BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau bernodula.
Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya bertambahnya kebutuhan yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.
Goitrogenik sporadic dapat disebabkan factor genetic atau karena obat (iatrogenic) antara lain metal atau propiltiourasil ( PTU ), tolbutamid, sulfaguanidin, PAS dan lain-lain.
Tujuan
Tujuan Umum
Memberikan penjelasan mengenai penyakit gangguan struma.
Tujuan Khusus
Menjelaskan teori dan konsep terkait dengan penyakit Struma
Memaparkan proses terjadinya gangguan struma
Menerapkan teori dan konsep tersebut dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien struma
BAB II
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
B. ETIOLOGI
Hyperthyroid disebabkan oleh hypersekresi dari hormon-hormon thyroid tetapi yang mempengaruhi adalah faktor : umur, temperatur, iklim yang berubah, kehamilan, infeksi, kekurangan yodium dan lain-lain.
MANIFESTASI KLINIS
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan simaptis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
ANATOMI
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.
Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.
Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid.
Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.
Fungsi utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang berguna untuk mengontrol metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat hubungannya dengan proses sintesa tyroglobulin sebagai matrik hormon, yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hipofise.
D. PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid
PATH WAY
↑ protein dan mukopoli sakarida ← Mixedema ← sintesa T3 dan T4 ↓
mengikat air
PENATALAKSANAAN
Terapi struma antara lain dengan penekanan TSH oleh tiroksin, yaitu pengobatan yang akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis, dan penghambatan fungsi tiroid disertai atrofi kelenjar tiroid. Pembedahan dapat dianjurkan untuk struma yang besar untuk menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetis yang diakibatkannya. Pada masyarakat tempat struma timbul sebagai akibat kekurangan yodium, garam dapur harus diberi tambahan yodium.
F. PENGKAJIAN
Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
Identifikasi klien.
Keluhan utama klien.
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
Kepala dan leher
Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
nyeri orbital, fotofobia.
tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang
Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11
Pemeriksaan radiologis
Dilakukan foto thorak posterior anterior
Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig .
Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosa yang sering timbul pada penderita post operasi theroidectomy adalah
Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang.
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.
H. PERENCANAAN
Rencana tindakan yang dilakukan pada klien post operasi thyroidectomy meliputi
Diagnosa pertama
1.Tujuan:
Jalan nafas klien efektif
2. Kriteria:
Tidak ada sumbatan pada trakhea
3. Rencana tindakan:
Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas.
Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
Atur posisi semifowler
Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.
4. Rasional
Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
Memberikan suasana yang lebih nyaman.
Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi
Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.
Diagnosa keperawatan kedua
Tujuan :
Klien dapat komunikasi secara verbal
Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
Rencana tindakan:
Kaji pembicaraan klien secara periodik
Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
Kunjungi klien sesering mungkin
Ciptakan lingkungan yang tenang.
Rasionalisasi:
Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan.
Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.
Mengurangi kecemasan klien
Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.
Diagnosa keperawatan ketiga
Tujuan:
Rasa nyeri berkurang
Kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.
Rencana tindakan
Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi .
Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
Rasionalisasi
Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
Mengurangi ketegangan otot.
Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan keempat
Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah.
Kriteria hasil:
Klien berpartisipasi dalam program keperawatan
Rencana tindakan:
Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.
Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut, kedelai, Lobak cina dll.
Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
Rasionalisasi:
Mempertahankan daya tahan tubuh klien.
Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid.
Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.
Diagnosa keperawatan kelima
Tujuan
Perdarahan tidak terjadi.
Kriteria hasil
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
Rencana tindakan:
Observasi tanda-tanda vital.
Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).
Rasionalisasi:
Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui perdarahan secara dini.
Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka operasi.
Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.
I. EVALUASI
teruskan bila masalah masih ada.
Revisi/modifikasi bila masalah ada tetapi rencana dirubah.
Terpecahkan jika masalah berhasil dipecahkan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Editor : Tim Editor EGC Edisi 26, EGC Jakarta
Prince S.A, Wilson L.M, 2006, Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran : EGC, Jakarta
Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta
Trend Mutahir Penanganan Faktor Risiko Penyakit Jantung