalui pendekatan tim sesuai dengan kompetensi dan kewenangan

Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif mencakup tindakan anestesia (pra
anestesia, intra anestesia dan pasca anestesia) serta pelayanan lain sesuai
bidang anestesiologi seperti pelayanan kritis, gawat darurat, penatalaksanaan
nyeri, dan lain-lain. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya membatasi beban pasien yang dilayani dan tangung jawab supervisi anestesi sesuai dengan jumlah, kondisi dan risiko pasien yang ditangani.

Pasal ini termasuk pasal muna’i, kalau benar ingin mengedepankan kualitas pelynn anest, spt falsafah PERMEN ini, yg jelas dong pembatasannya ! kl melanggar apa sanksinya ? yg terjadi di lap. semua panggilan di terima masalah siapa yg mengerjakan itu nomer sekian yg penting jadi duit, kan ada PA yg bs di jadikan Tim. (bemper *red)

2. Pelayanan Intra Anestesia
a. Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada
di kamar operasi selama tindakan anestesia umum dan regional
serta prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
b. Selama pemberian anestesia harus dilakukan pemantauan dan
evaluasi secara kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi,
suhu dan perfusi jaringan, serta didokumentasikan pada catatan
anestesia.
d. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter
spesialis anestesiologi atau anggota tim pengelola anestesia.
Selama pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai secara
kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
f. Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual.
g. Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien
dari ruang pulih.

Indahnya kata’Tim” bagi SPAN maknanya adalah soal kerja kita tim, soal doku nehi mere ge hese, (Indonesia Nipong sama-sama ha’i..!). inilah payung hukum yg sebenarnya bagi PA. sebuah kata “Tim”, adalah payung hukum, berlaku bagi PA sebatas untuk jadi pengganti tugas utama mereka. Sementara mereka bisa mencari sumber income dimana2. kata “Tim” sbg payung hkm tadi, tidak akan diterbitkan bila tidak ada kontribusi pada kocek mereka.

7. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga
yang memerlukan energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka
dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi berhak mendapat imbalan yang seimbang dengan energi
dan waktu yang diberikannya.

Nah yg paling nyata perbedaan antar SPAN yg pny wilayah dg PA yg ter…, bahwa PA tidak memiliki energy pikiran, dan waktu yg berharga, jadi pikiran, tenaga dan waktu PA adalah HRATIS, tidak ada nilainya (untung prinsip bagi PA bukan uang yg dicari tapi ibadah).

4. Anestesia regional dimulai oleh dokter spesialis anetesiologi dan dapat
dirumat oleh dokter spesialis anetesiologi atau dokter/bidan/perawat
anestesia/perawat di bawah supervisi dokter spesialis anetesiologi.

Pasal diatas biasa saja, ga ada masalah itu asas kesetaraan PA, bidan, prwt sama saja, tidak harus PA melulu yg jadi perpanjangan Span, mudah mudahan bukan sinyal utk menggeser/menghapus PA didaftar jajaran profesi2 di Indonesia.

7. Pada pengelolaan pasca persalinan, tanggung jawab utama dokter
spesialis anestesiologi adalah untuk mengelola ibu, sedangkan
tanggung jawab pengelolaan bayi baru lahir berada pada dokter
spesialis lain. Jika dokter spesialis anestesiologi tersebut juga diminta
untuk memberikan bantuan singkat dalam perawatan bayi baru lahir,
maka manfaat bantuan bagi bayi tersebut harus dibandingkan dengan
risiko terhadap ibu.

Pasal yg paling fair mnrt sy adalah pasal diatas. Pembagian tugas jelas dan imbal jasa jelas, seharusnya urusan dg PA pun hrs jelas spt itu, jangan kl urusan jasa utk sendirinya bs bikin pasal sejelas dan sefair itu. Tp kl berbagi jatah dg tim au ah gelap.

G. Pelayanan Nyeri (Akut atau Kronis)
3. Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan berdasarkan
standar prosedur operasional penanggulangan nyeri akut dan kronis
yang disusun mengacu pada standar pelayanan kedokteran.

Pasal ini pas sekali dg kondisi actual di RS penulis, tuntutan pelayanan sngt tinggi, wilayah layanan diperluas, OK IBS hrs jalan, di radiologi, OK IGD, APS (akut pain service) hrs sukses dll. Mereka Cuma intruksi, PA yg hrs menjalankan, Personil tidak ditambah, kerjaan makin over load, tapi siapa yg mangkin kaya ?, inilah yg pelu di negosiasi tidak bisa scr internal saja. Karena argument mereka slalu soal kewenangan. Harus ada angka baku scr formil yg ditetapkan oleh IPAI dan PRDTN soal imbal jasa, jangan slalu berdalih dg kata2 klise “itu diserahkan ke internal masing2”.

BAB V
PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF DI RUMAH SAKIT
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit dilaksanakan
dengan pendekatan tim yang terdiri dari dokter spesialis anestesiologi
dan/atau dokter peserta program pendidikan dokter spesialis anestesiologi
dan/atau dokter lain, serta dapat dibantu oleh perawat
anestesia/perawat.

Nha lho PA jangan GR (gede rumongso), menurut pasal di atas PA tidak termasuk “tim” tapi masuk kategori pembantu.

Pemberian Wewenang
Pelayanan anestesia adalah tindakan medis yang harus dilakukan oleh
tenaga medis. Namun, saat ini jumlah dokter spesialis anestesiologi masih
sangat terbatas padahal pelayanan anestesia sangat dibutuhkan di rumah
sakit. Memperhatikan kondisi tersebut, untuk dapat terselenggaranya
kebutuhan pelayanan anestesia di rumah sakit yang tidak ada dokter
spesialis anestesiologi, diperlukan pemberian kewenangan tanggung jawab
medis anestesiologi kepada dokter PPDS atau dokter lain. Prosedur
pemberian kewenangan diatur dalam peraturan internal rumah sakit dan
mengikuti peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Ini pasal yg paling membuat zengkol hatiku sbg PA, menyadari kondisi Pel Anest sngt dibutuhkan rakyat Indo dan tenaga dr Anest sngt terbatas, tapi tidak memberi solusi, PRDTN sangat egois tidak memberi celah hukum barang secuil untuk PA dalam memberikan tindakan medic sbg payung hukum, Semua UU selalu ada pasal2 pengecualian dan pasal2 pembenaran penyimpangan suatu kondisi tertentu, dengan tidak menyisakan pasal utk PA boleh membius dlm kondisi darurat, artinya PRDTN telah zalim pada seluruh rakyat Indonesia yg membutuhkan pelynn Anest. padahal mereka tahu tidak akan sanggup menjangkaunya. Rumah sakit scr internal tidak bisa memberikan perintah atau tugas pd PA sbg payung hukum kerena tidak ada pasal di UU manapun yg memberikan ruang itu.

D. H. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk alat-alat yang menggunakan listrik harus memakai arde
dan stabilisator.
2. Dalam melakukan pelayanan harus memakai pelindung sesuai
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
3. Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material
harus sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada keselamatan
pasien.

Andaikan di pasal ini di munculkan ada tunjangan khusus bagi pelaksana pelayanan anest yg sering terpapar gas toxic (menghayal indahkan boleh), okelah dari jasa anest PA kebagian alakadarnya siapa tahu dari tunjangan resiko bisa membantu.

PENGEMBANGAN PELAYANAN
Pengembangan pelayanan terdiri dari tiga aspek yaitu :
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia.
2. Pengembangan sarana, prasarana dan peralatan.
3. Pengembangan jenis pelayanan.

Setiap sumber daya manusia yang ada di Instalasi Anestesiologi dan
Terapi Intensif berkewajiban untuk senantiasa meningkatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilannya baik secara mandiri maupun
mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh
lembaga-lembaga yang berwenang dan terakreditasi sesuai ketentuan
peratruran perundang-undangan.

Akhir2 ini isu IPAI adalah tersanderanya izin pembukaan sekolah DIV PA oleh PRDTN, sebenarnya di pasal tsb seharusnya mereka sudah mengakui tidak perlu banyak nanya, meragukan, takut, atau ada keinginan menghapus profesi PA, karena secara explicit tersurat jelas bahwa PA itu exist jadi beri kesempatan yg sama dg profesi lain, untuk maju dan berkembang dalam soal pendidikan, jangan melanggar UUD’45 pasal yg berkaitan dg HAM.

C. Pengembangan Jenis Pelayanan
Jenis pelayanan anestesiologi dan terapi intensif dikembangkan sesuai
kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu dan tekonologi
kedokteran serta disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana serta peralatan.

Pasal ini sebenarnya penyadaran bagi sejawat yg nafsu syahwat mengeruk kekayaan semata dg memanfaatkan kekuasaan dan dalih kewenangan, tanpa melihat situasi dan kondisi SDM, geografis, dan kebuthn masyarakat akan layanan anest.
Seorang Direksi RSIJ dalam kuliah di kelas mengatakan, ada seorang dokter Anestesi di RSnya yg berpenghasilan 200 jt sebulan, yg saya ingin tahu berapa penghasilan PA nya ?, seberapa keras beliau bekerja ? brp ratus jam yg beliau luangkan ? sehingga bisa sesejahtera itu.

BAB VII
PENUTUP
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di
Rumah Sakit ini hendaknya dijadikan acuan bagi rumah sakit dalam
pengelolaan penyelenggaraan dan penyusunan standar prosedur operasional
pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di masing-masing rumah sakit.
Penyelenggaraan pelayanan anestesi dibagi menjadi 4 (empat) klasifikasi
berdasarkan pada kemampuan pelayanan, ketersediaan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana serta peralatan yang disesuaikan dengan kelas rumah
sakit.
Sekali lagi RS tidak bisa menerbitkan peraturan intern untuk memayungi PA dlm melakukan pembiusan, tidak ada pasal rujukannya yg membolehkan PA bius. Katanya ada PERMEN 512 tttg tugas limpah ? yg sy tahu itu ttg izin praktik kedokteran. Di PERMEN itu Sy tidak melihat ada pasal pengalihan kewenangan dari medic kpd prwt.
Saat PRMENKES 512 masih berupa rancangan, saya menilai banyak ketentuan meguntungkan PA yg telah di pangkas dari KEPMENKES 779.
Mohon maaf bila komennya ngawur, saya minta koreksi dan tanggapan sehingga kita bisa saling diskusi tentang pemahaman PERMEN 519 ini.
Sekian terima kasih

Jumat, 25 November 2011

SELAMAT TAHUN BARU HIJRIAH 1433 H

BESOK, Ahad 27 November 2011 momentum penting bagi umat Islam. Hari itu awal penanggalan tahun hijriah, 1 Muharram 1433. Kenapa dinamakan tahun hijriah? Sebab, penetapan oleh Khalifah Umar bin Khattab, kala itu berdasarkan peristiwa hijrah Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Yatsrib (Madinah).

Peristiwa tersebut dipandang penting, karena hijrah bermakna perpindahan Nabi Muhammad saw bersama sebagian pengikut beliau dari Makkah ke Madinah untuk menyelamatkan diri dan sebagainya dari tekanan kaum kafir Quraisy di Makkah.

Hijrah, juga bermakna berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari satu tempat ke tempat lain yang lebih baik dengan alasan tertentu (keselamatan, kebaikan dan sebagainya). Atau perubahan (sikap, tingkah laku dan sebagainya) ke arah yang lebih baik.

Dengan demikian tahun hijriah, penanggalan dalam Islam itu berhubungan dengan hijrah atau berkenaan tarikh Islam yang dimulai dari ketika Nabi Muhammad saw bersama sebagian pengikut beliau berhijrah ke Madinah, dulu bernama Yatsrib. (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa, 2008).

Pergantian tahun 1432 ke 1433, jadi wahana pemantapan pemahaman ajaran Islam bagi pemeluknya. Mengambil semangat hijrah yang dilakukan Nabi Muhammad saw bersama sebagian pengikut beliau, sudah sepantasnya bangkit semangat perubahan, baik sikap dan perilaku ke arah yang lebih baik lagi.

Peristiwa hijrah sebagai tonggak permulaan tarikh Islam, tadi dimaknai kepindahan Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah. Hijrah secara fisik itu, menjadi pusaka para rasul sebelum Nabi Muhammad saw, terbukti menjadi babak pendahuluan bagi kebangkitan perjuangan beliau.

Secara nonfisik, hijrah bisa pula dimaknai berpindah, meninggalkan dan tidak mempedulikan lagi atau menjauhkan diri dari dosa. Semangat demikian ingin diaktualisasikan oleh muslimin dari berbagai aspek kehidupan, termasuk mengingat kembali betapa berat perjuangan Rasulullah saw pada zamannya.

Kalau begitu sudah selayaknya pula, momentum pergantian tahun ini dijadikan wahana untuk mengevaluasi berbagai tindakan selama setahun berjalan, tidak sekadar peringatan apalagi seremonial belaka. Sesuai makna hijrah secara harfiah, ingin melakukan perubahan dalam semua aspek kehidupan.

Semangat hijrah Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Yatsrib, kemudian ditetapkan awal penanggalan dalam Islam oleh khalifah kedua setelah Abu Bakar [sepeninggal Rasulullah saw], Umar ibn Khattab, menjadi pelajaran berharga bagi umat Islam di kurun sekarang dan generasi berikutnya.

Kendati latar belakang penetapan tahun hijriah, ingin memperkenalkan identitas keislaman [ketika itu Umar bin Khattab menerima surat jawaban atas surat khalifah sendiri yang tidak mencantumkan penanggalan], namun umat Islam dituntut melakukan perubahan dan perbaikan secara terus-menerus.

Proses penetapan menanggalan dalam Islam itu, semula banyak usul yang disampaikan kepada Umar bin Khattab, misalnya ada yang menyarankan saat diangkatnya Nabi Muhammad saw menjadi Rasul, ada yang mengusulkan dari lahirnya Rasulullah saw, dan ada pula yang berpendapat dari kewafatan beliau.

Yang lain menyarankan, penetapan awal penanggalan dalam Islam itu, momentum hijrah Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Yatsrib. Peristiwa itu dipandang penting, karena hijrah merupakan titik balik dakwah, setelah 13 tahun mengemban misi dakwah Islam di Makkah

Surat Edaran dari Ketua MTKI

SURAT EDARAN
Nomor:

Dari : Ketua Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI)
Kepada : Seluruh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Perihal : Pelaksanaan Registrasi dan Sertifikasi Tenaga Kesehatan


Dalam rangka pelaksanaan Peraturan Menteri Kesehatan Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1796/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan dan mempermudah tenaga kesehatan untuk dapat menjalankan pekerjaan sesuai dengan keahlian dan kewenangan serta sambil menunggu diterbitkannya Surat Tanda Registrsi (STR) bagi tenaga kesehatan yang bersangkutan, maka dapat diambil langkah-langkah sebagai berikut:
1. Tenaga Kesehatan yang dimaksudkan dalam Peraturan Menteri Kesehatan tersebut adalah Tenaga Kesehatan selain Tenaga Medis dan Tenaga Kefarmasian.
2. Bagi tenaga kesehatan yang telah memiliki:
a. SIP bagi Perawat berdasarkan Permenkes Nomor. 1239/Menkes/SK/XI/2001dan Nomor. 02.02/MENKES/148/I/2010
b. SIF bagi Fisioterapis berdasarkan Permenkes Nomor. 1363/Menkes/SK/XII/2001
c. SIPG bagi Perawat Gigi berdasarkan Permenkes Nomor. 1392/Menkes/SK/XII/2001
d. SIRO bagi Refraksionis Optisien berdasarkan Permenkes Nomor. 544/Menkes/SK/VI/2002
e. SIB bagi Bidan berdasarkan Permenkes Nomor. 900/Menkes/SK/VII/2002 dan Nomor. 1464/MENKES/PER/X/2010
f. SITW bagi Terapis Wicara berdasarkan Permenkes Nomor. 867/Menkes/Per/VIII/2004
g. SIR bagi Radiografer berdasarkan Permenkes Nomor. 357/Menkes/Per/V/2006
h. SIOT bagi Okupasi Terapis berdasarkan Permenkes Nomor. 548/Menkes/Per/V/2007
baik yang belum habis masa berlakunya maupun yang telah habis masa berlakunya dapat memperoleh SIK atau SIP berdasarkan Permenkes tersebut diatas. Dengan demikian Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tetap dapat mengeluarkan SIK/SIP berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut.

3. Bagi tenaga kesehatan yang belum memiliki:
a. SIP bagi Perawat berdasarkan Permenkes Nomor. 1239/Menkes/SK/XI/2001dan Nomor. 02.02/MENKES/148/I/2010
b. SIF bagi Fisioterapis berdasarkan Permenkes Nomor. 1363/Menkes/SK/XII/2001
c. SIPG bagi Perawat Gigi berdasarkan Permenkes Nomor. 1392/Menkes/SK/XII/2001

d. SIRO bagi Refraksionis Optisien berdasarkan Permenkes Nomor. 544/Menkes/SK/VI/2002
e. SIB bagi Bidan berdasarkan Permenkes Nomor. 900/Menkes/SK/VII/2002 dan Nomor. 1464/MENKES/PER/X/2010
f. SITW bagi Terapis Wicara berdasarkan Permenkes Nomor. 867/Menkes/Per/VIII/2004
g. SIR bagi Radiografer berdasarkan Permenkes Nomor. 357/Menkes/Per/V/2006
h. SIOT bagi Okupasi Terapis berdasarkan Permenkes Nomor. 548/Menkes/Per/V/2007

dapat memperoleh SIK atau SIP berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut diatas. Dengan demikian Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mengeluarkan SIK/SIP berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan tersebut.

4. Tenaga kesehatan untuk memperbaharui:
a. SIP bagi Perawat berdasarkan Permenkes Nomor. 1239/Menkes/SK/XI/2001dan Nomor. 02.02/MENKES/148/I/2010
b. SIF bagi Fisioterapis berdasarkan Permenkes Nomor. 1363/Menkes/SK/XII/2001
c. SIPG bagi Perawat Gigi berdasarkan Permenkes Nomor. 1392/Menkes/SK/XII/2001
d. SIRO bagi Refraksionis Optisien berdasarkan Permenkes Nomor. 544/Menkes/SK/VI/2002
e. SIB bagi Bidan berdasarkan Permenkes Nomor. 900/Menkes/SK/VII/2002 dan Nomor. 1464/MENKES/PER/X/2010
f. SITW bagi Terapis Wicara berdasarkan Permenkes Nomor. 867/Menkes/Per/VIII/2004
g. SIR bagi Radiografer berdasarkan Permenkes Nomor. 357/Menkes/Per/V/2006
h. SIOT bagi Okupasi Terapis berdasarkan Permenkes Nomor. 548/Menkes/Per/V/2007berdasarkan Permenkes Nomor. 548/Menkes/Per/V/2007

dengan STR diajukan kepada Ketua Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI) secara kolektif melalui Organisasi Profesi, Institusi Pendidikan dan/atau Fasilitas Pelayanan Kesehatan dan /atau Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi.

5. Bagi tenaga kesehatan tang telah memperoleh STR dari MTKI wajib melaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 2(dua) minggu setelah menerima STR.
6. Bagi tenaga kesehatan yang belum diatur Surat Izin Kerja (SIK) nya dapat memperoleh Surat Izin Kerja (SIK) dengan mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dimana dia bekerja dengan melampirkan ijazah tenaga kesehatan yang bersangkutan.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat menerbitkan SIK bagi tenaga kesehatan tersebut sambil menunggu STR bagi tenaga kesehatan yang bersangkutan diterbitkan.


Tenaga kesehatan dimaksud meliputi:
a. Tenaga Nutrisionis
b. Tenaga Perekam Medis dan Informasi
c. Tenaga Teknik Gigi
d. Tenaga Kesehatan Lingkungan
e. Tenaga Elektro Medik
f. Tenaga Teknik Laboratorium Kesehatan
g. Tenaga Perawat Anastesi
h. Tenaga Akupuntur
i. Tenaga Fisikawan Medis
j. Tenaga Ortotik Prostetik

Demikian Surat Edaran ini disampaikan, untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

Jakarta, November 2011
Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia
Ketua,

FAIQ BAHFEN

Tembusan disampaikan kepada yth:
1. Menteri Kesehatan (sebagai laporan)
2. Sekretaris Jenderal (sebagai laporan)
3. Kepala Badan PPSDM Kesehatan (sebagai laporan)
4. Para Eselon I di Lingkungan Kementerian Kesehatan
5. Para Kepala Dinas Kesehatan Provinsi
6. Para Kepala BKD Provinsi
7. Para Ketua MTKP
8. Para Kepala BKD Kab/Kota
9. Para Ketua PP Organisasi Profesi

Rabu, 16 November 2011

Tema dan Logo HKN ke 47 Thn 2011

Tema HKN 2011: Indonesia Cinta Sehat
Hari Kesehatan Nasional tahun 2011 akan diperingati pada Hari Sabtu, Tanggal 12 Nopember 2011. Sebagai panduan dan pegangangan bagi seluruh instansi kesehatan kabupaten/Kota yang berada di Provinsi seluruh Indonesia dapat menyesuaikan Tema dan Logo yang telah dilansir Kementerian Kesehatan Republik Indonesia beberapa waktu lalu seperti di bawah ini.


Tema peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 47 tahun 2011 
Tema Indonesia Cinta Sehat dalam buku panduan yang dirilis oleh Pusat Promosi Kesehatan bermakna, Masyarakat Indonesia cinta perilaku sehat, cinta lingkungan sehat, dan memiliki kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas. Seluruh komponen bangsa Indonesia siap bekerjasama untuk mewujudkan, meningkatkan, dan melakukan aksi nyata dalam meningkatkan perilaku sehat masyarakat, menjaga lingkungan yang sehat, selalu mengupayakan rakyat mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas, adil dan merata.

Logo peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) ke 47 tahun 2011
Logo HKN ke 47 Tahun 2011

Arti logo peringatan Hari Kesehatan Nasional (HKN) 2011 adalah Tiga pilar untuk Indonesia Cinta Sehat yaitu:
Perilaku Sehat, menjaga lingkungan yang sehat serta pelayanan kesehatan yang berkualitas adil dan merata digambarkan oleh 3 manusia yang membentuk hati.

Warna merah melambangkan besarnya rasa cinta Indonesia kepada kesehatan. Warna biru langit melambangkan kesegaran dan kesehatan optimal Indonesia.
Sumber: http://www.promosikesehatan.com/

Selasa, 08 November 2011

GA pada struma

ABSTRAK
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak, sedangkan isthmolobektomi dekstra adalah pengangkatan satu sisi lobus tiroid dekstra sekaligus dengan isthmusnya.

ISI
Pasien wanita 45 tahun datang dengan keluhan ±3 tahun yang lalu muncul benjolan pada leher, namun tidak sakit atau nyeri. ± 1 bulan terakhir pasien mengeluh nyeri pada benjolan tersebut disertai rasa pusing. Pada keluarga tidak terdapat keluhan serupa. Pada pemeriksaan didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 120 x/menit, respirasi 20 x/menit, suhu 37,6oC. Status Lokalis Regio Coliinya adalah pada inspeksi terdapat benjolan di leher dengan ukuran 8x5x5 cm tidak terdapat eritem, darah, luka, pus.Pada palpasi didapatkan benjolan di leher dengan ukuran 8x5x5 cm dengan konsistensi kenyal batas tegas dan mobile. Pada pemeriksaan lab didapatkan Hb 13,6; Ht 42; AL 10,6 x 103 /ul; Trombosit 352 x 103/ul; LED 1 jam 90 mm; LED 2 jam 100 mm; T3 0,51 ng/ml; T4 6,13 µg/dl; TSH 1,753 µIu/ml

DIAGNOSIS
Status fisik ASA I pada pasien Struma nodosa dengan tindakan isthmolobektomi dekstra

TERAPI
Saat pre operasi diberikan Infus RL 20 tetes per menit kemudian propanolol tablet pada jam 10 malam dan jam 6 pagi serta diinjeksi vicilin(ampicillin) 1 gr 1 jam sebelum operasi. Teknik anestesi yang digunakan adalah balance anesthesia, respirasi terkontrol dengan endotracheal tube nomor 7,5. Pre medikasi yang dipakai adalah Sulfas Atropin 0,25 mg, Sedacum(midazolam) 2 mg, Fentanyl 50 mg. Induksi yang diberikan adalah Trivam(propofol) 100 mg dan Atracurium 25 mg +10 mg. Pemeliharaan yang diberikan adalah Halothan 1%, oksigen, N2O sedangkan obat-obatan lain yang diberikan adalah Onetic(ondansentron) 2 mg, Antrain(natrium metamizole) 1gr, kalnex (tranexamic acid) 1 gr. Saat post operasi terapinya adalah oksigenasi sampai pasien sadar penuh, infus RL 20 tetes per menit, antrain(natrium metamizole) 1 gr /8 jam i.v, apabila sadar penuh diet bebas.

DISKUSI
Dari pemeriksaan fisik dan penunjang, diperoleh gambaran mengenai status pasien. Status fisik pra anestesi masuk dalam kategori ASA I, yaitu pasien dalam keadan sehat yang memerlukan operasi. Berdasarkan status fisik pasien tersebut, jenis anestesi yang paling baik digunakan dalam operasi isthmolobektomy adalah general anestesi. Teknik anestesi umum yang dipilih pada pasien ini  adalah teknik balance anesthesia, respirasi terkontrol dengan endotracheal tube nomor 7,5. Fase tindakan anestesi meliputi premedikasi berupa sedasi dan analgesi, induksi yang merupakan fase awake (sadar) menjadi tidak sadar dan merupakan fase paling berbahaya karena pada proses  ini disertai dengan hilangnya kontrol fungsi vital (respirasi, kardiovaskular, SSP) akibat dari efek obat – obat induksi anestesi, serta fase pemeliharaan yaitu mempertahankan stadium anestesi, sehingga pembedahan dapat berlangsung dengan aman dan optimal. Premedikasi yang diberikan pada pasien ini adalah Sulfas Atropin 0,25 mg, Sedacum(midazolam) 2 mg, Fentanyl 50 mg. Induksi yang diberikan adalah Trivam(propofol) 100 mg dan Atracurium 25 mg +10 mg. Pemeliharaan yang diberikan adalah Halothan 1%, oksigen, N2O, sedangkan obat-obatan lain yang diberikan adalah Onetic(ondansentron) 2 mg, Antrain(natrium metamizole) 1gr, kalnex(tranexamic acid)1 gr.

KESIMPULAN
Anestesi umum adalah tindakan anestesi yang dilakukan dengan cara menghilangkan nyeri secara sentral, disertai hilangnya kesadaran dan bersifat pulih kembali atau reversible. Komponen dalam anestesi umum antara lain hipnotik, analgesi dan relaksasi Otot. Fase Tindakan Anestesi Umum adalah premedikasi, induksi dan pemeliharaan.

REFERENSI
1.       Boulton, T.B dan Blogg, C.E. 1994. Anestesiologi. Edisi 10. EGC. Jakarta.
2.       Latief, SA., Suryadi, KA., Dachlan, R. 2002. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif. FKUI. Jakarta.
3.       Mangku, Gde dan Senapathi, Tjokorda GA. 2010. Buku Ajar Ilmu Anestesia dan Reanimasi. Indeks Jakarta. Jakarta
4.       Pramono, Ardi, Sp.An, dr. 2008. Study Guide Anestesiologi dan Reanimasi. FK UMY. Yogyakarta
5.       Saputro, Uud, Sp.An, dr. 2011. Anestesi Umum. RSUD Djojonegoro. Temanggung

PENULIS
Haqiqi Missiani A 20060310018. Bagian Ilmu  Anestesiologi dan Reanimasi. RSUD DJOJONEGORO, Kab Temanggung, Jawa Tengah
Narasumber 

Kamis, 03 November 2011

Indonesia : Idul Adha 1431 H Bareng

Alhamdulillah. Pada tahun ini umat Islam Indonesia akan merayakan Idul Adha pada hari yang sama yaitu 10 Dzulhijjah 1431H. Tidak ada perbedaan. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa ada perbedaan metodologi dalam menetapkan 10 Dzulhijjah 1431H. Apakah bertepatan dengan 16 November 2010, ataukah 17 November 2010.
Hasil penetapan menggunakan metode Hisab berpeluang untuk sama dengan metode Rukyat (seperti penetapan Idul Fitri yang lalu), tapi juga berpeluang untuk berbeda (seperti penetapan Idul Adha tahun ini). Tidak ada yang salah dengan kedua metode tersebut, masing-masing memiliki dasar dan dalil yang jelas.

Sabtu, 29 Oktober 2011

ABSTRAK
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Hal –hal yang mempengaruhi anestesi spinal ialah jenis obat, dosis obat yang digunakan, efek vasokonstriksi, berat jenis obat, posisi tubuh, tekanan intraabdomen, lengkung tulang belakang, operasi tulang belakang, usia pasien, obesitas, kehamilan, dan penyebaran obat. Di dalam cairan serebrospinal, hidrolisis anestetik lokal berlangsung lambat. Sebagian besar anestetik lokal meninggalkan ruang subaraknoid melalui aliran darah vena sedangkan sebagian kecil melalui aliran getah bening. Lamanya anestesi tergantung dari kecepatan obat meninggalkan cairan serebrospinal. Pada kasus ini dilakukan anastesi spinal subarachnoid karena dilakukan pembedahan pada abdomen pada bagian bawah sesuai dengan indikasi anastesi spinal.
Keywords:
Anastesi spinal, subarachnoid, hernia Inguinalis lateralis repponibel
KASUS
Seorang laki-laki berusia 70 tahun datang ke RSUD dengan keluhan pada scrotum sebelah kiri membesar hilang timbul, pasien mengaku tidak merasa nyeri, pasien mengaku scrotum sebelah kiri tampak membesar terutama bila pasien mengangkat barang yang berat, maupun saat pasien mengejan, keluhan dirasakan muncul sejak 2 tahun yang lalu. BAB tak ada gangguan, flatus normal, tidak mual, tidak muntah, dan tidak ada keluhan BAK. Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun alergi disangkal. Riwayat merokok ada. Riwayat anastesi sebelumnya disangkal. Riwayat penyakit keluarga : Riwayat hipertensi, jantung, diabetes mellitus, asma maupun alergi disangkal. Pada pemeriksaan fisik didapatkan: keadaan umum compos mentis, TD 140/90 mmHg, Rr 20 x/menit, N 72 x/menit, T 36,8 oC, hasil laboratorium dalam batas normal. Pada status lokalis: testis teraba 2 buah, tampak benjolan di daerah inguinalis sinistra,yang bisa dimasukkan kembali, nyeri tekan tidak ada, finger test ada teraba tekanan ketika pasien diminta untuk mengejan,uji transluminasi tidak ada. Dokter merencanakan untuk dilakukan herniotomi.
DIAGNOSIS
Diagnosis pasien adalah Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan penunjang maka: Diagnosa pre-operasi : Hernia Inguinalis Lateralis Sn Repponibel; Status operasi : ASA I .
TERAPI
Penatalaksanaan anastesi pada pasien antara lain: Premedikasi berupa injeksi ondancentron HCL 4 mg intravena dan injeksi ketorolac 30 mg intravena. Dilanjutkan loading cairan (infus) RL 500 ml. Dilakukan regional anastesi berupa anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block atau SAB, dengan menggunakan jarum spinal ukuran 27 antara lumbal 4-5 disuntikan bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine hydrochloride 150 mcg. Selama operasi berlangsung diberikan midazolam 3 mg intravena dan untuk mempertahankan oksigenasi pasien diberikan O2 3 liter/menit. Operasi selesai dalam waktu 1 jam, perdarahan dalam operasi kira-kira 70cc. Bila pasien tenang dan stabil dengan Bromage score ≥ 3 maka dapat dipindah ke bangsal.

DISKUSI
Pada kasus ini pasien seorang laki-laki berusia 70 tahun dengan diagnosis Hernia Inguinalis lateralis sinistra repponibeldan akan dilakukan herniotomi. Jenis anastesi yang digunakan adalah regional anastesi-anastesi spinal dengan teknik subarachnoid block yaitu anastesi pada ruang subarachnoid kanalis spinalis regio antara vertebra lumbal 4-5. Pemilihan teknik anastesi berdasarkan pada faktor-faktor seperti usia, status fisik, jenis dan lokasi operasi, ketrampilan ahli bedah, ketrampilan ahli anastesi dan pendidikan.
Anestesi spinal (subaraknoid) adalah anestesi regional dengan tindakan penyuntikan obat anestetik lokal ke dalam ruang subaraknoid. Anestesi spinal/ subaraknoid juga disebut sebagai analgesi/blok spinal intradural atau blok intratekal. Dengan indikasi pada pasien yaitu akan dilakukannya pembedahan pada daerah anogenital dimana indikasi untuk anastasi spinal antara lain : bedah ekstremitas bawah, bedah panggul, tindakan sekitar rektum-perineum, bedah obstetri-ginekologi, bedah urologi, bedah abdomen bawah, dan pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri yang dikombinasikan dengan anastesia umum ringan. Premedikasi yang digunakan pada kasus ini adalah ondancentron HCL 4mg dan ketorolac 30 mg. Ondancentron adalah suatu antagonis 5-HT3, diberikan dengan tujuan mencegah mual dan muntah pasca operasi agar tidak terjadi aspirasi dan rasa tidak nyaman. Dosis Ondancentron anjuran yaitu 0,05-0,1 mg/KgBB. Pemberian ketorolac sebagai analgetik digunakan untuk mengurangi nyeri, dengan cara menghambat sintesis prostaglandin di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid di SSP. Dosis awal pemberian adalah 10-30 mg, dapat diulang setiap 4-6 jam, untuk pasien normal dibatasi maksimal 90 mg; untuk manula, pasien dengan BB <50 kg atau faal ginjal dibatasi maksimal 60 mg. Induksi anastesi pada kasus ini adalah dengan menggunakan anastesi lokal yaitu bupivacain 20 mg ditambah dengan clonidine hydrochloride 150 mcg. Bupivacain merupakan obat anastesi lokal yang mekanismenya adalah mencegah terjadinya depolarisasi pada membran sel saraf pada tempat suntikan obat tersebut, sehingga membran akson tidak dapat bereaksi dengan asetil kolin sehingga membran tetap semipermeabel dan tidak terjadi perubahan potensial. Hal ini menyebabkan aliran impuls yang melewati saraf  tersebut berhenti sehingga segala macam rangsang atau sensasi tidak sampai ke sistem saraf pusat. Hal ini menimbulkan parestesia, sampai analgesia, paresis sampai paralisis dan vasodilatasi pembuluh darah pada daerah yang terblock. Bupivacain berikatan dengan natrium channel sehingga mencegah depolarisasi. Dosis 1-2 mg/KgBB. Potensi 3-4x dari lidokain dan lama kerja 1-2x lidokain. Sifat hambatan sensoris lebih dominan dibanding motoriknya. Penambahan clonidine pada kasus ini dimaksudkan untuk memperpanjang durasi dari anastesi spinal. Pemilihan obat anastesi lokal disesuaikan dengan lama dan jenis operasi yang dilakukan Selama operasi pasien diberi midazolam 3 mg secara intravena, hal ini dimaksudkan untuk menghilangkan kecemasan selama operasi berlangsung, midazolam merupakan derivat dari benzodiazepin yang mempunyai khasiat sedasi dan anticemas yang bekerja pada sistem limbik. Pemberian O2 3 liter/menit adalah untuk menjaga oksigenasi pasien. Pada kasus ini tekanan darah pasien relatif stabil walaupun memang mengalami penurunan dibanding tekanan darah saat pasien masuk. Sehingga saat operasi berlangsung tidak diperlukan pemberian efedrin 10 mg intravena untuk membantu menaikkan tekanan darah pasien. Efedrin merupakan vasopressor yang bekerja menstimuli reseptor alfa dan beta berakibat pada peningkatan denyut jantung, tekanan darah dan mempunyai efek relaksasi otot polos bronkhus serta saluran cerna serta dilatasi pupil, dosis pemberian 5-10 mg dapat diulang setelah 10 menit. Pengelolaan cairan:  Jam I, Maintenance cairan 2cc/KgBB/jam: 50 Kg x 2cc = 100 cc. Puasa 6 jam tidak dihitung karena sejak puasa sudah terpasang RL. Stress operasi : 4 cc/KgBB/jam: 50 Kg x 4cc = 200 cc. Jadi kebutuhan cairan jam I : 100cc + 200cc = 300cc/jam Setelah dilakukan operasi diketahui jumlah perdarahan pada ksus ini adalah 70cc. EBV: 50 Kg x 75cc = 3750cc. EBV%: 70cc/3750cc x 100% = 1,87%. Karena perdarahan yang keluar pada kasus ini < 20% EBV maka tidak diperlukan adanya transfusi darah. Kebutuhan cairan dibangsal Maintenance 2cc/KgBB/jam : 50Kg x 2cc = 100cc/jam. Sehingga jumlah tetesan yang dibutuhkan jika menggunakan infus 1cc ∞ 15 tetes. Maka, 100cc/60 x 15tetes = 25 tetes/menit. Pasien pindah ke ruang recovery dan dilakukan pemantauan keadaan umum, tekanan darah, respirasi dan nadi. Bila pasien tenang dan stabil dengan bromage score ≥ 3 maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal , bromage score dipakai dalam penanganan pasien post op dengan regional anastesi.  
DAFTAR PUSTAKA
1.       Latief, said. 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Jakarta: FKUI
2.       Sari, Irma P. S. 2009. Anestetika Lokal. http://www.scribd.com/doc/19566098/. Diakses 5 MeI 2010
3.       Rochmawati, Anis. 2009. Makalah Tugas Farmakologi. http://www.scribd.com/doc/30705426/29772928-Makalah-Tugas-Farmakologi-i#source:facebook. Diakses 21 juli 2010
4.       Marwoto. 2000. Perbandingan Mula dan Lama Kerja Antara Lidokain- Buvivakain dan Buvivakain pada Block Epidural. http://www.mediamedika.net/archives/105. Diakses 21 juli 2010
5.       Mutschler,E.1991.Dinamika Obat edisiV.Bandung:ITB                             
PENULIS
Mega Prawithasari Lubis, Bagian Anastesi, RSUD Setjonegoro, Kab.Wonosobo, Jawa Tengah
Sumber info 

PROTAP Instalasi Anestesi


PROSEDUR TETAP
PELAYANAN ANESTESI DAN REANIMASI
RSU Dr. SOEROTO
N G A W I

DISUSUN OLEH
Dr. BAMBANG TRIYONO, SpAn.MsiMed
INSTALASI ANESTESI DAN REANIMASI
RSU Dr. SOEROTO
N G A W I

TAHUN 2008


RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU

Dr. Soeroto Ngawi



TINDAKAN ANESTESI , TUGAS DOKTER / PERAWAT ANESTESI
DAN PELIMPAHAN TUGAS/ WEWENANG

Prosedur tetap


No. Dokumen

Tanggal terbit

Revisi ke

Pengertian




Tujuan






Kebijakan















Tindakan anestesi adalah tindakan medis yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dan atau perawat anestesi di kamar operasi pada pasien yang akan menjalani pembedahan

1.      Memberikan kenyamanan dan keamanan pada pasien yang sedang menjalani pembedahan
2.      Memberikan kenyamanan kepada dokter bedah dalam melakukan tindakan pembedahan
3.      Mengembalikan fungsi fisiologis pasien setelah menjalani pembedahan seperti saat sebelum menjalani pembedahan.

Dokter spesialis anestesi bertugas   :
1.      Melakukan pemeriksaan pada pasien sebelum menjalani program pembedahan melalui kunjungan pre-operasi atau konsultasi yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi
2.      Melakukan tindakan perbaikan atau konsultasi ke bagian lain jika ditemukan hal yang dianggap belum layak pada pasien untuk menjalani pembedahan
3.      Menentukan tehnik anestesi yang terpilih pada pasien yang akan menjalani pembedahan dengan mengutamakan keamanan dan kenyamanan pada pasien
4.      Melakukan tindakan anestesi sesuai dengan prosedur tetap
5.      Memberikan pengawasan dan bimbingan kepada perawat anestesi secara berkesinambungan.
6.      Senantiasa menambah dan mengembangkan keilmuan anestesi melalui pertemuan ilmiah secara berkala dan berkesinambungan.


































PELIMPAHAN WEWENANG

 

Pengertian









Tujuan


Kebijakan










Perawat anestesi bertugas   :
1.      Melakukan persiapan alat dan obat-obatan yang akan dipergunakan untuk tindakan anestesi pada pasien yang akan menjalani pembedahan di kamar operasi
2.      Melakukan tindakan anestesi sesuai prosedur tetap atas petunjuk yang diberikan oleh dokter spesialis anestesi
3.      Melakukan pengawasan atau monitoring pasien selama menjalani tindakan pembedahan
4.      Melakukan upaya resusitasi dan pengelolaan apabila diperlukan selama pasien menjalani pembedahan dan pemulihan.
5.      Melakukan konsultasi kepada dokter spesialis anestesi setiap akan melakukan tindakan anestesi
6.      Membuat medical report / pelaporan pada pasien selama menjalani pembedahan.
7.      Menambah dan mengembangkan pengetahuan ilmu anestesi yang up to date melalui kegiatan atau pertemuan ilmiah

 

Merupakan wewenang  dan tanggung jawab dokter anaesthesi yang dibantu oleh perawat anestesi sesuai dengan bidangnya. Adapun pelayanan anestesi dan reanimasi yang dilakukan oleh perawat anestesi adalah merupakan pelimpahan wewenang dari dokter anestesi


Adanya kesepakatan dalam melaksanakan tindakan medis, keperawatan sesuai dengan hak dan kewajibannya

 

 

 

 

 1.      Melakukan tindakan anaesthesiologi pada pasien yang akan dilakukan operasi baik di ruang instalasi bedah sentral ataupun emergency.

2.      Tindakan perawatan dari persiapan hingga melakukan pengawasan selama pasien belum sadar secara penuh.
3.      Memberikan obat-obatan anestesi bila diperlukan baik dalam persiapan, selama maupun pasca pembedahan sesuai perintah dokter anestesi.




Prosedur
















1.      Jika ada dokter spesialis anestesiologi, maka dapat dimintakan instruksi tertulis serta berikut parafnya.

2.      Jika dokter spesialis anestesiologi tidak ada di tempat tetapi masih dapat dijangkau, maka dapat dimintakan instruksi secara lisan yang kemudian dapat dikonfirmasikan tertulis berikut paraf.

3.      Jika tidak ada  dokter spesialis anestesiologi, maka perawat anestesi mengerjakan sesuai dengan prosedur tetap yang telah disepakati sebelumnya atas perintah tertulis dari dokter yang melakukan pembedahan. Tanggung jawab berada pada dokter yang melakukan pembedahan















                                                       





RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU

Dr. Soeroto
Ngawi





5.      Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami pada waktu yang lalu, berapa kali dan selang waktu. Apakah saat itu mengalami komplikasi, seperti: lama pulih sadar, memerlukan perawatan intensif pasca bedah, dll.
6.      Kebiasaan buruk sehari-hari yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi, seperti : merokok, minum minuman beralkohol, pemakai narkoba.

B.     PEMERIKSAAN FISIK

·         Pemeriksaan fisik rutin meliputi: keadaan umum, kesadaran, anemis / tidak, BB, TB, suhu, tekanan darah, denyut nadi, pola dan frekuensi pernafasan.
·         Dilakukan penilaian kondisi jalan nafas yang dapat menimbulkan kesulitan intubasi
C.     PEMERIKSAAN LABORATORIUM

·         Darah : Hb, Ht, hitung jenis lekosit, golongan darah, waktu pembekuan dan perdarahan
·         Urine : protein, reduksi, sedimen 
·         Foto thorak : terutama untuk bedah mayor
·         EKG : rutin untuk umur > 40 tahun
·         Elekrolit ( Natrium, Kalium, Chlorida )
·         Dilakukan pemeriksaan khusus bila ada indikasi ,misal:
§  EKG : pada anak dan dewasa < 40tahun dengan tanda-tanda penyakit kardiovaskuler.
§  Fungsi hati ( bilirubin, urobilin dsb ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi hati.
§  Fungsi ginjal (ureum, kreatinin ) bila dicurigai adanya gangguan fungsi ginjal.




























Penatalaksanaan




PERSIAPAN DI HARI OPERASI
1.    Pengosongan lambung, penting untuk mencegah aspirasi isi lambung karena regurgitasi / muntah. Untuk dewasa dipuasakan 6-8 jam sebelum operasi , sedang anak / bayi 4-5 jam.
2.    Tentang pemberian cairan infus sebagai pengganti defisit cairan selama puasa, paling lambat 1 jam sebelum operasi        (dewasa) atau 3 jam sebelum operasi , untuk bayi / anak dengan rincian :
*  1 jam I         : 50%
                        *  1 jam II       : 25%
                        *  1 jam II       : 25 %
3.    Gigi palsu / protese lain harus ditanggalkan sebab dapat menyumbat jalan nafas dan mengganggu.
4.    Perhiasan dan kosmetik harus dilepas /dihapus sebab akan mengganggu pemantauan selama operasi.
5.    Pasien masuk kamar bedah memakai pakaian khusus, bersih dan longgar dan mudah dilepas
6.    Mintakan ijin operasi dari pasien atau keluarganya
1.      Sudah terpasang jalur / akses intravena menggunakan iv catheter ukuran minimal 18 atau menyesuaikan keadaan pasien dimana dipilih ukuran yang paling maksimal bisa dipasang.
2.      Dilakukan pemasangan monitor tekanan darah, nadi dan saturasi O2
3.      Dilakukan pemeriksaan fisik ulang, jika ditemukan perubahan dan tidak memungkinkan untuk dilakukan pembedahan elektif maka pembedahan dapat ditunda untuk dilakukan pengelolaan lebih lanjut.
4.      Jika pasien gelisah /cemas diberikan premedikasi :
v  Midazolam dosis 0,07 – 0,1mg/kgBB iv
v  Pada anak SA 0,01–0,015 mg/kgBB + midazolam 0,1mg/kgBB + ketamin 3 – 5mg/kgBB im atau secara intra vena  SA 0,01 mg/kgBB + midazolam 0,07 mg/kgBB









5.      Sebelum dilakukan induksi diberikan oksigen 6 liter/menit dengan masker     ( pre oksigenasi ) selama 5 menit.
6.      Obat induksi yang digunakan secara intravena :
1.      Ketamin  ( dosis 1 – 2 mg/kgBB )
2.      Penthotal (dosis 4 – 5 mg/kgBB )
3.      Propofol ( dosis 1 – 2mg/kgBB )
7.      Pada penderita bayi atau anak yang belum terpasang akses intravena, induksi  dilakukan dengan inhalasi memakai agent inhalasi yang tidak iritasi atau merangsang jalan nafas seperti halothane atau sevoflurane.
8.      Selama induksi dilakukan monitor tanda vital ( tekanan darah, nadi maupun saturasi oksigen )
9.      Pada kasus operasi yang memerlukan pemeliharan jalan nafas, dilakukan intubasi endotracheal tube.
10.  Pemeliharaan anestesi dilakukan dengan menggunakan asas trias anestesia     ( balance anaesthesia ) yaitu : sedasi, analgesi, dan relaksasi
11.  Pemeliharaan anestesi dapat menggunakan agent volatile         ( halothane, enflurane, maupun isoflurane ) atau TIVA         ( Total Intravena Anestesia ) dengan menggunakan ketamin atau propofol.
12.  Pada pembedahan yang memerlukan relaksasi otot diberikan pemeliharaan dengan obat pelumpuh otot non depolarisasi.
13.  Ekstubasi dilakukan setelah penderita sadar.
14.  Setelah operasi penderita dirawat dan dilakukan pengawasan tanda vital secara ketat di ruang pemulihan.
15.  Penderita dipindahkan dari ruang pemulihan ke bangsal setelah memenuhi kriteria ( Aldrete score > 8 untuk penderita dewasa atau Stewart Score > 5 untuk penderita bayi / anak )
16.  Apabila post-operasi diperlukan pengawasan hemodinamik secara ketat maka dilakukan di ruang intensif ( ICU ).





II.  OPERASI  DARURAT ( EMERGENCY )
1.      Dilakukan perbaikan keadaan umum seoptimal mungkin sepanjang tersedia waktu.
2.      Dilakukan pemeriksaan laboratorium standard atau pemeriksaan penunjang yang masih mungkin dapat dilakukan.
3.      Pada operasi darurat, dimana tidak dimungkinkan untuk menunggu sekian lama, maka pengosongan lambung dilakukan lebih aktif dengan cara merangsang muntah dengan apomorfin atau memasang pipa nasogastrik.
4.      Dilakukan induksi dengan metode rapid squence induction menggunakan suksinil kolin dengan dosis 1 – 2 mg /kgBB.
5.      Pemeliharaan anestesi dan monitoring anestesi yang lainnya sesuai dengan operasi elektif.







RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU

Dr. Soeroto Ngawi




















Prosedur


KONTRA INDIKASI  :

1.      Penderita menolak
2.      Infeksi pada tempat penyuntikan
3.      Gangguan fungsi hepar
4.      Kerusakan syaraf
5.      Gangguan koagulasi
6.      Tekanan intra cranial tinggi
7.      Sepsis
8.      Pengguna obat antikoagulan
9.      Pemakai pace maker
10.  Pengguna obat tricyclic antidepresant, MAO inhibitor
11.  Allergi obat anestesi lokal
12.  Hipertensi tak terkontrol
1.      Dilakukan oleh dokter spesialis anestesi
2.      Dilakukan loading cairan koloid 500 cc untuk mencegah terjadinya hipotensi
3.      Dilakukan pengukuran ulang tanda vital ( tekanan darah, nadi dan saturasi oksigen )
4.      Tarik garis lurus melalui kedua crista iliaca , garis ini akan memotong vertebra lumbal setinggi L4 atau L4-L5 interspace
5.      Posisi penderita duduk atau tidur miring untuk ibu hamil dianjurkan dalam posisi left lateral decubitus.
6.      Dilakukan infiltrasi dengan anestesi lokal pada daerah puncture.
7.      Dilakukan puncture pada L2-3, L3-4 atau L4-5 interspace.
8.      Tehnik puncture dapat dengan mid line approach atau paramedian approach
9.      Obat anestesi lokal yang digunakan lidokain 5% hiperbarik   ( lidodexR ) atau bupivakain 0,5% hiperbarik   ( bunascan 0,5%, decain 0,5% atau marcain 0,5% hiperbarik )  untuk anestesi spinal sedangkan untuk anestesi epidural menggunakan bupivacain isobarik            ( marcain 0,5% isobarik ) atau levobupivacain isobarik      ( chirocain isobarik )
10.  Untuk memperpanjang kerja obat anestesi lokal dapat ditambahkan adrenalin atau catapres.



Monitoring




Komplikasi









Pengobatan komplikasi

Dilakukan monitoring tanda-tanda vital : tekanan darah , nadi dan saturasi secara kontinyu tiap 3 menit.


1.      Dini : hipotensi, mual-muntah, prekardial discomfort, menggigil, depresi nafas, total spinal, anafilaktik, hematom.
2.      Lambat : sakit kepala, sakit punggung, retensi urine, meningitis, sequelae neurology, chronic adhesive arachnoiditis.
3.      Blok tidak adekuat

1.      Hipotensi : efedrin 15 mg iv atau preventif pada m. deltoideus 15 – 20 mg im
2.      Menggigil : pethidine 25 mg iv atau largactil 10 15 mg iv
3.      Kejang : pentotal 2-3 mg/kgBB iv atau diazepam 0,2 mg/kgBB iv
4.      Kesadaran menurun : bebaskan jalan nafas, infus kristaloid, beri O 2
5.      Sakit kepala : tidur terlentang, cairan, analgetik, epidural blood patch ( 5 – 20 cc ), pengikat perut / stagen.


RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU  Dr. Soeroto   Ngawi


PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITA

DIABETES MELLITUS ( DM )

Prosedur tetap


No. Dokumen

Tanggal terbit

Revisi ke

Pengertian




Kriteria diagnosis









Persiapan operasi









Diabetes melitus adalah ketidakmampuan metabolisme karbohidrat karena defisiensi aktifitas insulin ditandai dengan hiperglikemia dan glikosuria

1.      Kadar glukosa darah sewaktu ( plasma vena ) > 200 mg/dl atau
2.      Kadar glukosa darah puasa ( plasma vena )  > 126 md/dlatau
3.      Kadar glukosa plasma > 200 mg/dl pada 2 jam sesudah pembebanan glukosa 75 gram pada TTGO

 

DM terkontrol : gula darah 100 – 200 mg%

DM tak terkontrol: gula darah < 100 mg% atau > 300 mg%

·         Pemeriksaan gula darah berkala sebelum MRS
·         Penilaian keadaan metabolik, jantung, ginjal ( elektrolit, gula darah, kreatinin, BUN, protein urine, benda keton, EKG, faal hepar )
·         Diabetes melitus terkendali dengan OAD/diet, pembedahan kecil/sedang yang diperkirakan dapat intake peroral pasca bedah, tidak perlu konversi OAD ke insulin.
·         Kadar gula darah pra bedah dipertahankan antara 120 – 180 mg/dl ( sampel darah WB atau 140 mg/dl ( puasa ) dan 200 mg/dl ( 2 jam PP ) bila yang diperiksa plasma.
·         Untuk pasien dengan regimen insulin    :
§  Pada hari pembedahan infus D5% dengan kecepatan 100 – 150 ml / jam
§  Diberikan insulin ½ sampai 2/3 dosis yang biasa digunakan subkutan
§  Kadar gula darah diperiksa berkala setiap 4 jam selama pembedahan dan pasca bedah
§  Pasca bedah dini diberikan insulin ½ sampai 1/3 dosis sehari-hari.




























































Monitor

§  Tambahan insulin dapat diberikan setiap 4 – 6 jam bergantung pada hasil pemeriksaan kadar gula darah.
·         Gula darah 200 – 250 mg/dl      : Insulin 2 – 3 unit subkutan ( RI )
·         Gula darah 250 – 300 mg/dl      : Insulin 3 – 4 unit subkutan ( RI )
·         Gula darah 300 – 400 mg/dl      : Insulin 5 – 8 unit, periksa gula darah setelah 1 – 2jam
·         Gula darah > 400 mg/dl             : Insulin 10 unit, periksa gula darah setiap 1 jam

·         Premedikasi dengan histamin antagonis atau metokloperamide 10 mg terutama pada pasien gastroparesis, 1,5 jam sebelum induksi.

·         Tentukan urgensi operasi :
·         DM tidak terkontrol :
·         Elektif : tunda, terapi dulu
·         Emergensi : segera terapi :
·      Hipoglikemia : Dextrosa 5%
·      Hiperglikemia            :
·         Ketonuria  < +2 ® insulin loading dose 0,1 U/kgBB iv, lanjutkan drips 0,1 U/kg/jam sampai gula darah 250 mg%
·         Ketonuria > +2 ® insulin loading dose 0,3 U/kg iv, lanjutkan drips: 0,1 U/kg/jam
·         K+ 20 meq/jam
·         Atau sliding scale : tiap urine +1 ® beri reguler insulin 4 U

·      DM terkontrol            : dapat dilakukan operasi

·      Rehidrasi


Tekanan darah, Nadi, EKG, Saturasi O2 , Gula darah,Urine Output









Tehnik Anestesi








Komplikasi pasca anestesi


1.      Regional Anestesi

2.      General Anestesi:
·         Premedikasi           : atropine ( kecuali IHD ) dan benzodiasepin
·         Induksi                  : Penthotal dan atracurium
·         Maintenance          : N2 O, O2 , atracurium dan isoflurane

·         Hipo /hiperglikemia
·         Iskemi / infark miokard
·         Coma persisten



RSU
Dr. SOEROTO
N G A W I

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU     Dr. Soeroto  Ngawi


PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITA

PRE-EKLAMPSIA & EKLAMPSIA

Prosedur tetap


No. Dokumen

Tanggal terbit

Revisi ke

Kriteria diagnose


















Problem

Persiapan Operasi




Preeklampsia
·         Kehamilan > 20 minggu
·         Tekanan distolik > 110 mmHg pada wanita dengan tekanan darah yang normal sebelumnya
·         Proteinuria
·         Oedema
Pre eklampsia berat
Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg saat istirahat atau sistolik > 140 mmHg atau diastolik > 90 mmHg yang disertai keadaan sebagai berikut :
·         Proteinuria >5 g/24 jam atau urine dipstick 3+ / 4+
·         Oliguria : < 30 ml /jam selama 3 jam berturut-turut
·         Gejala sistemik : edema paru, nyeri kuadran kanan atas, gangguan fungsi hepar, sakit kepala, pandangan kabur atau trombocitopenia

Hipovolemia, vasokontriksi  ® hipertensi , edema

1.      Atasi hipertensi :
a.         Hidralazine : 2.5 – 5 mg iv  lambat setiap 15 – 20 menit dalam 3 dosis. Sampai diastolic < 110 mmHg.
b.        Labetolol : 20 mg iv kemudian dititrasi setiap 10 -  15 menit
2.      Cegah kejang : MgSO4 ® dosis awal 4 – 6 g iv diikuti drips 1- 2 g/jam , cek kadar Mg setiap 2 – 4 jam kadar harus 4 – 7 meq/L. Diberikan jika diastolic > 100 mmHg disertai tanda impending seizure ® visual blurring, scotomata, dan hiperrefleksia. Antidotum MgSO4 : CaCl2 10%  10 ml
3.      Oksigen  : untuk mempertahankan PaO2 > 70 torr dan saturasi > 94%
4.      Perbaiki sirkulasi organ vital
5.      Koreksi : hipoalbumin, elektrolit, asidosis


Tehnik anestesi













Monitor



1.      Regional anestesi : terpilih epidural anestesi ® memperbaiki renal dan uteroplacental blood flow, kontrol tekanan darah ibu lebih mudah, membantu stabilitas cardiac output

2.      General anestesi  : Rapid induction
·           Indikasi          : eklampsia dengan kejang tak terkontrol
·           Premedikasi   : atropine 0,01 mg/kg
·           Induksi           : penthotal 3mg/kg iv, succinilkolin 1-1,5 mg/kgiv
·           Maitenance    : N2O, O2, enflurane, dan atracurium

CVA, DIC, gagal ginjal, gagal jantung


Post  operasi dilakukan observasi di ruang perawatan intensif (  ICU )



RSU
Dr. SOEROTO
N G A W I

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU  Dr. Soeroto Ngawi


PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITA

HIPERTENSI

Prosedur tetap


No. Dokumen

Tanggal terbit

Revisi ke


Kriteria diagnose





Prosedur








Persiapan Operasi







Tehnik anestesi

Derajat hipertensi menurut standart WHO
1.      Ringan                               : diastole 90 – 105 mmHg
2.      Sedang                              : diastole 105 – 115 mmHg
3.      Berat                                 : diastole > 115 mmHg
4.      Hipertensi maligna            : diastole > 130 mmHg

Sebelum operasi tentukan Urgency operasi            :
  1. Elektif             : tunda, terapi dulu sampai tensi < 160/100 mmHg
  2. Emergency     : segera terapi preoperasi
·         Diuretika
·         Hidralazine : 5 mg iv, total 20 mg
·         Nifedipin sublingual
·         Nitropruside : 10 – 100 mg/mnt

1.      Terapi hipertensi diteruskan menjelang praoperasi
2.      Rehidrasi, bila terdapat dehidrasi
3.      Koreksi bila ada gangguan : elektrolit, asam basa, ureum, kreatinin
4.      Atasi komplikasi
5.        Periksa : EKG, foto thorak, Laboratorium ( elektrolit, asam basa, ureum,kreatinin, gula darah,kolesterol )

·           Premedikasi  :

Midazolam 0,07 mg/kg im setengah jam sebelum operasi atau dengan neurolep analgesia : droperidol 0,1 – 0,15 mg/kgiv + pethidin 1 mg/kg iv atau fentanil 1-2ug/kg iv.


















Monitor


Komplikasi pasca anestesi




1.      General anestesi            :
§  Induksi                        : pentotal 4 – 5mg/kg iv atau propofol 2 – 2,5 mg/kg iv
§  Pelumpuh otot             : suksinilkolin 1 – 1,5 mg/kg iv, atrakurium 0,5mg/kgiv, vecuronium 0,1 mg/kg iv atau rokuronium 0,6 mg/kg iv
§  Lidokain 2% 1,5 mg/kg iv atau fentanil1 – 2 ug/kg iv
§  Rumatan anestesi        : N2O, O2 , isoflurane/sevoflurane, atrakurium / vecuronium

2.      Regional Anestesi :
 Dapat dilakukan sebelumnya di loading cairan dahulu 10 – 15 cc/kg bb. Hindari spinal anestesi ® dapat terjadi herniasi otak karena kebocoran LCS akibat peningkatan TIK

 

Tekanan darah, Nadi, EKG,produksi urine, dan perdarahan




1.      Kardiovaskuler   : CAD, LVH, CHF, Dysritmia
2.      Renovaskuler       : Renal insuffisiensi
3.      Neurovaskuler     : gangguan neurologis, stroke





RSU
Dr. SOEROTO
N G A W I

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU  Dr. Soeroto Ngawi

PENATALAKSANAAN ANESTHESI PADA PENDERITA

GANGGUAN FUNGSI HATI

Prosedur tetap


No. Dokumen

Tanggal terbit

Revisi ke


Persiapan pre operasi




















Persiapan Operasi





Pemeriksaan pre operasi      :
1.         EKG
2.         Foto thorak
3.         BGA
4.         Laboratorium  :
·         Homeostasis glukosa         : gula darah
·         Metabolisme bilirubin       : bilirubin
·         Sintesa protein                  : Albumin
·         Sintesa protrombine          : jumlah protrombin dan protrombin time
·         Liver function test                        : SGOT, SGPT, LDH, alkaliphospatase
·         Darah                                : Hb, lekosit, diff count, CT,  BT
·         Auto antigen                     : HbSAg
·         Fungsi ginjal                      : Ureum, creatinin, dan elektrolit
Koreksi bila terdapat            :
·           Hipoglikemia             : beri dextrose 5%
·           Hiperbilirubinemia     : bila > 20 mg% berikan manitol 20% : 0,25 - 1 g/kg per drips sampai diuresis > 50 ml/jam
·           Hipoalbuminemia       : bila < 3 g%  berikan albumin 25%
·           Drfisiensi protrombin : vit  K injeksi 10 – 20 mg im tiap 6 jam
·           Gangguan elektrolit
·           Gangguan asam basa
·           Ureum creatinin meninggi : dialisa














Tehnik anestesi
















Monitor


Komplikasi

Atasi   :
·           Ascites                                   : diuretika atau parasintesis
·           Perdarahan GIT bagian atas  : endoskopi
·           Anemia                                  : transfusi
·           Terapi kortikosteroid             : berikan hidrokortison


1.         Regional anestesi            : Jika tidak terdapat gangguan koagulasi

2.         General anestesi             :
·         Hindari            : obat depresi HBF ( hepatic blood flow ) hepatotoksik, obat yang di metabolisme dan ekskresi oleh hepar
·         Hindari            : succinilkolin, karena defisiensi kolinesterase
·         Hindari            : Halotan ® hepatotoksik
·         Premedikasi     : atropin, benzodiasepin
·         Induksi            : Ketamine 1 mg/kg iv dan atracurium 0,5mg/kg iv
·         Maintenance    : Ketamin drips, O2 , atracurium

 

Tekanan darah, Nadi, EKG, dan urine out put



Hepatorenal syndrome, enchepalopati, hipoglikemia





RSU
Dr. SOEROTO
N G A W I

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU  Dr. Soeroto Ngawi


PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITA

DENGAN LAMBUNG PENUH

Prosedur tetap


No. Dokumen

Tanggal terbit

Revisi ke


Problem






Persiapan pre operasi


Tehnik anestesi

1.      Aspirasi isi lambung
2.      Dapat terjadi Mendelsons syndrome        : pH< 2,5 dan volume > 0,4ml/kg
3.      Particulate material dapat menyebabkan obstruksi jalan nafas


1.      Pasang nasogastric tube
2.      Berikan H2 antagonis: simetidin 300mg iv


1.      Regional anestesi
2.      General anestesi  :  Rapid induction atau awake intubation. Ekstubasi harus sadar penuh

Tehnik rapid induction         :
  1. Pre oksigenasi : 3 – 5 menit , flow 7 liter/mnt
  2. Prekurarisasi    : dengan non depolarisasi muscle relaksan
  3. Induksi            : setelah tertidur lakukan cricoid pressure ( sellick’s manuver )
  4. Suksinilkolin 1 – 1,5 mg/kg iv dan jangan diinflasi
  5. Intubasi, setelah terpasang ETT cricoid pressure dihentikan.





RSU
Dr. SOEROTO
N G A W I

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU  Dr. Soeroto Ngawi


PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA PENDERITA

HYPERTHYROID

Prosedur tetap


No. Dokumen

Tanggal terbit

Revisi ke


Problem
























Persiapan pre operasi



Thyroid krisis akibat  :
1.      Pembedahan     : insisi , manipulasi
2.      Medikal             : stress psikis, agent anestesi volatil, ketoasidosis, toksemia.
Gejala krisis tiroid  :
1.      Hipermetabolik  : suhu > 390 C , keringat berlebihan
2.      Cardiovaskuler   : takikardi,  disritmia
3.      Respirasi             : hiperventilasi
4.      Neurologi            : gelisah, kejang
5.      Gastrointestinal  : mual, muntah, diare

ELEKTIF
1.      Tunda dan terapi sampai euthyroid dengan :
·         PTU   :  initial dose 75 -  200 mg peros tiap 8 jam, kemudian 30 – 100 mg tiap 6 – 8 jam
·         Lugol : 2 – 6 tetes 4 kali sehari peros
·         Propanolol  : 10 – 60 mg 3 kali sehari per os
EMERGENCY
Segera terapi dengan     :
·         Na iodida   : 1-2 gram iv drips, hambat sekresi hormon
·         Reserpin    : 2,5 mg im, kurangi efek hormon terhadap target organ/ simpatolitik
·         Hidrokortison : 100-300 mg iv, dapat diulang sampai total 0,1 mg/kg sampai HR < 90/mnt

      1.            Koreksi hipertiroid
      2.            Rehidrasi
      3.            Turunkan suhu
      4.            Koreksi  : elektrolit, asam basa











Tehnik anestesi







Monitor

Komplikasi

Pemeriksaan pre operasi
      1.            Jalan nafas
      2.            Laboratorium rutin
      3.            Foto ontgen leher
      4.            Thyroid function test  : T3 ,  T4 dan TSH

Operasi non thyroid    :
·         Regional atau Deep GETA

Operasi Thyroid   :
·         Premedikasi   : cegah takikardi
·         Induksi           : penthotal
·         Maintanance  : N2O, O2, Atracurium, Isoflurane
Tekanan darah, nadi, EKG, saturasi O2, temperatur

      1.            Nervus laringeal terputus è trakeomalasia èperlu trakeostomi
      2.            Glandula parathyroid terangkat è hipokalsemia è terapi Ca glukonas 10% 10-30ml
      3.            Krisis tiroid




























RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU         Dr. Soeroto Ngawi


PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA SECTIO CAESARIA


Prosedur tetap


No. Dokumen

Tanggal terbit

Revisi ke



Monitor



Komplikasi

1.      Monitor tekanan darah setiap 3 menit
2.      Respirasi dan nadi
3.      Tinggi blok

Komplikasi yang sering terjadi :
1.      Total blok spinal è dilakukan monitoring tinggi blok secara baik
2.      Blok gagal / parsial è dilanjutkan atau di kombinasi dengan general anestesi
3.      Nyeri kepala hebat ( PDPH ) è dilakukan penyuntikan blood patch

ANESTESI UMUM :
1.      Prosedur sama seperti penatalaksanaan anestesi umum dengan mempertimbangkan dua kehidupan yang harus diselamatkan
2.      Pemberian obat yang cenderung mempengaruhi janin diberikan setelah bayi lahir.






















 Selengkapnya klik disini





RSU
Dr. SOEROTO
NGAWI

INSTALASI
ANESTESI

Disahkan oleh :

Direktur RSU         Dr. Soeroto Ngawi


PENATALAKSANAAN ANESTESI PADA TINDAKAN KURET / LAPARASKOPI PADA MOW

Prosedur tetap


No. Dokumen

Tanggal terbit

Revisi ke

 

Popular Posts

Komentar anda

About Me