Oleh: (Alm) Drs. Yuswana, B. Sc. An, MBA
Tidak ada catatan yang otentik tentang sejarah Perawat Anestesi di
Indonesia, namun dari ceritera yang disampaikan oleh para orang tua
generasi abad ke-19 akhir dan awal abad ke-20 dapat disimpulkan bahwa
Pemerintah Belanda sewaktu masih berkuasa di negeri ini mulai mendidik
orang pribumi untuk menjadi tenaga kesehatan yang disebut “Juru Rawat”
dan “Mantri Verpleiger” ini yang dianggap sebagai “Perawat Anestesi”
yang mendapat “Training” secara individual, tanpa sertifikat, namun
bekerja sebagai “Anesthetist” di bawah supervise dari Ahli Bedah.
Perkembangan dari tenaga jenis ini tidak terlalu pesat jika dilihat dari
segi jumlahnya, namun cukup banyak untuk ukuran orang pribumi yang
tidak mudah untuk menempuh pendidikan di bidang pelayanan kesehatan.
Pada tahun 1954, dr. Mohamad Kelan, adalah dokter Indonesia pertama
yang terjun ke dalam bidang anestesi dan merupakan dokter ahli anestesi
yang pertama di Indonesia, setelah belajar di USA.Pada tahun 1962,
beliau mencetuskan untuk mengadakan program pendidikan Penata Anestesi
di bawah naungan Departemen Kesehatan RI, meniru Program Pendidikan
Perawat Anestesi di AMerika Serikat. Sejak saat itu, berkembanglah dan
bertambahlah jumlah tenaga perawat yang menjadi perawat anestesi, yang
semula dalam bentuk program pendidikan piƱata anestesi yang lama
pendidikannya adalah mula-mula selama 1 tahun, kemudian berubah menjadi 2
tahun dan kemudian ditingkatkan menjadi Akademi Anestesi yang lama
pendidikannya adalah selama 3 tahun.
Program pendidikan ini
menggunakan kurikulum yang menyerupai program pendidikan Perawat
Anestesi di Amerika Serikat dan kompetensi dari para lulusannya
menunjukkan kualitas yang tinggi, mampu bekerja selayaknya seorang
anesthetist yang professional. Memang inilah tujuan dari program
pendidikan yang dikehendaki oleh dr. Mohammad Kelan, sebagaimana beliau
katakan dalam suatu ceramah yang diberikan kepada para calon mahasiswa
Akademi Anestesi pada tahun 1976 (saya adalah calon mahasiswa pada saat
itu), setelah program ini sempat ditutup selama satu tahun (kurang jelas
alasannya). Apa yang beliau katakana saat itu, adalah sebagi berikut:
“Yang membedakan antara saudara dan saya barangkali adalah nasib.
Mungkin orang tua saudara kurang mampu sehingga tidak sanggup
menyekolahkan saudara ke fakultas kedokteran dan hanya ke sekolah
perawat, sedangkan orang tua saya cukup mampu sehingga saya bisa masuk
ke fakultas kedokteran dan menjadi dokter. Tetapi kapasitas otak saya
dan saudara tidak berbeda, bahkan mungkin saudara memiliki kapasitas
yang lebih unggul dari saya. Oleh karena itu, saya yakin sekali bahwa
saudara akan mampu untuk menerima ilmu kedokteran yang akan diajarkan
kepada Saudara dalam pendidikan Akademi Anestesi ini, bahkan ilmu
spesialis anestesi, meskipun mungkin kedalamannya sedikit berbeda.
Saudara akan dididik menjadi seorang pembius, guna memenuhi kebutuhan
pelayanan anestesi yang saat ini bahkan untuk jangka panjang yang tidak
tahu berapa lama, masih sangat kurang. Jadi pesan saya, belajarlah
dengan tekun, baik teori maupun praktek, agar Saudara tidak terhambat
untuk lulus ujian dan menjadi perawat anestesi yang handal. Tenaga
Saudara sangat dibutuhkan dalam pelayanan anestesi di Indonesia.
Pendidikan seperti ini juga diterapkan di negara-negara maju seperti
Amerika Serikat, dan disana perawatnya hebat-hebat, sama seperti dokter
anestesi, dan Saudara jangan kalah dengan mereka. Selamat belajar.”
Tepuk tangan gemuruh di seluruh ruangan, kemudian hari Profesor dr.
Mohamad Kelan tak pernah merasa bersalah karena telah mendidik perawat
menjadi pembius. Beliau melihat sendiri di negara maju seperti USA saja
dididik tenaga seperti itu, apalagi Indonesia, sebagai negara
berkembang, negeri ini seribu kali lebih membutuhkan adanya “Nurse
Anesthetist” yang handal ketimbang USA.
Program pendidikan seperti
ini berlangsung sampai tahun 1989. Namun perkembangan selanjutnya tidak
serupa dengan perkembangan yang terjadi di negeri orang, tetapi
sebaliknya, bukannya bertambah maju tetapi semakin mundur, dan cenderung
ditiadakan.
Sejak tahun 1989, kemunduran ini dimulai, dengan
merubah nama pendidikan sekaligus merubah kurikulumnya. Ironisnya,
kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa pelayanan anestesi secara
keseluruhan di negeri ini sebagian besar masih dilakukan oleh perawat
anestesi, terutama di rumah sakit daerah-daerah luar Pulau Jawa, bahkan
di kota-kota di Pulau Jawa juga masih banyak perawat anestesi yang
bekerja dan melakukan pelayanan anestesi di rumah sakit pemerintah
maupun swasta.
Posted in anestesi, kesehatan, perawat, perawat anestesi
SEJARAH SINGKAT PERAWAT ANESTESI INDONESIA