By Didi Supriadi (Mantri DD).
Sehubungan dengan analisa sy yg berkaitan dg PRMNKS 519, ada keraguan dalam hati sy janggan2 sy ngawur !, komen sy dpt berdampak timbulnya kegelisahan, rasa takut, dan rasa tidak nyaman sejawat PA seantero Nusantara dalam bekerja, namun keadaan itu juga yg sedang sy rasakan saat ini. Sy menyadari bicara hukum, itu sama saja dg orang buta yg komentar seekor gajah sesuai dg apa yg dipegangnya. Nah saat ini sy meyakini bahwa apa yg sy tahu ttg PRMNKS 519 spt bagian gajah yg sy pegang. Selama belum ada yg meluruskan atau yg mengkoreksi berarti apa yg sy tahu dan sy komentari adalah benar. Kepada sejawat PA yg merasa sama pandangannya atau berbeda mari kita diskusi, brain storming, curah pendapat, musyawaroh, mencari SOLUSI untuk dptkan SOLUNA.
Usulan 1.
Rencana bulan Februari kl tidak salah ada saresehan PRDTN dg IPAI untuk sosialisasi PRMNKS 519 (curiga sy), agar PA menjadi maklum akan keberadaan peraturan baru tsb. Usulan sy ada selang waktu di bln Januari DPP IPAI utk dpt mengadakan RAPIM dg pimpinan DPD2 mempersiapkan materi-materi krusial yg akan kita lobykan kpd PRDTN, (supaya IPAI siap bahan) antara lain pengusulan amandemen atau penambahan di PRMNKS 519 yg memuat pasal pengecualian yg isinya sbg payung hukum bagi PA dlm membius dll. Karena perlindungan hukum adalah hak PA sbg tenaga kes. Ssi dg UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan Pasal 27 yg berbunyi :
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.
Usulan 2.
Bila PRMNKS 519 tidak dpt diganggu gugat, PRDTN (keukeuh gumeukeuh) tidak bergeming, jalur alternatifnya IPAI harus minta KEPMENKES tersendiri kpd MENKES, yg mengatur ttg izin praktek prwt anest, isinya normatif saja, cont’ spt KEPMENKES 123nya pny perawat, ada pasal pengecualian bahwa dalam kondisi darurat perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangannya. Bila MENKES tidak respon karena lebih takut oleh kepentingan PRDTN ketimbang kepentingan umum, maka langkah selanjutnya adalah ancaman mogok sehubungan dg kegagalan KEMENTRIAN dalam pemenuhan NAKES spt yg diamanatkan UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan Pasal 26 yg berbunyi :
(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan pelayanan kesehatan.
Pasal 32, ada relevansinya dan di ulang dg bunyi yg sama di pasal 85,
(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Yg ancamannya ada di pasal 190 ayat (1) dan (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 50
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan.
(2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat. Kalau dikasih alasan itu masih alot juga…
Usulan 3
Hentikan pelayanan Anestesi yg dilakukan scr mandiri oleh PA di seluruh Indonesia, hasut masyarakat/pejabat daerah setempat untuk melakukan Class Action (tuntutan bersama) yg ditujukan kpd PRDTN cq KEMENKES yg tidak sanggup/tidak dpt/lalai, dalam menunaikan tugas/kewajibannya untuk memberikan pelynn anest sbg HAK kpd masy. kerana mereka berani buat larangan, seharusnya sanggup memenuhi kewajibannya yg menjangkau pelosok daerah2. Sesuai amanat UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan pasal 4, 5, dan 6 yg bebunyi :
Pasal 4
(1) Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. kl masih dablegggqqqq juga....yah pasrah deh
Usulan 4
Tunggu mudah2an (amit-amit) ada diantara sejawat PA yg tersandung masalah terlebih dulu, akibat dilucutinya kewenangan dlm melakukan tind medic pembiusan, dan berurusan dg penegak hukum, baru deh kita ajukan judicial review ke MK pasal larangan perawat dlm melakukan tindakan medic sekalipun karena alasan darurat.
Kita tiru kasus yg terjadi pada seorang Mantri bernama Misran, beliau telah menjadi martir bagi seluruh perawat Indonesia karena telah berhasil membatalkan kewenangan Profesi ke-Farmasian dalam memonopoli pendistribusian dan pemberian obat2an, (persis monopoli tindakan bius oleh PRDTN), dan hasil dari uji materi di MK itu profesi Dokterpun malah yg paling menikmatinya, karena boleh memberikan terapi tanpa melalui jalur apotik atau tenaga Farmasi. Sebab ketentuan pidana UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan Pasal 198 sudah tidak mengikat atau tidak berlaku lagi :
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal ini batal demi hukum
Demikianlah 4 usulan dari seorang PA, mudah2an ada beberapa usulan lagi dari sekian banyak PA di Indonesia, bravo IPAI…
Posted in anestesi, efek, gawat darurat, indonesia, keperawatan, kepmenkes, kesehatan, penatalaksanaan, perawat, praktek kedokteran, profesional
Usulan Solusi menyikapi PMK 519