Serba-serbi

Horace Wells (1815-1895): Awal Penggunaan Gas Ketawa Sebagai Anestetik

Untuk menghilangkan rasa sakit selama operasi bedah, dokter biasanya menggunakan obat pemati rasa (anestetik). Salah satu anestetik yang sering digunakan adalah gas dinitrogen monoksida. Gas yang ditemukan Joseph Priestley ini disebut juga gas ketawa karena dapat menyebabkan orang yang menghirupnya tertawa terbahak-bahak.
A patient has a tooth pulled. In the mid-184os Americans Horace Wells and W.T.G. Morton used the first general anesthesia for tooth extraction—a mixture of nitrous oxide, or "laughing gas," and ether. (inset: Dr. Horace Wells)
A patient has a tooth pulled. In the mid-184os Americans Horace Wells and W.T.G. Morton used the first general anesthesia for tooth extraction—a mixture of nitrous oxide, or "laughing gas," and ether. (inset: Dr. Horace Wells)http://www.doktertomi.com/2009/06/19/horace-wells-1815-1895-awal-penggunaan-gas-ketawa-sebagai-anestetik/
Pada mulanya, gas ketawa hanya digunakan sebagai alat untuk menghibur dalam suatu pertunjukan. Revolusi penggunaan gas ketawa dari sekedar alat hiburan menjadi obat pemati rasa bermula dari peristiwa pada 10 Desember 1844. Pada tanggal tersebut, seorang dokter gigi bernama Horace Wells beserta istrinya sedang menonton pertunjukan gas ketawa. Pertunjukan yang dipandu Quincy Colton tersebut mendemonstrasikan efek dari gas ketawa. Colton meminta beberapa penonton untuk menghirup gas ketawa. Samuel Cooley, salah seorang yang ikut menghirup gas ketawa menunjukkan perilaku aneh. Perilaku Cooley menjadi kasar. Ia dan penonton lainnya berkelahi hingga babak belur. Akibat perkelahian itu, Cooley menjadi terluka dan tubuhnya penuh dengan darah. Meskipun demikian, Cooley tidak merasa sakit. Ia baru merasakan sakit setelah pengaruh gas ketawa habis.
Kejadian tersebut rupanya menginspirasi Wells untuk menggunakan gas ketawa dalam operasi pencabutan gigi. Pada saat itu, pencabutan gigi sangat menyakitkan. Menurut pemikiran Wells, jika gas ketawa dapat membuat orang tahan terhadap sakit yang dideritanya seperti yang dialami Colley, hal yang sama juga mungkin akan dirasakan pasiennya seandainya mereka diberikan gas ketawa.
Horace Wells tidak menunggu waktu untuk menguji dugaannya. Keesokan harinya, ia meminta rekan kerjanya, yaitu dokter John Riggs untuk mencabut gigi gerahamnya yang telah membusuk. Sebelumnya, Wells menghirup gas ketawa yang diperolehnya dari Colton. Begitu Wells tidak sadarkan diri, dokter Riggs segera mencabut gigi. Operasi berjalan lancar. Pengaruh gas ketawa yang dihirup Wells habis seiring berakhirnya operasi. Wells mengaku bahwa ia tidak merasakan sakit selama operasi. Wells kemudian meminta Colton untuk mengajarinya cara membuat dan menggunakan gas ketawa.
Dicemooh
Wells kemudian mempunyai ide untuk menyebarluaskan penemuannya kepada khalayak. Semangat Wells semakin menggebu setelah bertemu dengan mantan muridnya, William Morton. Morton menganjurkan Wells agar mendemonstrasikan penggunaan gas ketawa dalam operasi pencabutan gigi di tempat umum.
Pada Januari 1845 sesuai dengan rencana, demontrasi pun dilakukan di Harvard Medical School di Boston. Demontrasi tersebut menarik sebagian besar siswa untuk menghadirinya. Salah seorang pengunjung bersedia untuk menjadi kelinci percobaan Wells. Ia lalu menghirup gas ketawa. Sayang, Wells gugup dan tidak sabar untuk segera mengetahui hasilnya. Ia mencabut gigi pada saat gas ketawa belum bekerja mematikan rasa. Alhasil si pasien menjerit kesakitan pada saat giginya dicabut. Demonstrasi Wells gagal total. Para pengunjung mencemooh Wells sebagai penipu.
Disanjung Masyarakat Paris
Mulanya Wells sempat putus asa karena demonstrasinya gagal. Rumah dan tempat praktik giginya di Hartford dijual. Namun, bukan berarti Wells menyerah begitu saja. Ia tetap yakin bahwa gas ketawa dapat digunakan sebagai obat pemati rasa dalam operasi pencabutan gigi. Wells kemudian berkeliling Eropa untuk memperkenalkan penggunaan gas ketawa sebagai zat anestetik sambil berharap banyak orang yang mempercayainya.
Ketika Wells berkunjung ke Paris, Organisasi Kedokteran Paris (Paris Medical Society) tertarik dengan demontrasinya. Berbeda dengan masyarakat Boston yang mencemoohnya, masyarakat Paris justru menyanjungnya. Gas ketawa digunakan para dokter gigi Paris sebagai obat pemati rasa dalam operasi pencabutan gigi. Tidak heran jika di Paris berdiri kokoh patung Horace Wells sebagai tanda penghargaan masyarakat Paris atas sumbangsih Wells.
Pada saat Wells merasa bahagia karena idenya diterima masyarakat Paris, ia kembali terluka. Pangkal masalahnya adalah surat William Morton yang mengabarkan bahwa ia berhasil menemukan eter sebagai anestetik pengganti gas ketawa. Wells sakit hati karena merasa idenya telah dicuri muridnya sendiri. Ia pun segera kembali ke New York. Masyarakat ternyata lebih mempercayai eter yang digunakan Morton sebagai anestetik dibandingkan gas ketawa. Wells semakin terpuruk tatkala mengetahui adanya penemuan kloroform sebagai anestetik. Dengan penemuan eter dan kloroform, penggunaan gas ketawa semakin dipandang sebelah mata.
Meninggal Bunuh Diri
Karena penasaran dengan khasiat kloroform sebagai anestetik, suatu hari pada bulan Januari 1848, Wells melakukan percobaan dengan menggunakan kloroform selama seminggu. Ia melakukannya sendiri. Akibat dari perbuatannya itu cukup mengerikan. Wells menjadi ketagihan dan lambat laun menjadi gila. Hingga suatu hari, dalam keadaan mabuk parah, Wells berlari ke jalanan dan menumpahkan asam sulfat yang mengenai dua orang wanita tuna susila. Atas tindakan brutalnya, ia dijebloskan ke penjara. Setelah sadar, Wells sangat menyesali tindakan bodohnya. Ia akhirnya putus asa dan mengakhiri hidupnya dengan cara bunuh diri pada 23 Januari 1848. Wells menghirup kloroform, kemudian menyayat nadinya dengan silet.
Sangat disayangkan, tokoh yang berjasa mengenalkan penggunaan obat bius dalam dunia kedokteran mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri. Horace Wells layak diberi penghargaan atas ide-ide cemerlangnya. Meskipun Horace Wells bukan penemu gas ketawa, dialah yang pertama kali menggunakan gas ketawa untuk tujuan medis. Pengakuan Wells sebagai penemu anestesi harus menunggu 18 tahun setelah kematiannya. Pada tahun 1864, Asosiasi Dokter Gigi Amerika Serikat memberikan penghargaan kepada Wells sebagai penemu anestesi. Empat tahun kemudian, Asosiasi Dokter Amerika mengikuti jejak Asosiasi Dokter Gigi Amerika Serikat dengan mengakui Wells sebagai penemu anestesi

=========================================================================
L M A



PENDAHULUAN

            Laryngeal Mask Airway (LMA) adalah suatu alat jalan nafas supraglotik yang dikembangkan oleh ahli anestesi British Dr. Archi Brain. Alat tersebut telah digunakan sejak tahun 1988. Pada awalnya dibuat untuk digunakan dalam kamar operasi sebagai metode ventilasi elektif, hal tersebut merupakan alternatif yang baik untuk bag-valve-mask ventilation, membebaskan tangan pekerja dengan keuntungan berkurangnya distensi gaster. Pada awalnya digunakan terutama di kamar operasi, sekarang ini LMA lebih banyak digunakan di tempat emergensi sebagai suatu alat asesoris yang penting dalam manajemen kesulitan jalan nafas.1


            Bentuk LMA seperti endotracheal tube yang besar pada ujung proksimal dan yang terhubung dengan masker pada ujung distal. Alat tersebut dibuat agar dapat ditempati pada hipofaring pasien dan melindungi struktur supraglotik, dengan demikian memungkinkan isolasi relatif dari trakhea.1

            LMA merupakan alat jalan nafas yang baik pada banyak keadaan, termasuk dikamar operasi, depertemen gawat darurat, dan perawatan diluar rumah sakit, karena alat mudah digunakan dan cepat ditempatkan, bahkan untuk pekerja yang tidak berpengalaman. Angka kesuksesan hampir mencapi 100% di kamar operasi, walaupun alat ini mungkin rendah fungsinya di situasi emergensi. Alat tersebut menghasilkan distensi gaster yang rendah dibandingkan dengan bag-valve-mask ventilation, dimana mengurangi namun tidak menghilangkan resiko aspirasi. Ini mungkin hal yang paling berhubungan pada pasien yang  tidak dipuasakan sebelum dilakukan ventilasi.1

Keuntungan LMA dibanding ETT adalah berkurangnya risiko stridor pasca operasi. Obstruksi saluran napas pasca operasi juga lebih sedikit. Tetapi cara ini memerlukan perhatian khusus seperti: 2

-       Selama anestesi anak harus bernapas spontan. Pemberian ventilasi tekanan positif akan meningkatkan risiko regurgitasi isi lambung terutama bila tahanan jalan napas besar dan volume paru rendah.

-       Pemasangan LMA akan sulit pada pasien dengan pembesaran tonsil.

-       LMA harus dilepaskan sebelum pasien sadar kembali. 2

Laryngeal mask digunakan dalam anestesi dan pada gawat darurat kedokteran untuk manajemen jalan nafas. Alat ini terdiri dari selang dengan balon yang dapat dipompa yang dimasukkan ke dalam faring. Ini menyebabkan nyeri dan batuk yang sedikit dibandingkan dengan endotracheal tube, dan lebih mudah untuk dimasukkan. Namun demikian, suatu LMA standard tidak memproteksi paru-paru dari aspirasi, membuat alat ini tidak sesuai untuk pasien terhadap resiko dari komplikasi ini.3







Gambar 1. Komponen Laryngeal Mask Airway.3










Gambar 2. Dorsal LMA yang menunjukkan posisi untuk anatomi faring.3








JENIS-JENIS DAN FUNGSI LMA





            Laryngeal mask airway terdapat beberapa tipe





LMA Classic dan LMA Unique


Diterbitkan pada tahun 1988, ini adalah bentuk revolusi manajemen jalan nafas dan alat tersebut sekarang digunakan sebagai standard praktek pada anestesi umum. Sukses digunakan pada jutaan pasien di seluruh dunia LMA Classic adalah alternatif aman tanpa menggunakan tangan untuk intubasi trakea.4


LMA Classic dapat digunakan untuk tempat yang lebih luas dari aplikasi sehari-hari dari anestesi umum untuk kegunaan emergensi atau sebagai alat resusitasi.4


Penggunaan LMA Classic (LMA Unique) sekali pakai juga digunakan di American Heart Association Guidelines 2000 untuk resusitasi kardiopulmonal dan unit gawat darurat jantung.vita


·         Cepat, insersi  tanpa laringoskop


·         Tidak memerlukan relaksan otot


·         Respon hemodinamik ringan


·         Aman, jalan nafas tanpa menggunakan bantuan tangan


·         Bentuknya halus dari anestesia


·         Minimal trauma untuk jaringan ikat dan dental.4


LMA Classic - The Original LMA AirwayLMA Classic. Image courtesy of LMA North America.


Gambar 3. LMA Classic.1,4























Ukuran

Pedoman Pasien

1

Neonatus / bayi > 5 kg

1,5

Bayi : 5-10 kg

2

Bayi / anak-anak 10-20 kg

2,5

Anak-anak 20-30 kg

3

Anak-anak 30-50 kg

4

Dewasa 50-70 kg

5

Dewasa 70-100 kg

6

Dewasa > 100 kg





LMA C Trach


            LMA C Trach dibuat untuk meningkatkan kesuksesan intubasi pada jalan nafas yang sulit. LMA C Trach mask memungkinkan adanya ventilasi selama percobaan intubasi dimana serat optik memberikan gambaran langsung dari laring dan gambaran waktu yang tepat dari ETT melewati plika vokalis.4


            LMA C Trach dapat dipasang persis sebagaimana LMA Fastrach. Namun demikian, tidak seperti LMA Fastrach,  jalan nafas aman dan pasien diventilasi, gambar dihidupkan, diletakkan pada penghubung magnetik dan gambar yang jelas dari laring diperlihatkan pada waktu bersamaan (langsung). Saat ETT memasuki trakea dapat dilihat. Saat pasien diintubasi, alat gambaran dipindahkan dan master diangkat meninggalkan ETT pada tempatnya.4


·         Beratnya kurang sari 8 ons


·         Wireless dan portable


·         Diindikasikan ETT dengan tanpa menunjuk suatu trauma adalah bentuk untuk masuk ke trakhea pada sudut yang tepat.


·         Muncul dengan dua bundel iberoptik pada bagian ujung distal selang, yang mana sumber cahaya yang optimal dan memungkinkan tidak adanya penghentian transmisi gambar untuk ditonton, sementara jalan nafas dilindungi dari obstruksi dan mengangkat epiglotis ke arah luar supaya ETT dapat masuk.


·         Lekukan selang jalan nafas anatomis.4




Gambar 4. LMA C Trach.4





LMA Fastrach


            Dibuat untuk resusitasi jantung paru dan sebagai antisipasi atau kesulitan jalan nafas yang tidak diduga, LMA Fastrach telah didisain untuk memfasilitasi intubasi buta tanpa menggerakkan kepala atau leher. Dengan LMA Fastrach selama percobaan intubasi ventilasi tetap dapat dilakukan.4


            Dipilih oleh tim emergensi dunia termasuk NASA karena mudah digunakan dan cepat, termasuk pada Difficult Airway Algorithms dari AHA dan ASA, LMA Fastrach kontribusinya telah menyelamatkan ribuan nyawa.4


·         Dibuat untuk antisipasi dan kesulitan jalan nafas yang tak diduga


·         Ideal untuk kendaraan emergensi dan ambulance


·         Didisain untuk dapat digunakan dengan cepat, intubasi buta


·         Digunakan untuk mengintubasi pasien yang sulit


·         Memungkinkan ventilasi selama percobaan intubasi


·         Volume rendah, tekana ETT rendah


·         Insersi dengan satu tangan tanpa menggerakkan kepala atau leher dari posisi netral.


·         Tersedia dalam bentuk sekali pakai dan ulangan.4


              LMA Fastrach Reusable 


LMA Fastrach. Image courtesy of LMA North America.


Gambar 5. LMA Fastrach.1,4





LMA Flexible


            LMA Flexible mempunyai kawat yang menguatkan selang yang menyebabkan LMA dapat diposisikan jauh dari daerah operasi sementara dapat dijaga dengan baik. Hal ini ideal untuk THT, mata, dan operasi gigi, atau prosedur lain dimana untuk akses ahli bedah dan ahli anestesi bekerja.4


·         Selang jalan nafas yang fleksibel memberikan akses yang luas untuk lapangan operasi


·         Perubahan fisiologinya minimal yang terjadi selama intubasi dan ekstubasi


·         Tekanan intrakranial tetap stabil


·         Masker tetap stabil tanpa menghiraukan posisi selang fleksibel


·         Terbukti tetap mempertahankan kekakuan walau dibengkokkan dengan ekstrem dan tidak bisa dirusak dengan himpitan kuat


·         Bisa digunakan untuk tonsilektomi menggunakan Boyle-Davies gag


·         Bentuk lembut untuk anestesi


·         Tersedia dalam bentuk sekali pakai dan ulangan.


·         Ukuran untuk LMA yang dapat dipakai berulang.4




Gambar 6. LMA Flexible yang dapat dipakai ulang.4











Ukuran

Pedoman Pasien

2

Bayi / anak 10-20 kg

2,5

Anak-anak 20-30 kg

3

Anak-anak 30-50 kg

4

Dewasa 50-70 kg

5

Dewasa 70-100 kg

6

Dewasa > 100 kg


 


·         Ukuran untuk LMA sekali pakai




Gambar 7. LMA Flexible sekali pakai.4








Ukuran

Pedoman Pasien

2,5

Anak-anak 20-30 kg

3

Anak-anak 30-50 kg

4

Dewasa 50-70 kg

5

Dewasa 70-100 kg





LMA ProSeal


LMA ProSeal adalah LMA yang paling serba guna. Double cuff dibuat agar memungkinkan mengikat tekan pada 30 cmH2O dan keberhasilan lebih besar.  Selang drainase makanan dan pernafasan dibuat terpisah. Bentuk ini dibuat bersama dengan selang jalan nafas fleksibel, memungkinkan waktu ventilasi yang lama dengan kerusakan minimal dinding posterior faring  oleh karena itu dikembangkan tipe prosedur dimana LMA dapat digunakan.4


·         Back cuff pada usuran dewasa memberikan peningkatan tekanan dengan tekanan mukosal yang ringan


·         Selang drainase memungkinkan komfirmasi klinis untuk mengkoreksi posisi masker


·         Selang drainase memberikan akses langsung ke isi perut


·         Dibuat untuk mencegah aspirasi dengan jalur keluar untuk regurgitasi yang tidak diduga


·         Saluran drainase mencegah peniupan ke lambung


·         Ideal untuk PPV dan ventilasi spontan


·         Sumbatan warna merah melindungi balon selama resterilisasi


·         Alat insersi yang memungkinkan insersi tanpa bantuan jari di dalam mulut pasien


·         Dengan jarak ukuran yang luas.4


LMA ProSeal image


Gambar 8. LMA ProSeal.4








Ukuran

Pedoman Pasien

Distribusi

1,5

Bayi : 5-10 kg

LAM ProSeal

2

Bayi / anak-anak 10-20 kg

LAM ProSeal

2,5

Anak-anak 20-30 kg

LAM ProSeal

3

Anak-anak 30-50 kg

LAM ProSeal

4

Dewasa 50-70 kg

LAM ProSeal

5

Dewasa 70-100 kg

LAM ProSeal

2

Ukuran 2

Introducer untuk LMA ProSeal 2

3,4,5

Ukuran 3/4/5

Introducer untuk LMA ProSeal 2

Pengempis balon untuk LAM ProSeal








LMA Supreme


            Laryngeal Mask Air Way Supreme (LMAS) adalah yang terbaru (2007), suatu alat sekali pakai untuk kemudahan insersi dan menguatkan tekanan yang lebih tinggi dibandingkan LMA lainnya dan memberikan akses untuk insersi selang nasogastrik.5


LMA Supreme merupakan gold standsard terbaru pada manejemen jalan nafas. Dibuatnya alat ini adalah inspirasi dengan membuat observasi selama dua dekade terhadap penggunaan LMA Classic, LMA Fastrach, dan LMA ProSeal di seluruh dunia. LMA Supreme merupakan solusi terbaik untuk masalah dengan yang mungkin terjadi ketika pernafasan pasien dipertaruhkan.4


·         LMA Supreme lebih dipercaya melebihi masker laring yang lain. Selang drainase akses gaster yang digabungkan saluran cairan dan gas dalam jarak aman dari jalan nafas. Beberapa contoh tes membuktikan keakuratan posisi.


·         Dilakukan tes yang hati-hati terhadap disain yang menghasilkan lengkungan ideal untuk kemudahan insersi. Masker sangat halus hingga mudah untuk koreksi penempatan.




Gambar 9. LMA Supreme.4











Ukuran

Pedoman Pasien

3

Anak-anak 30-50 kg

4

Dewasa 50-70 kg

5

Dewasa 70-100 kg


           


Tidak seperti endotracheal tube, suatu LMA tidak dapat memproteksi jalan nafas atau paru dari material regurgitasi, dan pengisapan dalam (subglotik) tidak dapat dilakukan melalui masker. Langkah-langkah untuk memperbaiki kemampuan LMA antara lain kemajuan baru-baru ini seperti saluran untuk pengosongan lambung (LMA ProSeal, LMA Supreme), dan modifikasi LMA untuk dapat memandu selang endotrakeal melewati selang gas respirasi ke dalam laring (ILMA-Intubating Layngeal Mask Airway), hal ini memproteksi pasien dari aspirasi isi lambung dengan balon pada ujung selang endotrakeal (LMA Fastrack, Cookgas Air-Q).3


            LMA dapat digunakan sebagai alternatif untuk intubasi trakhea pada tonsilektomi, septoplasti, dan bedah sinus endoskopik. Suatu penelitian oleh Ruby dkk membandingkan operasi tonsilektomi dan adenoidektomi elektif dengan LMA pada suatu kelompok dimana digunakan standard andotrakeal RAE. Mereka melaporkan bahwa pada kelompok LMA terjadi penurunan inseden aspirasi darah, episode spasme laring yang sangat jarang, batuk preoperasi jarang, kehilangan darah total kurang. Flexible LMA dengan dengan selang bertulang kawat yang menguatkannya dan dapat diposisikan ke sisi tanpa memindahkan balon digunakan pada prosedur ini.6


            Salah satu keuntungan LMA adalah insersi yang mudah. Laringoskop tidak dibutuhkan pada saat insersi untuk meminimalkan respon stres yang terjadi selama laringoskopi. Penambahan relaksan otot tidak dibutuhkan untuk memesang LMA. Ini untuk menghindari penggunaan succinylcholine, yang dapat menyebabkan mialgia pasca operasi. Tidak memakai laringoskopi juga mengurangi resiko trauma jalan nafas dan kerusakan pada bibir, gigi, gusi, atau faring. Menyebabkan berkurangnya frekuensi nyeri tenggorokan dengan LMA kira-kira 10%, dibandingkan dengan 47% pada pasien-pasien dengan yang menggunakan intubasi endotrakheal. Diketahui juga bahwa intubasi endotrakheal dapat menyebabkan perubahan epitel plika vokalis yang menghasilkan perubahan suara. LMA sangat baik digunakan pada pasien-pasien yang menggunakan suaranya secara profesional.6


            LMA bertoleransi baik pada tingkat tinggi anestesi pada pasien yang batuk atau bergerak akibat respon selang endotrakeal. Alat ini membuat pasien lebih cepat bangun dari pada yang bisa dicapai ketika menggunakan selang endotrakeal. Tingkat penyembuhan dari anestesi telah ditunjukkan menjadi faktor penting kepuasan pasien bedah rawat jalan. Bangun yang cepat juga akan menghasilkan pengurangan biaya dari efesiensi penggunaan ruang operasi.6














INDIKASI PEMAKAIAN LMA





Pemasangan Ventilasi Elektif


·         LMA merupakan alternatif yang pantas untuk masker anestesi dalam ruang operasi.


·         Sering digunakan untuk prosedur singkat ketika intubasi endotrakeal tidak dibutuhkan.1





Kesulitan Jalan Nafas


·         Setelah intubasi gagal, LMA dapat digunakan sebagai alat penyelamat.


·         Pada kasus pasien yang tidak dapat diintubasi tapi bisa diventilasi, LMA adalah alternatif yang baik untuk melanjutkan bag-valve-mask ventilation karena LMA mudah untuk dipertahankan dari waktu ke waktu dan LMA telah menunjukkan penurunan batuk yang tidak hilang, resiko operasi.


·         Pada kasus pasien yang tidak dapat diintubasi atau diventilasi, pembedahan jalan nafas diindikasikan dan jangan ditunda. Namun demikian, jika LMA ada di tangan, dapat dicoba dengan cepat, sementara asisten secara bersamaan mempersiapkan krikotirotomi.1





Cardiac Arrest


·         American Heart Association guidelines tahun 2005 mengindikasikan LMA sebagai alternatif yang cocok untuk intubasi manajemen jalan nafas pada pasien cardiac arrest (kelas IIa).


·         Terutama sekali berguna pada keadaan prehospital, dimana tehnisi gawat darurat mempunyai pengalaman kurang untuk intubasi dan angka kesuksesan yang rendah.1





Saluran Untuk Intubasi


·         LMA dapat digunakan sebagai suatu pipa / saluran intubasi, terutama ketika laringoskopi langsung tidak berguna.


·         Suatu ETT dapat dilewati secara langsung melalui LMA atau ILMA. Intubasi juga dapat dibantu oleh bougie atau lingkup serat optik.1





Manajemen Jalan Nafas Prehospital


·         LMA berguna pada keadaan prehospital tidak hanya pada pasien-pasien dengan cardic arrest tapi juga untuk menejemen kesulitan jalan nafas.


·         Pada pasien-pasien didalam memposisikan atau pelepasan yang lama tidak diizinkan untuk intubasi endotrakeal, LMA dapat dimasukkan dan memberikan kesuksesan manajemen jalan nafas sampai jalan nafas yang pasti dapat dibuat.1





Anak-Anak




  • LMA dapat digunakan pada anak-anak.1








KONTRAINDIKASI LMA





Kontra Indikasi Absolut


·         Tidak dapat membuka mulut


·         Obstruksi komplit jalan nafas atas.1





Kontra Indikasi Relatif


·         Meningkatkan resiko aspirasi


o   bag-valve-mask ventilation yang memanjang


o   obesitas yang tidak wajar


o   kehamilan trimester kedua atau ketiga


o   pasien yang tidak berpuasa sebelum ventilasi


o   perdarah gastrointestinal atas


·         Kecurigaan atau abnormalitas anatomi supraglotik yang diketahui


·         Membutuhkan tekanan jalan nafas yang tinggi (pada semua LMA, namun LMA ProSeal tidak dapat melebihi 20 mmH2O untuk ventilasi yang efektif).1


                          





CARA MENGGUNAKAN


           


Balon masker dikempiskan terlebih dahulu sebelum diinsersi dan dilubrikasi. Pasien diberikan sedasi atau zat anestesi penuh jika sadar, leher ekstensif dan mulut dibuka lebar.3


            Sama seperti ETT, LMA digunakan untuk prosedur pada posisi pembedahan selain dari supine, walaupun praktek anestesi di Amerika Serikat sebagian besar terbatas LMA juga digunakan juga pada posisi supine. Ahli anestesi Eropa melaporkan bahwa LMA sering digunakan pada posisi lateral dan bahkan pada posisi tiarap.3


            LMA tidak boleh disterilisasi dengan glutaraldehyde (CIDEX). Dapat kembali digunakan setelah 40 kali disterilisasi dengan autoclave yang cocok. Kemungkinan dapat terjadi perubahan transmisi lamban penyakit virus dengan pemakian LMA. Oleh karena itu penggunaan LMA sekali pakai sangat disarankan.3





Anestesia


·         Sedasi


o   Insersi LMA dimudahkan dengan sedasi.


o   Propofol (Diprivan) atau midazolam merupakan pilihan yang dapat  diterima.


o   Untuk ventilasi elektif pada ruang operasi, diperlukan penggunaan anestesi yang rendah untuk insersi dan maintenance LMA dari untuk ETT.


o   Pada keadaan darurat, pasien sering kali tidak sadar, dan untuk selanjutnya sedasi tidak diperlukan untuk insersi LMA.


o   Resiko tidak adekuatnya sedasi dapat terjadinya spasme laring.


·         Paralisis tidak diperlukan untuk insersi LMA dan maintenance.


·         Bergerak dan batuk membuka insersi terutama sekali harus dihindarkan pada pasien dengan resiko cedera vertebre servical, anestesi yang adekuat sangat penting pada pasien ini.


·         Anak-anak membutuhkan anestesi yang dalam.1


·          




Gambar 10. Jika pasien memerlukan sedasi, berikan propofl dengan dosis 2,5 mg/kg/BB.7





Peralatan


·         Laryngeal Mask Airway


·         Gel yang dapat larut untuk lubrikasi


·         Spuit 20 cc


·         Bag-valve mask


·         Sumber oksigen


·         Alat Yankauer suction


·         Pendeteksi End-tidal carbon dioxide (ET CO2)


·         Propofol 10 mg/cc dalam spuit 20 cc.


·         Alat untuk intubasi dan set krikotirodotomi.1,7






Gambar 11. Beberapa peralatan yang dipersiapkan.7





Posisi




  • Posisi kepala yang optimal untuk insersi LMA adalah posisi mencium.
  • Posisi kepala yang optimal untuk insersi intubating laryngeal mask airway (ILMA) adalah posisi netral.1







Gambar 12. Dengan tangan kiri, kepala diekstensikan dan dagu fleksi (“sniffing” position). Dengan sisi jalan nafas dari masker diorientasikan kedepan, pegang LMA seperti pena, dan masukkan LMA melawan palatum mole sampai pada batas jari telunjuk.7














Tehnik


Persiapan


·         Preoksigenasi pasien dengan aksigen 100% melalui suatu nonrebreather mask, pada waktunya.


·         Pilih ukuran LMA yang sesuai.


·         Periksa kebocoran manset/balon LMA.


·         Kempiskan balon LMA secara sempurna hingga melawan permukaan yang datar.


·         Gunakan banyak cairan lubrikasi yang larut pada permukaan posterior masker.1




Gambar 13. Pengempesan LMA dan lubrikasi hanya pada bagian posterior.7


·         Berikan sedasi jika ada indikasi.


·         Posisikan pasien.1






Gambar 14. Preoksigenasi pasien.7





Penekanan krikoid


·         Penekanan pada krikoid mengurangi kuat resiko aspirasi dan dipertahankan, terutama pada pasien yang tidak puasa, sampai jalan nafas aman.


·         Mengurangi tingkat kesuksesan insersi, namun demikian, telah dilihat dengan aplikasi penekanan krikoid.


·         Penekanan pada krikoid mungkin perlu dibebaskan untuk memposisikan LMA dengan baik.1





Insersi LMA


·        Pegang LMA seperti memegang pensil, dengan jari telunjuk tangan yang dominan pada sambungan masker dan selang.1


Insertion of the LMA.


Gambar 15. Insersi LMA.1




  • Pasang LMA sepanjang langit-langit mulut, tekan kembali melawan palatum kemudian dimajukan kearah hipofaring. Ini mencegah ujungnya dari melipat ke atas dengan sendirinya dan mengurangi interfensi dari lidah.1


Insertion of the LMA.


Gambar 16. Insersi LMA.1




  • Majukan dengan tekanan yang lembut sampai bertemu dengan tahanan.
  • Jika dibutuhkan, lanjutkan tekanan pada selang dengan tangan yang tidak dominan untuk memajukan LMA hingga pada posisi yang tepat.
  • Setelah berada ditempatnya, pompa balon tanpa menahan LMA untuk membiarkan LMA memperoleh posisinya yang natural.
  • Sekitar 8 cm selang menonjol keluar dari mulut pasien.1





Insersi intubasi LMA




  • Tahan ILMA dengan pegangannya.
  • Masukkan masker ke dalam mulut pasien dan tekan kembali melawan palatum mole.1


Insertion of the ILMA.


Gambar 17. Insersi ILMA.1


·         Pasang masker ke belakang, mengikuti lengkungan selang.


·         Putarkan ILMA ke dalam tempatnya.


·         Pompa balon seperti pada LMA.1





Insersi LMA ProSeal




  • Masukkan model ini seperti LMA orginal atau bubuhkan pada suatu tangkai insersi yang kaku dan masukkan seperti pada ILMA.
  • Suatu metode lain adalah dengan menggunakan suatu bougi dengan menempatkannya ke dalam selang drainase dan lewati dengan hati-hati ke dalam esophagus melalui laringoskop langsung.
  • Masukkan ProSeal diatas bougi ke dalam posisinya.1





Komfirmasi penempatan




  • Komfirmasi posisi LMA dengan auskultasi bilateral suara pernafasan dan tidak ada suara di epigastrium, observasi naiknya dada dengan ventilasi, dan pasang ETCO2 untuk melihat perubahan.
  • Pastikan bahwa garis hitam vertikal pada selang berada pada garis tengah pasien.
  • Nilai kemampuan untuk menghasilkan tekanan diatas 20 cmH2O adanya kebocoran.1





Intubasi melaui LMA dan ILMA




  • Intubasi melalui intubasi LMA seperti LMA Fastrach menghasilkan tingkat kesuksesan yang tinggi ketimbang intubasi melalui LMA standard (kira-kira 95% dan 80%).
  • LMA Classic dan LMA Unique batasi ukuran endotracheal tube (ETT) yang bisa dilewati. ETT A 6. 0 dapat melalui LMA ukuran 3 dan 4. LMA ukuran 5 dan 6 memuat ETT di atas 7.0.
  • Periksa ETT dan lubrikasi dengan baik.
  • Masukkan ETT melalui lumen selang LMA ke dalam trakhea sampai intubasi komplit.
  • Komfirmasi letaknya.1




Gambar 18. Intubasi melalui ILMA.1







  • Suatu bougi atau bidang serat optik dapat digunakan untuk menolong intubasi.
  • ETT dimasukkan dengan LMA Fastrach, namun standard ETT juga bisa digunakan.
  • Ketika pasien telah diintubasi, LMA dapat diangkat dengan mengempeskan balon dan lewati di selang dengan menggunakan tangkai pengstabil.1


Removing the ILMA after intubation.


Gambar 19. Pengangkatan LMA setelah intubasi.1


Removing the ILMA after intubation.


Gambar 20. Pengangkatan ILMA setelah intubasi.1


Intubation complete.


Gambar 21. Intubasi selesai.1


       





KOMPLIKASI


            Jarang komplikasi yang terjadi karena disebabkan insersi Laryngeal Mask Airway (LMA) dalam ruang operasi. Rata-rata komplikasi adalah 0,15% pada suatu penelitian yang besar, namun rata-rata sepertinya meningkat pada situasi darurat. Beberapa komplikasinya antara lain:


·         Aspirasi isi lambung.


·         Iritasi lokal.


·         Trauma jalan nafas atas.


o   Obstruksi.


o   Spasme laring.


·         Respon simpatik ringan.


·         Komplikasi yang berhubungan dengan penempatan yang tidak tepat.


·         Kompliasi yang berhubungan dengan tekanan positif ventilasi.


o   Edema pulmonum.


o   Bronkokntriksi.1

=======================================================================================================
William Thomas Green Morton (lahir 9 Agustus 1819 – meninggal 15 Juli 1868 pada umur 48 tahun) bertanggung jawab atas pertunjukan umum pertama yang berhasil untuk eter sebagai anestesi penghirupan. Banyak orang yang menganggapnya "penemu dan pengungkap" anestesi. Namun, ia bukan orang pertama yang menggunakan eter untuk anestesi pembedahan - Crawford Williamson Long menggunakan eter beberapa tahun sebelumnya namun tak menerbitkan atau memopulerkan pemakaiannya hingga pertunjukan umum Morton. Kepandaian Morton ialah faktor kunci dalam pencarian medis dan ilmiah yang kini kita sebut anestesiologi dan memungkinkan pengembangan pembedahan modern.
Lahir di Charlton, Massachusetts, awalnya William Morton seorang dokter gigi. OrTunya ialah Edward J. Morton dand Alice T. Holtorf. Ia belajar dengan Horace Wells di Hartford, Connecticut. 2 tahun kemudian menjadi mitra. Morton memutuskan meninggalkan profesinya sebagai dokter gigi untuk belajar kedokteran di Harvard.
Pada 30 September 1846, Morton mempertunjukkan pencabutan gigi tanpa rasa sakit setelah meyuntikkan eter kepada pasien. Prosedur ini menimbulkan penyusunan demonstrasi 16 Oktober 1846 yang kini terkenal di Rumah Sakit Umum Massachusetts. Pada pertunjukan ini Dr. John Collins Warren menghilangkan tumor dari leher Tn. Abbott tanpa rasa sakit. Menyusul demonstrasi ini Morton mencoba menyembunyikan identitas bahan yang telah dihirup Abbott (eter). Ia menyebutnya sebagai "letheon". Ia cenderung mempatenkan bahan itu dan mendapatkan keuntungan dari menggunakannya. Namun dengan cepat “letheon” dikenal sebagai eter, dan ini terjadi setelah digunakan di Amerika Serikat dan Eropa. Morton menerima paten untuk eter di AS namun tak pernah menerima royalti apapun.
Film Paramount Pictures tahun 1944 "The Great Moment", ditulis/disutradarai oleh Preston Sturges, dibuat berdasarkan kehidupan W. T. G. Morton

=========================================================================================================

Sejarah liposuction (sedotlemak) di dunia.
Liposuction ditemukan oleh Giorgio Fischer dan ayahnya Arpad Fischer pada tahun 1974. mereka mempublikasikan hasil kerjanya pada tahun 1976. Kedua Fischer menggunakan kanula tumpul yang dihubungkan ke mesin sedot (suction pump) yang mereka buat sendiri. Pekerjaan mereka langsung digunakan oleh Illouz dan Fournier dari Paris, yang mencoba menyempurnakan teknik Fischer dan mempopulerkan liposuction ke seluruh dunia. Dokter Amerika pertama yang ke Eropa dan belajar liposuction adalah Lawrence Field pada tahun 1977. Akan tetapi para dokter Amerika tidak tertarik pada teknik ini sampai tahun 1982 dimana para dermatologis (dokter kulit), dokter bedah kosmetik dan dokter bedah plastik pergi ke Perancis untuk belajar liposuction. Kursus pertama bedah hidup ( First American Live Course in Liposuction) dilakukan pada bulan  Juni 1983 di Los Angeles  dengan peserta yang multidisiplin (dari pelbagai  bidang dokter spesialis), 20% diantaranya adalah dokter spesialis kulit.
Perkembangan paling penting liposuction setelah penemuan oleh Fischer  adalah ditemukannya anestesi (pembiusan) lokal oleh Jeffrey Klein,seorang dokter spesialis kulit Amerika yang membuktikan bahwa dengan mengurangi   lidokain dan epinefrin (adrenalin) sampai  10-20 kali, cairan yang sangat encer adalah aman dan efektif . Perkembangan dari "tumescent anaesthesia" ini,membuat liposuction dapat dilakukan pada bagian tubuh yang lebih besar hanya menggunakan anestesi lokal tanpa bahaya keracunan (overdosis) lidokain.  Timbulah suatu era baru dimana liposuction dapat dilakukan dengan cara berobat jalan (ambulatory) dimana pasien tetap sadar selama operasi. Beberapa dokter spesialis kulit- bedah membantu menyempurnakan " tumescent liposuction " dan membantu dan mengajarkan dokter seluruh dunia tentang teknik ini ke seluruh dunia.
Coleman WP III, Lawrence N. Guest Editors.Special issue for Liposuction Dermatol.Surg 1997;23/12:1125   

=====================================================================
 Bukan sekedar membuat orang tak sadar

DALAM film, sering terlihat ade- gan seperti ini. Seseorang tiba-tiba dibekap dengan secarik kain me- ngandung obat bius, yang kontan membuatnya tertidur. Dalam dunia nyata, kejadiannya tak semudah itu. Akhir April lalu, Heppy, seorang pelajar SMU, tewas setelah dibekap dengan sapu tangan yang dibasahi obat bius chloroform. Ketika itu, Heppy tengah bermobil dengan teman prianya. Di tengah jalan, ketika teman prianya keluar mobil sebentar, tiba-tiba hidung Heppy dibekap dua orang yang tak dikenalnya. Tak lama kemudian, Heppy bukan hanya lemas, tapi terkulai tak bernyawa lagi. Teman baik sang gadis-yang ternyata mendalangi pembiusan itu-mungkin tak menyangka bahwa pembiusan itu akan berakibat fatal.
Membius memang bukan sekadar membuat seseorang tak sadar. Ahli anestesi pun tak melakukannya dengan sembarangan. Soalnya, bila dosis yang diberikan tidak tepat, salah-salah kondisi pasien yang menjalani operasi bisa tambah gawat. Karena itu, dunia anestesi terus mengembangkan teknologi pembiusan yang paling aman. Ketika pameran Technogerma 1999 digelar awal tahun ini, dipamerkan beberapa teknologi anestesi terbaru dalam dunia anestesi yang makin menjamin keamanan pasien. Beberapa rumah sakit besar di Indonesia rupanya sudah menggunakan teknologi pembiusan dari Jerman, yang meskipun bukan yang paling baru, keamanannya bisa diandalkan. Beberapa rumah sakit besar, seperti Rumah Sakit Pondok Indah, RS Pantai Indah Kapuk, RS Honoris-semua di Jakarta-dan Rumah Sakit Dr. Sutomo, Surabaya, sudah menggunakan Julian, salah satu mesin pembius produksi Jerman, yang bisa menangani anestesi dengan tingkat low flow. Peralatan anestesi itu bahkan sudah menerapkan prinsip minimal flow, yang kini menjadi tren dalam dunia anestesi. Dengan minimal flow, penggunaan gas anestesi ditekan sesedikit mungkin, tapi tetap efektif.
Untuk mendapatkan dosis minimal, Julian dilengkapi dengan sebuah layar untuk memonitor volume gas anestesi. Pada alat-alat lama, mekanisme kontrol aliran gas dilakukan secara mekanis. Sedangkan Julian, Cicero EM, dan PhysioFlex-dua teknologi yang lahir setelah Julian-sudah menggunakan flow meter electronic, yang mengatur gas oksigen dan nitrooksida yang masuk ke tubuh pasien.
Dengan dosis yang minimal, selain aman bagi bayi sekalipun, buat pasien anestesi model begini juga berarti menghemat biaya. Untuk penghematan biaya, alat anestesi Kion, juga dari Jerman, tampaknya lebih unggul. Alat yang juga dipamerkan dalam Technogerma 1999 dan kabarnya akan dipergunakan oleh Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, Jakarta, itu bukan hanya menerapkan prinsip minimal flow saja. Keistimewaan alat yang baru diluncurkan pertengahan tahun lalu dan kini sudah dipakai di Eropa dan Amerika Serikat itu adalah kemampuannya untuk mendaur ulang gas anestesi Halutan. Pada cara lama, gas Halutan setelah dipakai pasien kemudian terbuang percuma ke udara. Dengan Kion, gas anestesi yang telah dipakai satu pasien masih bisa digunakan pasien lain dengan mutu yang sama baiknya. Alhasil, biaya anestesi memang jadi lebih murah dibandingkan dengan anestesi menggunakan cara lama.
Yusi A. Pareanom dan Dwi Arjanto

====================================================================== 

PERIOPERATIVE MANAGEMENT OF HEAD INJURY
Muh Ramli AhmadDepartment of Anesthesilogy Faculty of Medicine  Hasanuddin University  Makassar

RINGKASANDi Amerika Serikat kejadian trauma kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus, Dari jumlah tersebut 10% meninggal sebelum tiba di rumah sakit.Pengelolaan cedera kepala harus dimulai dari tempat kejadian ( prehospital ) untuk menghindari kerusakan otak sekunder. Kerusakan otak sekunder dapat terjadi karena kelainan sistemik maupun intrakranial, Penyebab sistemik adalah hipoksemia, hiperkapnia, hipotensi, anemia, hipovo;emik, hiponatremia, hipertermi, sepsis, koagulopati. Sedangkan penyebab intrakranial adalah epidural/subdural hemotoma, kontusio serebri, perdarahan intraserebral, infeksi, epilepsi post trauma. Evaluasi preoperatif meliputi Anamnesis riwayat kecelakaan perlu diketahui, Mekanisme injuri akan menolong dalam menentukan prognosis, Tanda-tanda vital harus segera diperiksa, Hipotensi mungkin disebabkan adanya injuri ditempat lain, Hipertensi terutama bila disertai bradikardi menunjukkan adanya kenaikan ICP akibat lesi massa yang memerlukan pembedahan. Pengelolaan anestesi pada trauma secara prinsip meliputi : Mengoptimalkan perfusi serebri, menghindari iskemia sekunder serta obat/tehnik yang dapat meningkatkan tekanan intra kranial. Premedikasi pada trauma kepala biasanya tidak diperlukan.Bila general anestesi sebagai alternatif maka diperlukan induksi yag ideal adalah menghindari hipotensi , kenaikan tekana darah,dan TIK. Pentotal merupakan obat induksi pilihan bila tidak ada kontraindikasi karena menurunkan CBF dan ICP, bila ada kontraindikasi maka propofol merupakan alternatif. Pemeliharaan anestesi digunakan obat yang kurang mempengaruhi CBF,CBV,CMRO2 dan Autoregulasi, biasanya menggunakan berbagai kombinasi barbiturat, narkotik, N2O ,obat anestesi inhalasi dengani MAC rendah dan relaksasi otot. (J Med Nus. 2004; 25:50-54)

SUMMARYThe incidences of head injury in the United State reached 500.000 cases yearly. Ten percents or them died before reach the hospital. Management of head injury has to be started on the spot of the accident (prehospital) in order to avoid secondary brain damage. The secondary brain damage might be caused either by systemic disorder or intracranial. The systemic disorders are hypoxemia, hypercapnia, hypotension, anemia, hypovolemia, hyponatremia, hyperthermia, sepsis, and coagulopathies. Intracranial factors are epidural/ subdural hematoma, cerebral contusion, intracerebral infection, and post-trauma epilepsy. Preoperative evaluations are included: Anamnesis the history of accident and the mechanism of injury, which can help to determine the prognosis. The vital signs have to be examine, hypotension could be caused by injury in others place. Hypertension especially accompanied by bradycardia showed elevated of intracranial pressure by mass lesion that needs surgical procedure. The principal management of head injury are optimize of cerebral perfusion, avoid secondary ischemia and administration of drugs/ techniques which can caused elevation of intracranial pressure. Premedication in head injury usually is unnecessary. However, if general anesthesia is the alternative for ideal induction require maneuver to avoid hypotension, elevation of both blood pressure or intracranial pressure. Penthotal is an ideal induction agent if there no contraindications where it can reduce the cerebral blood flow (CBF) and intracranial pressure (ICP); while if there any contraindication propofol is the choice. The maintenance  of anesthesia used drugs, which less affected to the CBF, CBV, CMRO2 and auto regulation, usually using the combination of barbiturate, narcotic, N2O, volatile anesthetic with, low MAC and muscle relaxant.(J Med Nus. 2004; 25:50-54)
{mospagebreak}

INTRODUCTIONThe incidences of head injury in the United State reached 500.000 cases yearly. Ten percents or them died before reach the hospital. The victims who reached the hospital 80% are classified as mild head injury, 10% moderate head injury and 10% severe head injury1.  The management of head injury has to be started at the place of accident (prehospital) to prevent secondary brain damage (secondary injury).1,2
The results of head injury, primary injury is caused by direct damage both of the neurons or blood vessels by collision. Secondary injury taking place for several minutes, hours even days after primary injury and resulting further neurons damage.
The secondary injury can be caused by systemic disorder or intracranial. The systemic disorders are hypoxemia, hypercapnia, arterial hypotension, anemia, hypovolemia, and hyponatremia imbalance of osmotic pressure, hyperthermia, sepsis, coagulopathies, and hypertension. While intracranial caused by epidural/ subdural hematomes, contusion cerebral, intracranial infection and post trauma epilepsy.2-4
Secondary injury can be considered as a complication from early injury. Several substances like enzyme proteolytics, biogenic amine (serotonin and histamine), neurotransmitter (glutamate), unsaturated lipids (aracidonic acid and its metabolic), free radical and kalikrein-kinin, showed as reversible and irreversible physiology mediator of secondary injury. This mechanism including vasogenic edema caused by the circulation disorder, cytotoxic edema and cells nectrosis.2,4
The important of secondary injury to the outcome has been showed in patients while right after a trauma or a few moments after trauma still conscious and talking, them getting worse and died. At these patients the death can be mentioned by effect of secondary injury.4,5
Because of secondary injury might developed during patient therapy in the hospital, require active intervention in the management of the patient. The important contribution in secondary injury is hypoxemia and hypovolemia with hypotension, which have to be actively found and corrected immediately.4
In order to deal with head injury patients, there are several considerations according to physiology disorders after injury. The goal of these considerations is to administered anesthesia, which do not disturb cerebral perfusion pressure (CPP). It has been known that brain function and cell neuron depend on adequacy of brain blood vessels. The brain blood vessels affect the brain perfusion pressure. In normal individual, the auto regulation will maintain constant blood flow at certain pressure (MAP 50- 150 mmHg). Head injury causes defect in auto regulation. The increase of ICP by head injury or decrease of MAP caused by bleeding in other place can risked the brain perfusion.3,4,6       

{mospagebreak}
PREOPERATIVE EVALUATIONHistory
The history of accident has to be known, The mechanism of injury will help to determine the prognosis. For example, pasient with falling accident, has for times greater possibility for intra cerebral hematoma than vehicle accident. The condition of patient immediately after injury is a base for reevaluation especially regarding level of consciousness, Also patients  condition before injury can help to evaluate the patient.
Physical Examination
Vital signs evaluated immediately for hypotension, which caused by injuries in other place. Hypertension especially accompanied by bradycardia showed elevation of ICP, which caused by mass lesion (Cushing’s Syndrome) that need the surgery.
The evaluation is primary and secondery.. Primary evaluation correlated with patient’s life saving are:
a. Airway control with C-spine protection
b. Breathing
c. Circulation & Hemorrhage
d. Disability/ disorder of CNS
e. Exposure the whole body
Secondary evaluation is physical examination from head to toe and diagnostic procedures (X-ray, CT-scan, MRI, ect.).7,8
Several uncooperative patients for CT-scan have to be intubated to control the ventilation. In trauma capitis patient sedation must be given carefully for CT-scan evaluation because of hypoventilation can occurred. Study estimated approximately 5-17% incidence of cervical fracture in trauma capitis. If spine radiography includes C7 cannot be done properly, better be assumed there is cervical fracture, cause a simple lateral radiography can not excluded for cervical fracture and serial cervical radiography are needed.
If there are indications for intubation have used standard fast induction with thiopental, succinylcholine and cricoid pressure. Collar can be removed if disturb the intubation and put it back after intubation. To avoid the sliding of posterior cervical when cricoid pressure applied, one of the helper has to put both palms beside the neck (remember inline C position).1,5
Laboratory evaluations have to be done prior to surgery like Hgb, Hct, chemical blood, arterial blood gas, thrombocyte, bleeding time and clothing time.7,9 Hgb < 10 g% is one of the important factor for worsen condition of head injury’s patient. Several trials showed that hematocryte of 30% still optimal to deliver oxygen in cerebral ischemic, however hematocryte less than 30% worsen the condition, consider to give blood earlier in multiple trauma to prevent worse condition. 3,8
Many head injury patients accompany with multi system trauma and signs of hypovolemic. Maintain adequate intravascular circulation to avoid hypotension and maintain CPP volume is very important. Intravascular volume has to be maintained and replaced with free glucose isotonic crystalloid solution (Saline Normal 0.9%), albumin (5%) or blood product.5,8,9
Adult patient hematocryte concentration has to be maintained around 30% to optimize oxygen transport. Fluid restriction to decrease cerebral fluid volume and prevent cerebral edema assumed have not applicable anymore.4,6,7 Then, the inotropic and vasopressor might needed to increase blood pressure.6,7.
Colloid vs Crystalloid: Shifting of fluid and solution from intravascular space to interstitial and intracellular affected by hydrostatic pressure, osmotic pressure and oncotic pressure. Cerebral capillary endothels are bound tightly, except if Blood Brain Barrier (BBB) damaged, electrolyte cannot enter extra cellular brain. Although colloid (Albumin and Hetastarch) have higher oncotic pressure and theoretically can reduce edema cerebral, oncotic pressure, as pusher energy is smaller than osmotic. Therefore the experimental studies in reducing osmolalitas without reducing osmotic always accompanied by edema cerebral, while reducing oncotic pressure without changing osmotic pressure do not have affect to ICP and cerebral fluid volume. Therefore maintain osmotic pressure is more important than maintaining oncotic pressure.so  that, the usage of colloid versus crystalloid in head injury still controversial, even though the usage of crystalloid still acceptable practice.

{mospagebreak}
ANESTHESIA MANAGEMENT                  Anesthesia management of head injury, principally same with others patient with increase of ICP.,5,6,7,9
1. Optimize cerebral perfusion
2. Avoid cerebral ischemia
3. Avoid the usage of drugs/ technique that caused increase intracranial pressure.
Premedication
In head injury premedication is unnecessary for sedation. The effect of increase PaO2 is undesirable and the requirement of control ventilation when respiratory depressant drugs have been given. It is enough to give anti cholinergic to prevent hyper salivation, glycopyrolate is drug of choice for anti secretion by its lesser effect to the heart.7 But if there are medulla spinalis injury with tendency to bradycardia, administration of sulfas atropine is recommended 0.02 mg/kg body weight, IV when heart rate is below 70. Metoclopropamide (10 mg, IV) reduce gastrointestinal motility.
Generally narcotic drug, barbiturate, tranquilizer are not recommended can bother neurologic evaluation and depress the ventilation.
Induction
Once general anesthesia chosen, an ideal induction are to avoid hypotension, increase either blood pressure or ICP. Therefore has to determine weather blood volume is enough and stabile, when CVP is not attached can be done a simple test (tilt test).7,8,9
Although blood pressure is already normal do not mean the circulation volume is enough because induction in hypovolemia caused immediately shock. Avoid condition that can caused pain which can increase blood pressure and ICP like application infuse, suction of secretion, manipulation at trauma area, ect.9
Not all authors agree, but majority are indicated that head elevation 15- 30 degree will reduce increase of ICP without influencing CPP or cerebral oxygenation. Elevation >30 degree earn influence increase ICP in some patients through auto regulation process by vasodilatation, better head elevation 20 degree can prevent neck vein obstruction in supine position. When patient has to be in lateral or prone position, chest and abdomen have to be freed from pressure.8,9,
When larygoscopy and intubation prevent cough and strain which can caused increase of blood pressure, ICP, edema, and brain herniation. This can be reached by usage of fentanyl 50-100 g, IV prior to induction, both Sufentanyl and Alfentanyl caused increase ICP.6
Penthotal is an ideal induction agent when there are no contra indication because its ability to reduce CBF and ICP. When penthotal is contra indication, propofol is an alternative because its effect to reduce CBF and intra cerebral pressure without disturbing cerebral perfusion pressure.6,7
 Norcuron is a choice for relaxant because its cardiovascular stability and effect to ICP is minimal. Succinylcholine caused increase CBF and ICP, possibility of hyperkalemia, Roccuronium 0.6 mg/kg body weight is an alternative with 60 seconds intubations can be done with duration of action for 30- 40 minutes.6,7
Pancuronium is not recommended because its effect of hypertension and increase CBF & ICP where in head injury patient auto regulation disorder has occurred. Atracurium has to be avoided as mush as possible according to its histamine release effect and metabolite laudanosin, which caused seizure in animal.8,9
Maintenance of Anesthesia
The usage of drugs for maintaining of anesthesia can effected CBF, CBV, CMRO2, auto regulation pressure and response to PaCO2. Anesthesiologist usually uses combination of barbiturate, benzodiazepine, narcotic, N2O and low MAC of volatile agent. The usage of Isoflurane and Sevoflurane are based on a good auto regulation up to 1.5 MAC and its response to CO2 up to 2.8 MAC. The reducing of CMRO2 up to 50% therefore has cerebral protection. The increase of ICP by Isoflurane 1% is easily against with hypocapnea and barbiturate.

{mospagebreak}
The usage of Halothane in head injury must be carefully in order to myocardium sensitization to arrhythmias in acute head injury, catecholamine concentration elevated. Halothane can be used with caution by hyperventilation and using < 0.5 MAC because cerebral auto regulation diminished at ³ 1 MAC Halothane and permanently up to postoperative period.2,3,5
Enflurane is not recommended because it’s abolished auto regulation at 1 MAC and caused seizure EEG at moderate dose (1.5 – 2) MAC where CMRO2 will increase several percent and increase CBF and ICP for 3 hours after the drug is discontinued.7,8
N2O 60% concentration cause an increase of CBF ± 100% and CMRO2 ± 20% and avoid its usage if there any aerocel or risk of air emboli especially accompany by damage of sinus nervosa or sinus bone contact with air, or there are pneumothorax, abdominal distended as an analgesic alternative fentanyl can be used.
The usage of muscle relaxant continuously is better than intermittent to prevent patient’s sudden movement during the operation which can caused increase ICP dramatically can be used veccuronium 0.1 mg/kg BW/hour.7,9
Mild hypertension do not need correction, except if MAP > 130 mmHg, low dose of Isoflurane can be tried when still unresponsive esmolol, propanolol or labetolol. Nitroglycerine or nitroprusside are not recommended because their cerebral vasodilator effect can increase ICP.
The incidence of intraoperative arrhythmias especially through central hyperadrenergic, lidocaine bolus (1-1.5) mg/ kgBW IV, and titrated (1-4) mg/ minute, might neutralize it. However every correction of hypertension and arrhythmia, hypoxia and hypercarbia must be considered.5,9
Intraoperative hypotension must be treated immediately with fluid therapy, when unresponsive then vasopressor given. The principle of administering fluid is to prevent hypotension, hypervolume, hypoosmolar and hyperglycemia. NaCl 0.9% is the chosen fluid where its osmolarity is 300 mOsm/L; while Ringer Lactate is hypoosmolar (273 mOsm/L) therefore its usage must be limited to prevent cerebral edema. To maintain intravascular colloid is the choice because its ability to absorb water and intravascular volume expansion.5,7 Likely heastart is good enough, relatively cheaper, one liter is able to expand 750 cc intravascular volume, however must be limited at 20 ml/ kg BW/ day to avoid coagulation disorder through Factor VIII function.7,10
Manitol is very effective in order to decrease ICP, through its oncotic pressure hence reduce cerebral edema and cause secondary vasoconstriction to decrease the viscosity. Its effect started at 10 minutes and reached the peak at 60 minutes. Because the tendency to repair CBF to prevent cerebral ischemia and has minimal side effects, in unconsciousness patient manitol advisable to be given immediately at 1.5 gr/ kg BW. Even though generally is said that manitol given too fast can cause hypotension and it has to be given slowly for 20 minutes. The other effect from manitol given too fast is transient hypokalemia (decrease up to 2 mmol/L).6

POST OPERATIVE
When patient is conscious and adequate spontaneous breathing, can be extubated. Suctioning of secretion and extubation itself can cause patient cough, straining which potentially increase ICP which worsen the cerebral edema. Giving Lidocaine 1- 1.5 mg/kg BW IV three minutes prior extubation. can reduce this event
If GCS < 8 or there are facial fractures, neck trauma and the chest intubation is advisable maintained for ventilation at ICU & protection of the airway. As long as transferring the patient from operating room to ICU ventilation, oxygen saturation and CPP must be observed carefully. Monitoring of blood pressure, capnograph and pulse oxymetry must be used. If possible monitoring of intra cranial pressure and cerebral circulation are attached during transport to ICU.2,3,7 The need of sedation or low dose of narcotic to reduce irritation of endotracheal tube irritation in the airway. Once emergency condition is happened like immediately increase blood pressure and intra cranial pressure, additional dose of sedative, narcotic and labetolol must be given.7,8,9, Trendelenberg position, hyper flexion of the head, hyperextension or rotation can obstruct large vein in the neck which cause increase ICP.
Hyperventilation suggested as a priority in management of increases ICP, however now on it’s still controversial, because hyperventilation causes cerebral ischemia even though not reduce CO2 pressure below 20 mmHg (level of cerebral ischemia in normal individual). Other problems are its effect only for short term, because CBF will return to the lowest/ basal in 24 hours.6
When blood pressure elevated (MAP > 130 mmHg) has to be corrected, because its disturbed Blood Brain Barrier, interstitial edema, increase ICP. Avoid any conditions, which caused increase in blood pressure like hypoxia, hypercarbia, hypothermia and fluid overload then giving of anti hypertension. The principle of fluid administration must be maintained a little restriction to prevent exacerbation of cerebral edema, but when inadequate CPP having risk to extent cerebral damage itself, therefore do not hesitate to give fluids as long as not overhydration.7,8

{mospagebreak}
Many researchers observed the effect of crystalloid on cerebral using Ringer Lactate or Hartman solution as crystalloid solution and said that this solution is isotonic. Hartman solution contains 280 mmol soluble ions but incomplete in particles dissociation, the value is not 280 mmol/ L soluble particle ions. Its osmolality only 265 osmol/ kg (normal plasma osmolality 285), means is hypotonic. Normal Salt Solution contains 308 mmol/ L ion with osmolality of 285 and isotonic. Blood glucose concentration maintains below 150 mg% while more than 200 mg% must be treated with insulin. Hyperglycemia will increase brain acidosis, which cause brain cells damage where lactate concentration elevated. Glucose only given when hypoglycemia occurs.8,9
Administration of anticonvulsant should be considered because 10% severe head injury patients who do not give anticonvulsant develop seizure at the first weeks ICU care. Consequences of seizure itself are severe increase in CMR, CBF and CBV, which generate significant increase of ICP that harmful. Administration of phenytoin loading dose 15 mg/ kg BW slowly to prevent hypotension.
Avoid hyperthermia where any increase of temperature will lead increase oxygen consumption. Hypothermia is advisable to reduce oxygen demand and brain protection but only up to 35 °C by regulating room temperature regarding the complications of shivering, electrolyte disorder, cardiovascular changes and renal function. Shivering will increase oxygen consumption by 400%.7
Bronchial toilet should be done in sedated condition to reduce airway stimulation, which lead increase intra cranial pressure. Controlling of seizure can be used phenytoin, (dilantin), benzodiazepin, barbiturate or lidocaine. This is important to be done in order with increase intra cranial pressure, hypertension even cerebral bleeding, and hypoxia and brain cells damage.2,5,6
Cerebral protection is conducted by maintain oxygen supply, hemodynamic stability, low intracranial pressure, high O2, normalize chemical blood results. Lower the temperature, also administration of drugs that reduce CMRO2 like barbiturate8,9, can reduce oxygen demand.

CONCLUSIONS
The management of head injury is to be able to prevent secondary brain damage (secondary injury). Etiology of secondary injury can be systemic and intracranial. Systemic are hypoxia, hypercarbia, arterial hypotension, anemia, hypovolemia, hyponatremia, osmotic imbalance, hyperthermia, sepsis and coagulopathies. Intracranial are epidural/ subdural hematoma, intracerabral contusion, and intracranial infection, post trauma epilepsy. Anesthesia management of head injury, basically same with any patients with elevation of ICP: Optimize cerebral perfusion, Avoid cerebral ischemia, Avoid drugs/ techniques that cause increase in intracranial pressure.       

REFERENCES1. Alexander HR,ProctorJH. Textbook Advanced Trauma life Support course for physicians. Americans College of Surgeons 1 st ed, Chicago; 1993
2. Avellino AM, Lam AM WinnHR. Management of acute head injury . In Albin MS, ed . Textbook of neuroanesthesia with neuroscience perspectives .New York : Mc Grow-Hill; 1997: 1137-75.
3. Lam AM,Maybg TS.Anesthetic management of patient with traumatic head injury, In : Lan AM,ed.Anesthetic management of acute head injury. New York: McGrow Hill inc;1995: 181-221
4. Lian A. Anesthesia for Acute Head Injury. The Indonesian Journal of Anesthesiology and Critical Care .2004; 22 ( 2 ) : 176-181.
5. Sarrafzadeh et al, Secondery insults in  severe head injury pasient do worse ?. Critical Care Medicine 2001; 29(6):1116-23.
6. Prough DS, Perioperative Management of Traumatic Brain Injry,Annual Meeting Refresher Course Lectureres .American Sociaty of Anesthesiologists. San Francisco, California , 2003, 216 – 222,
7. Durieux ML. Anesthesia for head trauma.In:Stome DJ, Sperry RJ,Johnson JO, Spiekermann BF,Yemen TA.eds,. The Neuroanesthesia handbook. St lois: Mosby; 1006: 385-414
8. Gopinath SP, Robertson CS . Management of Severe Head Injury In Anesthesia and Neurosurgery. 2001, 661 –684.
9. Lam A, Current Concepsts and Controversies In  The Manegement of Head Trauma. Anesthesia in the new Millennium , A Selection of Papers Presented at the 11 th Asean Congress of Anaesthesilogists and 3rd  Meeting of the Asian Society of Cardiothoracic Anaesthesia. Kualalumpur Malaysia 1999, 227 –236.
 http://www.med.unhas.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=155:perioperative-management-of-head-injury&catid=100&Itemid=48

0 komentar:

Posting Komentar

Popular Posts

Komentar anda

About Me