Sabtu, 24 Desember 2011

Ulasan Latar belakang PMK 519

LATAR BELAKANG YANG MEMBELAKANGI

By : Mtr DD si pemakai kaca mata ray band

Masih dalam kerangka berpikir yang tidak dapat menerima atas lahirnya PERMENKES 519, saya sebagai pelaksana Perawat anestesi ingin berbagi pandangan dan bertukar fikiran ( bukan pukulan ), dengan seluruh sejawat PA seantero Nusantara, mari kita kritisi PERMEN ini ! untuk melihat maksud dan tujuan munculnya PerUU ini, bisa kita lihat/amati dari alasan Latar belakangnya :

A. Latar Belakang
“ Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan mutu kualitas layanan merupakan salah satu aspek yang sangat penting.
rumah sakit sebagai salah satu penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan pelayanan prima bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan yang dapat digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan”.
Komentar :
Latar belakang ini penuh dengan kepalsuan, persis spt bahasa para politikus yg mengedepankan keindahan kata2 semata (kebenaran scr Semantik), tidak kebenaran secara factual. Dilapangan (khususnya pelosok tanah air) bukan tekhnologi MUTAKHIR yg dibutuhkan masyarakat, tetapi pelayanan dasar (basic need) dari pelayanan Anestesi, yaitu untuk bisa dioperasi tanpa merasakan Sakit, aman, sehat dan selamat. Kalau bicara kemajuan teknologi, teknologi apa yang PA Indonesia tidak dapat mengadaptasinya ?

“ Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu    pengetahuan dan teknologi di bidang anestesia. Peningkatan kebutuhan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif ini tidak diimbangi dengan jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut menyebabkan tindakan anestesia di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelas khususnya untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesiologi.”
Komentar :
Ruh dari PERMEN 519 ada di paragraph ini, yaitu untuk melucuti kewenangan PA dalam membius yang ada pada KEPMEN 779, Pernyataan perUU ini bahwa tindakan pelayanan anestesi yg dilakukan oleh PA tidak jelas !, itu yg patut diperdebatkan antara PA dan PRDTN, mereka jangan membuat pernyataan sepihak, melabelisasi dan mengkondisikan seolah tindakan PA tidak jelas, padahal pelayanan anestesi oleh PA sangat NYATA, fakta dan realita bagi RS daerah yg tidak memiliki Span sbg tuntutan kebutuhan masyarakat akibat ketidak mapuan Span menempatkan SDMnya di pelosok. PA dalam melakukan tindakan anestesi dapat bertanggung jawab secara pribadi di hadapan Per UU dan Hukum positif Indonesia, asal tidak ada larangan dg memunculkan Peraturan yg menyatakan itu, seharusnya PRDTN bila benar2 peduli, aware, konsern’ prihatin dg kebutuhan masyarakat akan pelayanan anestesi, beri celah kpd PA utk membuat pasal pengecualian, mengingat kondisi SDM Span yg belum ideal, (jangan melihat Indonesia seperti miniatur Jakarta), Pembuat peraturan ini yg tidak JELAS. Karena tidak menyentuh masalah pokok dari persoalan yang sebenarnya.. yaitu sudah jelas masalah utamanya adalah kelangkaan Span, kenapa malah membuat larangan PA melakukan bius ?, padahal kalau mau jujur keberadaan PA telah menyelamatkan mereka dari kewajibannya. Betapa egois mereka, dg hanya membuat rambu2 yg menguntungkan pribadi, tanpa memperhatikan kepentingan, kewajiban dan tanggung jawab terhadap mayarakat/rakyat Indonesia yg membutuhkan pelayanan anestesi.

“ Pelayanan anestesia di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan anestesia/analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak, pelayanan kegawat daruratan dan terapi intensif.
Jenis pelayanan yang diberikan oleh setiap rumah sakit akan berbeda, tergantung dari fasilitas, sarana, dan sumber daya yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut. Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesia di Rumah Sakit, disusunlah Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi intensif di Rumah Sakit”.
Komentar :
Dalam PERMEN ini menyatakan, Pengembangan pelayanan terdiri dari tiga aspek yaitu :
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia.
2. Pengembangan sarana, prasarana dan peralatan.
3. Pengembangan jenis pelayanan.
Dan di pasal lain di kemukaan pula bahwa, Pengembangan Jenis Pelayanan :
Jenis pelayanan anestesiologi dan terapi intensif dikembangkan sesuai
kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu dan tekonologi
kedokteran serta disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana serta peralatan.
Jelas sekali bahwa ego PRDTN tidak ssi dg hakekat isi pasal di atas, bahwa langkah pengembangan pada urutan pertama adalah SDM, berikutnya sarana dan peralatan, baru pengembangan jenis pelayanan, lihat contoh pelayanan anestesi di kota besar, Span mengembangkan pealayan untuk mempertebal koceknya tanpa memperhatikan poin ke 1 dan ke 2. Dan pasal terakhir yg utama adalah dalam pengembangan harus sesuai dg kondisi dan kebutuhan masyarakat, apakah PRDTN sudah melihat kebutuhan real masyarakat/rakyat Indonesia ?, sudah bisakah Span mengcover seluruh wilayah NKRI ?, bukan alasan utamanya karena kemajuan teknologi, PRDTN jangan mengejar yg SUNAH tapi mengabaikan yang FARDU. Kasihan nasib rakyat kecil.

Demikian ulasan kelam saya atas Latar belakang PERMEN diatas, Mohon ma’af apabila ada kekurangan, dan mohon dikembalikan bila ada kelebihan

Selasa, 13 Desember 2011

Usulan Solusi menyikapi PMK 519

By Didi Supriadi (Mantri DD).

Sehubungan dengan analisa sy yg berkaitan dg PRMNKS 519, ada keraguan dalam hati sy janggan2 sy ngawur !, komen sy dpt berdampak timbulnya kegelisahan, rasa takut, dan rasa tidak nyaman sejawat PA seantero Nusantara dalam bekerja, namun keadaan itu juga yg sedang sy rasakan saat ini. Sy menyadari bicara hukum, itu sama saja dg orang buta yg komentar seekor gajah sesuai dg apa yg dipegangnya. Nah saat ini sy meyakini bahwa apa yg sy tahu ttg PRMNKS 519 spt bagian gajah yg sy pegang. Selama belum ada yg meluruskan atau yg mengkoreksi berarti apa yg sy tahu dan sy komentari adalah benar. Kepada sejawat PA yg merasa sama pandangannya atau berbeda mari kita diskusi, brain storming, curah pendapat, musyawaroh, mencari SOLUSI untuk dptkan SOLUNA.

Usulan 1.
Rencana bulan Februari kl tidak salah ada saresehan PRDTN dg IPAI untuk sosialisasi PRMNKS 519 (curiga sy), agar PA menjadi maklum akan keberadaan peraturan baru tsb. Usulan sy ada selang waktu di bln Januari DPP IPAI utk dpt mengadakan RAPIM dg pimpinan DPD2 mempersiapkan materi-materi krusial yg akan kita lobykan kpd PRDTN, (supaya IPAI siap bahan) antara lain pengusulan amandemen atau penambahan di PRMNKS 519 yg memuat pasal pengecualian yg isinya sbg payung hukum bagi PA dlm membius dll. Karena perlindungan hukum adalah hak PA sbg tenaga kes. Ssi dg UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan Pasal 27 yg berbunyi :
(1) Tenaga kesehatan berhak mendapatkan imbalan dan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas sesuai dengan profesinya.

Usulan 2.
Bila PRMNKS 519 tidak dpt diganggu gugat, PRDTN (keukeuh gumeukeuh) tidak bergeming, jalur alternatifnya IPAI harus minta KEPMENKES tersendiri kpd MENKES, yg mengatur ttg izin praktek prwt anest, isinya normatif saja, cont’ spt KEPMENKES 123nya pny perawat, ada pasal pengecualian bahwa dalam kondisi darurat perawat dapat melakukan tindakan diluar kewenangannya. Bila MENKES tidak respon karena lebih takut oleh kepentingan PRDTN ketimbang kepentingan umum, maka langkah selanjutnya adalah ancaman mogok sehubungan dg kegagalan KEMENTRIAN dalam pemenuhan NAKES spt yg diamanatkan UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan Pasal 26 yg berbunyi :
(1) Pemerintah mengatur penempatan tenaga kesehatan untuk pemerataan pelayanan kesehatan.
Pasal 32, ada relevansinya dan di ulang dg bunyi yg sama di pasal 85,
(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
Yg ancamannya ada di pasal 190 ayat (1) dan (2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan terjadinya kecacatan atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Pasal 50
(1) Pemerintah dan pemerintah daerah bertanggung jawab meningkatkan dan mengembangkan upaya kesehatan.
(2) Upaya kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sekurang-kurangnya memenuhi kebutuhan kesehatan dasar masyarakat. Kalau dikasih alasan itu masih alot juga…

Usulan 3
Hentikan pelayanan Anestesi yg dilakukan scr mandiri oleh PA di seluruh Indonesia, hasut masyarakat/pejabat daerah setempat untuk melakukan Class Action (tuntutan bersama) yg ditujukan kpd PRDTN cq KEMENKES yg tidak sanggup/tidak dpt/lalai, dalam menunaikan tugas/kewajibannya untuk memberikan pelynn anest sbg HAK kpd masy. kerana mereka berani buat larangan, seharusnya sanggup memenuhi kewajibannya yg menjangkau pelosok daerah2. Sesuai amanat UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan pasal 4, 5, dan 6 yg bebunyi :
Pasal 4
(1) Setiap orang berhak atas kesehatan.
Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. kl masih dablegggqqqq juga....yah pasrah deh

Usulan 4
Tunggu mudah2an (amit-amit) ada diantara sejawat PA yg tersandung masalah terlebih dulu, akibat dilucutinya kewenangan dlm melakukan tind medic pembiusan, dan berurusan dg penegak hukum, baru deh kita ajukan judicial review ke MK pasal larangan perawat dlm melakukan tindakan medic sekalipun karena alasan darurat.
Kita tiru kasus yg terjadi pada seorang Mantri bernama Misran, beliau telah menjadi martir bagi seluruh perawat Indonesia karena telah berhasil membatalkan kewenangan Profesi ke-Farmasian dalam memonopoli pendistribusian dan pemberian obat2an, (persis monopoli tindakan bius oleh PRDTN), dan hasil dari uji materi di MK itu profesi Dokterpun malah yg paling menikmatinya, karena boleh memberikan terapi tanpa melalui jalur apotik atau tenaga Farmasi. Sebab ketentuan pidana UU No.36 Th 2009 ttg Kesehatan Pasal 198 sudah tidak mengikat atau tidak berlaku lagi :
Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukan praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108 dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Pasal ini batal demi hukum

Demikianlah 4 usulan dari seorang PA, mudah2an ada beberapa usulan lagi dari sekian banyak PA di Indonesia, bravo IPAI…

Jumat, 09 Desember 2011

Kajian dan telaahan mengenai PMK 519

Mari mengkaji PERMENKES 519
bersama Ust. Mtr. DD.
Dimulai dengan pepatah jadul “biar rambut sama hitam, isi pikiran siapa yg tahu ?. berbeda adalah anugerah. Berdasarkan catatan hukumonline, kasus yang mirip (kasus Misran) pernah menimpa perawat anestesi (pembiusan). Kala itu, ada kekhawatiran bahwa tindakan perawat anestesi dalam melakukan pembiusan dapat dikriminalkan berdasarkan UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran. Pasalnya, UU itu menyebutkan yang bisa melakukan tindakan anestesi adalah dokter anestesi.
Terbitnya PERMENKES 519, menegaskan bahwa tindakan anestesi adalah tindakan Medis, tidak ada pasal pengecualian untuk PA yg memungkinkan dapat melakukan tindakan Anestesi (sbg PAYUNG HUKUM ).
Berikut cukilan pasal-pasal yg dianggap penulis sebagai pagar bagi Penguasa wilayah Anest. dan belenggu bagi warga kelas II (kl tidak mau dikatakan sbg yg terjajah) :
BAB II
7. Perawat anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan
pendidikan dan ilmu keperawatan anestesi.

Di pasal tsb seolah PRDTN, mengakui keberadaan Profesi PA sekalipun mensejajarkan dg prwt plthn, mengakui adanya sekolah Keperawatan anestesi tapi kenapa terkesan mereka menyandera saat IPAI ingin mendirikan dan mengajukan sekolah DIV anestesi ?

10. Kewenangan klinik adalah proses kredensial pada tenaga kesehatan
yang dilakukan di dalam rumah sakit untuk dapat memberikan
pelayanan medis tertentu sesuai dengan peraturan internal rumah
sakit.

Pasal ini yg diharapkan sbg pembenar adanya mandat dari internal RS menerbitkan surat perintah kpd PA utk membius. surat tsb mustahil dpt dijadikan payung hukum. Tak ada dasarnya

11. Kredensial adalah penilaian kompetensi/kemampuan (pengetahuan,
ketrampilan, perilaku profesional) profesi didasarkan pada kriteria
yang jelas untuk memverifikasi informasi dan mengevaluasi seseorang
yang meminta atau diberikan kewenangan klinik.

12. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat
instruksi/langkah-langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan
suatu proses kerja rutin tertentu, berdasarkan standar kompetensi,
standar pelayanan kedokteran dan pedoman nasional yang disusun,
ditetapkan oleh rumah sakit sesuai kemampuan rumah sakit dengan
memperhatikan sumber daya manusia, sarana, prasarana dan
peralatan yang tersedia.

Diverifikasi jelas perawat bukan medik yg tidak memiliki kopetensi utk melakukan tindakan medik

B. Tugas dan Tanggung Jawab
1. Kepala Instalasi Anestesiologi dan Terapi intensif
a. Tugas :
1) MengKoordinasi kegiatan pelayanan anestesiologi dan terapi
intensif sesuai dengan sumber daya manusia, sarana,
prasarana dan peralatan yang tersedia;
2. Koordinator pelayanan
Koordinator pelayanan adalah dokter spesialis anestesiologi. Jika tidak
ada dokter spesialis anestesiologi maka koordinator pelayanan
ditetapkan oleh direktur rumah sakit yang diatur dalam peraturan
internal rumah sakit.
a. Tugas :
1) Mengawasi pelaksanaan pelayanan anestesia setiap hari;
2) Mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan
anestesia;
3) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan membuat laporan
kegiatan berkala.

3. Perawat anestesia/perawat
a. Tugas :
1) Melakukan asuhan keperawatan pra-anestesia, intra dan post anest. yang meliputi:
( Bla..blaaaa…blaaa…blaaa…. dari tetek sampai bengek)

Enaknya tim anestesiologi versi PERMEN 512, sedikit kerja fulus dimana-mana, SPAN tugasnya hanya memastikan, mengawasi, mengevaluasi pelayanan amest, yg melakukan semua adalah PA dan PPDS. Tidak menempatkan dokter anestesi sbg tenaga fungsional yg terjun langsung dan mengatur detil tanggung jawab terhadap tindakan pel. anest di lap. sekongkrit tugas dan wewenang PA. kondisi umum di lap. 70 % lebih aktivitas layanan anest PA yg mengerjakan. Span betul2 Cuma sbg kordinator alias Mandor (Mangan kuat Kerja Kendor)

BAB IV
PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF DI RUMAH SAKIT
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif adalah tindakan medis yang
dilakukan melalui pendekatan tim sesuai dengan kompetensi dan kewenangan

Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif mencakup tindakan anestesia (pra
anestesia, intra anestesia dan pasca anestesia) serta pelayanan lain sesuai
bidang anestesiologi seperti pelayanan kritis, gawat darurat, penatalaksanaan
nyeri, dan lain-lain. Dokter spesialis anestesiologi hendaknya membatasi beban pasien yang dilayani dan tangung jawab supervisi anestesi sesuai dengan jumlah, kondisi dan risiko pasien yang ditangani.

Pasal ini termasuk pasal muna’i, kalau benar ingin mengedepankan kualitas pelynn anest, spt falsafah PERMEN ini, yg jelas dong pembatasannya ! kl melanggar apa sanksinya ? yg terjadi di lap. semua panggilan di terima masalah siapa yg mengerjakan itu nomer sekian yg penting jadi duit, kan ada PA yg bs di jadikan Tim. (bemper *red)

2. Pelayanan Intra Anestesia
a. Dokter spesialis anestesiologi dan tim pengelola harus tetap berada
di kamar operasi selama tindakan anestesia umum dan regional
serta prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
b. Selama pemberian anestesia harus dilakukan pemantauan dan
evaluasi secara kontinual terhadap oksigenasi, ventilasi, sirkulasi,
suhu dan perfusi jaringan, serta didokumentasikan pada catatan
anestesia.
d. Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh dokter
spesialis anestesiologi atau anggota tim pengelola anestesia.
Selama pemindahan, pasien harus dipantau/dinilai secara
kontinual dan diberikan bantuan sesuai dengan kondisi pasien.
f. Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinual.
g. Tim pengelola anestesi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien
dari ruang pulih.

Indahnya kata’Tim” bagi SPAN maknanya adalah soal kerja kita tim, soal doku nehi mere ge hese, (Indonesia Nipong sama-sama ha’i..!). inilah payung hukum yg sebenarnya bagi PA. sebuah kata “Tim”, adalah payung hukum, berlaku bagi PA sebatas untuk jadi pengganti tugas utama mereka. Sementara mereka bisa mencari sumber income dimana2. kata “Tim” sbg payung hkm tadi, tidak akan diterbitkan bila tidak ada kontribusi pada kocek mereka.

7. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga
yang memerlukan energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka
dokter spesialis anestesiologi atau dokter lain yang memiliki
kompetensi berhak mendapat imbalan yang seimbang dengan energi
dan waktu yang diberikannya.

Nah yg paling nyata perbedaan antar SPAN yg pny wilayah dg PA yg ter…, bahwa PA tidak memiliki energy pikiran, dan waktu yg berharga, jadi pikiran, tenaga dan waktu PA adalah HRATIS, tidak ada nilainya (untung prinsip bagi PA bukan uang yg dicari tapi ibadah).

4. Anestesia regional dimulai oleh dokter spesialis anetesiologi dan dapat
dirumat oleh dokter spesialis anetesiologi atau dokter/bidan/perawat
anestesia/perawat di bawah supervisi dokter spesialis anetesiologi.

Pasal diatas biasa saja, ga ada masalah itu asas kesetaraan PA, bidan, prwt sama saja, tidak harus PA melulu yg jadi perpanjangan Span, mudah mudahan bukan sinyal utk menggeser/menghapus PA didaftar jajaran profesi2 di Indonesia.

7. Pada pengelolaan pasca persalinan, tanggung jawab utama dokter
spesialis anestesiologi adalah untuk mengelola ibu, sedangkan
tanggung jawab pengelolaan bayi baru lahir berada pada dokter
spesialis lain. Jika dokter spesialis anestesiologi tersebut juga diminta
untuk memberikan bantuan singkat dalam perawatan bayi baru lahir,
maka manfaat bantuan bagi bayi tersebut harus dibandingkan dengan
risiko terhadap ibu.

Pasal yg paling fair mnrt sy adalah pasal diatas. Pembagian tugas jelas dan imbal jasa jelas, seharusnya urusan dg PA pun hrs jelas spt itu, jangan kl urusan jasa utk sendirinya bs bikin pasal sejelas dan sefair itu. Tp kl berbagi jatah dg tim au ah gelap.

G. Pelayanan Nyeri (Akut atau Kronis)
3. Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan berdasarkan
standar prosedur operasional penanggulangan nyeri akut dan kronis
yang disusun mengacu pada standar pelayanan kedokteran.

Pasal ini pas sekali dg kondisi actual di RS penulis, tuntutan pelayanan sngt tinggi, wilayah layanan diperluas, OK IBS hrs jalan, di radiologi, OK IGD, APS (akut pain service) hrs sukses dll. Mereka Cuma intruksi, PA yg hrs menjalankan, Personil tidak ditambah, kerjaan makin over load, tapi siapa yg mangkin kaya ?, inilah yg pelu di negosiasi tidak bisa scr internal saja. Karena argument mereka slalu soal kewenangan. Harus ada angka baku scr formil yg ditetapkan oleh IPAI dan PRDTN soal imbal jasa, jangan slalu berdalih dg kata2 klise “itu diserahkan ke internal masing2”.

BAB V
PENYELENGGARAAN PELAYANAN ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF DI RUMAH SAKIT
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit dilaksanakan
dengan pendekatan tim yang terdiri dari dokter spesialis anestesiologi
dan/atau dokter peserta program pendidikan dokter spesialis anestesiologi
dan/atau dokter lain, serta dapat dibantu oleh perawat
anestesia/perawat.

Nha lho PA jangan GR (gede rumongso), menurut pasal di atas PA tidak termasuk “tim” tapi masuk kategori pembantu.

Pemberian Wewenang
Pelayanan anestesia adalah tindakan medis yang harus dilakukan oleh
tenaga medis. Namun, saat ini jumlah dokter spesialis anestesiologi masih
sangat terbatas padahal pelayanan anestesia sangat dibutuhkan di rumah
sakit. Memperhatikan kondisi tersebut, untuk dapat terselenggaranya
kebutuhan pelayanan anestesia di rumah sakit yang tidak ada dokter
spesialis anestesiologi, diperlukan pemberian kewenangan tanggung jawab
medis anestesiologi kepada dokter PPDS atau dokter lain. Prosedur
pemberian kewenangan diatur dalam peraturan internal rumah sakit dan
mengikuti peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

Ini pasal yg paling membuat zengkol hatiku sbg PA, menyadari kondisi Pel Anest sngt dibutuhkan rakyat Indo dan tenaga dr Anest sngt terbatas, tapi tidak memberi solusi, PRDTN sangat egois tidak memberi celah hukum barang secuil untuk PA dalam memberikan tindakan medic sbg payung hukum, Semua UU selalu ada pasal2 pengecualian dan pasal2 pembenaran penyimpangan suatu kondisi tertentu, dengan tidak menyisakan pasal utk PA boleh membius dlm kondisi darurat, artinya PRDTN telah zalim pada seluruh rakyat Indonesia yg membutuhkan pelynn Anest. padahal mereka tahu tidak akan sanggup menjangkaunya. Rumah sakit scr internal tidak bisa memberikan perintah atau tugas pd PA sbg payung hukum kerena tidak ada pasal di UU manapun yg memberikan ruang itu.

D. H. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Untuk alat-alat yang menggunakan listrik harus memakai arde
dan stabilisator.
2. Dalam melakukan pelayanan harus memakai pelindung sesuai
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
3. Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material
harus sesuai dengan ketentuan yang mengacu pada keselamatan
pasien.

Andaikan di pasal ini di munculkan ada tunjangan khusus bagi pelaksana pelayanan anest yg sering terpapar gas toxic (menghayal indahkan boleh), okelah dari jasa anest PA kebagian alakadarnya siapa tahu dari tunjangan resiko bisa membantu.

PENGEMBANGAN PELAYANAN
Pengembangan pelayanan terdiri dari tiga aspek yaitu :
1. Pengembangan Sumber Daya Manusia.
2. Pengembangan sarana, prasarana dan peralatan.
3. Pengembangan jenis pelayanan.

Setiap sumber daya manusia yang ada di Instalasi Anestesiologi dan
Terapi Intensif berkewajiban untuk senantiasa meningkatkan ilmu
pengetahuan dan keterampilannya baik secara mandiri maupun
mengikuti pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan oleh
lembaga-lembaga yang berwenang dan terakreditasi sesuai ketentuan
peratruran perundang-undangan.

Akhir2 ini isu IPAI adalah tersanderanya izin pembukaan sekolah DIV PA oleh PRDTN, sebenarnya di pasal tsb seharusnya mereka sudah mengakui tidak perlu banyak nanya, meragukan, takut, atau ada keinginan menghapus profesi PA, karena secara explicit tersurat jelas bahwa PA itu exist jadi beri kesempatan yg sama dg profesi lain, untuk maju dan berkembang dalam soal pendidikan, jangan melanggar UUD’45 pasal yg berkaitan dg HAM.

C. Pengembangan Jenis Pelayanan
Jenis pelayanan anestesiologi dan terapi intensif dikembangkan sesuai
kebutuhan masyarakat dan perkembangan ilmu dan tekonologi
kedokteran serta disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana serta peralatan.

Pasal ini sebenarnya penyadaran bagi sejawat yg nafsu syahwat mengeruk kekayaan semata dg memanfaatkan kekuasaan dan dalih kewenangan, tanpa melihat situasi dan kondisi SDM, geografis, dan kebuthn masyarakat akan layanan anest.
Seorang Direksi RSIJ dalam kuliah di kelas mengatakan, ada seorang dokter Anestesi di RSnya yg berpenghasilan 200 jt sebulan, yg saya ingin tahu berapa penghasilan PA nya ?, seberapa keras beliau bekerja ? brp ratus jam yg beliau luangkan ? sehingga bisa sesejahtera itu.

BAB VII
PENUTUP
Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di
Rumah Sakit ini hendaknya dijadikan acuan bagi rumah sakit dalam
pengelolaan penyelenggaraan dan penyusunan standar prosedur operasional
pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di masing-masing rumah sakit.
Penyelenggaraan pelayanan anestesi dibagi menjadi 4 (empat) klasifikasi
berdasarkan pada kemampuan pelayanan, ketersediaan sumber daya manusia,
sarana dan prasarana serta peralatan yang disesuaikan dengan kelas rumah
sakit.
Sekali lagi RS tidak bisa menerbitkan peraturan intern untuk memayungi PA dlm melakukan pembiusan, tidak ada pasal rujukannya yg membolehkan PA bius. Katanya ada PERMEN 512 tttg tugas limpah ? yg sy tahu itu ttg izin praktik kedokteran. Di PERMEN itu Sy tidak melihat ada pasal pengalihan kewenangan dari medic kpd prwt.
Saat PRMENKES 512 masih berupa rancangan, saya menilai banyak ketentuan meguntungkan PA yg telah di pangkas dari KEPMENKES 779.
Mohon maaf bila komennya ngawur, saya minta koreksi dan tanggapan sehingga kita bisa saling diskusi tentang pemahaman PERMEN 519 ini.
Sekian terima kasih

Popular Posts

Komentar anda

About Me