Sabtu, 30 April 2011

Trend Mutahir Penanganan Faktor Risiko Penyakit Jantung



Hidup sehat, panjang umur dan terbebas dari semua penyakit, selalu menjadi dambaan semua orang  Namun gaya hidup masyarakat perkotaan, pola makan yang tidak seimbang dan polusi udara meningkatkan risiko terhadap penyakit-penyakit degeneratif, seperti penyakit-penyakit kardiovaskuler, stroke, kanker, diabetes mellitus dan hipertensi.


Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner (PJK) dan Stroke:

  • Gender (Laki-laki)
  • Kegemukan (Obesitas)
  • Kencing Manis (Diabetes Mellitus)
  • Tekanan Darah Tinggi (Hipertensi)
  • Pengapuran Pembuluh Darah (Atherosclerosis)
  • Hiperkolesterol
  • Asam Urat (Hiperuricemia)
  • Merokok
  • Keturunan (genetik)
  • Pola makan yang tidak seimbang

Rabu, 20 April 2011

Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Penumothorak

Definisi

Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura. Pneumothorak dapat terjadi secara spontan atau karena trauma. (British Thoracic Society 2003). Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorak dapat menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest.
Tanda dan Gejala
Pasien dengan pneumo thorak memiliki gejala sebagai berikut:
nyeri dada – biasanya hanya terjadi pada satu sisi yang terkena
napas pendek
tachycardia
Gambaran Ancaman Terhadap Kehidupan
pada pasien ekstrim – pertimbangkan tension penumotorak
napas pendek
hypotensi
tachykardi
trachea berubah
ASSESSMENT
Pengkajian selalu menggunakan pendekatan ABCDE.
Airway
kaji dan pertahankan jalan napas
lakukan head tilt, chin lift jika perlu
gunakan alat bantu jalan napas jika perlu
petimbangkan untuk merujuk ke ahli anestesi untuk dilakukan intubasi jika tidak mampu mempertahankan jalan napas
Breathing
kaji saturasi oksigen dengan menggunakan pulse oximeter, pertahankan saturasi >92%
berikan oksigen dengan aliran tinggi melalui non re-breath mask
pertimbangkan untuk menggunakan bag-valve-mask ventilation
periksakan gas darah arteri untuk mengkaji PaO2 dan PaCO2
kaji respiratory rate
periksa system pernapasan
cari tanda deviasi trachea, deviasi trachea merupakan tanda tension pneumothorak.
Circulation
kaji heart rate dan rhytem
catat tekanan darah
lakukan pemeriksaan EKG
lakukan pemasangan IV akses
lakukan pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit.
Disability
a. lakukan pengkajian tingkat kesadaran dengan menggnakan pendekatan AVPU
b. penurunan kesadaran merupakan tanda pertama pasien dalam perburukan dan membutuhkan pertolongan di ICU
Exposure
a. pada saat pasien stabil kaji riwayat kesehatan scara detail dan lakukan pemeriksaan fisik lainnya

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA KEPALA

A. Prinsip - Prinsip pada Trauma Kepala
Tulang tengkorak sebagai pelindung jaringan otak, mempunyai daya elastisitas untuk mengatasi adanya pukulan.
Bila daya/toleransi elastisitas terlampau akan terjadi fraktur.
Berat/ringannya cedera tergantung pada :
1. Lokasi yang terpengaruh :
Cedera kulit.
Cedera jaringan tulang.
Cedera jaringan otak.
2. Keadaan kepala saat terjadi benturan.
Masalah utama adalah terjadinya peningkatan tekanan intrakranial (PTIK)
TIK dipertahankan oleh 3 komponen :
1. Volume darah /Pembuluh darah ( 75 - 150 ml).
2. Volume Jaringan Otak (. 1200 - 1400 ml).
3. Volume LCS ( 75 - 150 ml).


Trauma kepala



Kulit Tulang kepala Jaringan otak


Fraktur - Komusio
Fraktur linear. - Edema
Fraktur comnunited - Kontusio
Fraktur depressed - Hematom
Fraktur basis

TIK meningkat
Gangguan kesadaran
Gangguan tanda-tanda vital
Kelainan neurologis

B. Etiologi
1. Kecelakaan
2. Jatuh
3. Trauma akibat persalinan.

C. Patofisiologi


Cidera Kepala

Cidera otak primer Cidera otak sekunder


Kontosio
Laserasi Kerusakan sel otak Respon biologik


Sembuh Gangguan aliran darah otak TIK meningkat :
Edema
Hematom
Metabolisme anaerobik
Hipoximia


Respon biologik


Gejala :
1. Jika klien sadar ----- sakit kepala hebat.
2. Muntah proyektil.
3. Papil edema.
4. Kesadaran makin menurun.
5. Perubahan tipe kesadaran.
6. Tekanan darah menurun, bradikardia.
7. An isokor.
8. Suhu tubuh yang sulit dikendalikan.

Trauma Kepala

Gangguan auto regulasi

TIK meningkat Aliran darah otak menurun

Edema otak Gangguan metabolisme
O2 menurun.
CO2 meningkat.
Asam laktat meningkat

Metabolik anaerobik

Tipe Trauma kepala :
1. Trauma kepala terbuka.
2. Trauma kepala tertutup.

Trauma kepala terbuka :
Kerusakan otak dapat terjadi bila tulang tengkorak masuk kedalam jaringan otak dan melukai :
Merobek duramater -----LCS merembes.
Saraf otak
Jaringan otak.

Gejala fraktur basis :
Battle sign.
Hemotympanum.
Periorbital echymosis.
Rhinorrhoe.
Orthorrhoe.
Brill hematom.

Trauma Kepala Tertutup :
1. Komosio
2. Kontosio.
3. Hematom epidural.
4. Hematom subdural.
5. Hematom intrakranial.

Komosio / gegar otak :
Cidera kepala ringan
Disfungsi neurologis sementara dan dapat pulih kembali.
Hilang kesadaran sementara , kurang dari 10 - 20 menit.
Tanpa kerusakan otak permanen.
Muncul gejala nyeri kepala, pusing, muntah.
Disorientasi sementara.
Tidak ada gejala sisa.
MRS kurang 48 jam ---- kontrol 24 jam I , observasi tanda-tanda vital.
Tidak ada terapi khusus.
Istirahat mutlak ---- setelah keluhan hilang coba mobilisasi bertahap, duduk --- berdiri -- pulang.
Setelah pulang ---- kontrol, aktivitas sesuai, istirahat cukup, diet cukup.

Kontosio Cerebri / memar otak :
Ada memar otak.
Perdarahan kecil lokal/difus ---- gangguan lokal --- perdarahan.
Gejala :
- Gangguan kesadaran lebih lama.
- Kelainan neurologik positip, reflek patologik positip, lumpuh, konvulsi.
- Gejala TIK meningkat.
- Amnesia retrograd lebih nyata.

Hematom Epidural :
Perdarahan anatara tulang tengkorak dan duramater.
Lokasi tersering temporal dan frontal.
Sumber : pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus.
Katagori talk and die.
Gejala : (manifestasi adanya proses desak ruang).
- Penurunan kesadaran ringan saat kejadian ----- periode Lucid (beberapa menit - beberapa jam) ---- penurunan kesadaran hebat --- koma, deserebrasi, dekortisasi, pupil an isokor, nyeri kepala hebat, reflek patologik positip.

Hematom Subdural :
Perdarahan antara duramater dan arachnoid.
Biasanya pecah vena --- akut, sub akut, kronis.
Akut :
- Gejala 24 - 48 jam.
- Sering berhubungan dnegan cidera otak & medulla oblongata.
- PTIK meningkat.
- Sakit kepala, kantuk, reflek melambat, bingung, reflek pupil lambat.

Sub Akut :
- Berkembang 7 - 10 hari, kontosio agak berat, adanya gejal TIK meningkat --- kesadaran menurun.

Kronis :
- Ringan , 2 minggu - 3 - 4 bulan.
- Perdarahan kecil-kecil terkumpul pelan dan meluas.
- Gejala sakit kepala, letargi, kacau mental, kejang, disfagia.

Hematom Intrakranial :
Perdarahan intraserebral ± 25 cc atau lebih.
Selalu diikuti oleh kontosio.
Penyebab : Fraktur depresi, penetrasi peluru, gerakan akselerasi - deselerasi mendadak.
Herniasi merupakan ancaman nyata, adanya bekuan darah, edema lokal.




Pengaruh Trauma Kepala :
Sistem pernapasan
Sistem kardiovaskuler.
Sistem Metabolisme.

Sistem Pernapasan :
TIK meningkat

Hipoksemia, hiperkapnia Meningkatkan rangsang simpatis
Peningkatan hambatan difusi O2 - Co2.
Edema paru Meningkatkan tahanan vask. sistemik dan tek darah
Meningkatkan tek, hidrostatik
Kebocoran cairan kapiler
Sistem pembuluh darah pulmonal tek. rendah.
Karena adanya kompresi langsung pada batang otak ---- gejala pernapasan abnormal :
Chyne stokes.
Hiperventilasi.
Apneu.

Sistem Kardivaskuler :
Trauma kepala --- perubahan fungsi jantung : kontraksi, edema paru, tek. Vaskuler.
Perubahan saraf otonoom pada fungsi ventrikel :
- Disritmia.
- Fibrilasi.
- Takikardia.
Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis --- terjadi penurunan kontraktilitas ventrikel. ---- curah jantung menurun --- menigkatkan tahanan ventrikel kiri --- edema paru.

Sistem Metabolisme :
Trauma kepala --- cenderung terjadi retensi Na, air, dan hilangnya sejumlah nitrogen.
Dalam keadaan stress fisiologis.

Trauma

ADH dilepas

Retensi Na dan air

Out put urine menurun
Konsentrasi elektrolit meningkat

Normal kembali setelah 1 - 2 hari.
Pada keadaan lain :

Fraktur Tengkorak Kerusakan hipofisis
Atau hipotalamus


Penurunan ADH Diabetes Mellitus

Ginjal

Ekskresi air Dehidrasi


Hilang nitrogen meningkat ------------ respon metabolik terhadap trauma.

Trauma


Tubuh perlu energi untuk perbaikan


Nutrisi berkurang

Penghancuran protein otot sebagai sumber nitrogen utama.

]
Pengaruh Pada G.I Tract. :
3 hari pasca trauma --- respon tubuh merangsang hipotalamus dan stimulus vagal.

Lambung hiperacidi

Hipotalamus ------ hipofisis anterior

Adrenal

Steroid

Peningkatan sekresi asam lambung

Hiperacidi
Trauma

Stress Perdarahan lambung


Katekolamin meningkat.

Pengkajian
Pengumpulan data pasien baik subyektif atau obyektif pada gangguan sistem persyarafan sehubungan dengan trauma kepala adalah sebagi berikut :
1. Identitas pasien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin, agama/suku bangsa, status perkawinan, alamat, golongan darah, penghasilan, hubungan pasien dengan penagnggung jawab, dll.
2. Riwayat Kesehatan :
Pada umumnya pasien dengan trauma kepala, datang ke rumah sakit dengan penurunan tingkat kesadaran (GCS di bawah 15), bingung, muntah, dispnea/takipnea, sakit kepala, wajah tidak simestris, lemah, paralise, hemiparise, luka di kepala, akumulasi spuntum pada saluran nafas, adanya liquor dari hidung dan telinga, dan adanya kejang.
Riwayat penyakit dahulu :
Haruslah diketahui baik yang berhubungan dnegan sistem persarafan maupun penyakit sistem sistemik lainnya. Demikian pula riwayat penyakit keluarga, terutama yang mempunyai penyakit menular. Riwayat kesehatan tersebut dapat dikaji dari pasien atau keluarga sebagai data subyektif. Data-data ini sangat berarti karena dapat mempengaruhi pronosa pasien.
3. Pemeriksaan Fisik :
Aspek Neurologis :
Yang dikaji adalah Tingkat kesadaran, biasanya GCS kurang dari 15, disorentasi orang/tempat dan waktu, adanya refleks babinski yang positif, perubahan nilai tanda-tanda vital, adanya gerakan decebrasi atau dekortikasi dan kemungkinan didapatkan kaku kuduk dengan brudzinski positif. Adanya hemiparese.
Pada pasien sadar, dia tidak dapat membedakan berbagai rangsangan/stimulus rasa, raba, suhu dan getaran. Terjadi gerakan-gerakan involunter, kejang dan ataksia, karena gangguan koordinasi. Pasien juga tidak dapat mengingat kejadian sebelum dan sesuadah trauma. Gangguan keseimbangan dimana pasien sadar, dapat terlihat limbung atau tidak dapat mempertajhankana keseimabangan tubuh.
Nervus kranialis dapat terganggu bila trauma kepala meluas sampai batang otak karena edema otak atau pendarahan otak. Kerusakan nervus I (Olfaktorius) : memperlihatkan gejala penurunan daya penciuman dan anosmia bilateral. Nervus II (Optikus), pada trauma frontalis : memperlihatkan gejala berupa penurunan gejala penglihatan. Nervus III (Okulomotorius), Nervus IV (Trokhlearis) dan Nervus VI (Abducens), kerusakannya akan menyebabkan penurunan lapang pandang, refleks cahaya ,menurun, perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah, anisokor.
Nervus V (Trigeminus), gangguannya ditandai ; adanya anestesi daerah dahi. Nervus VII (Fasialis), pada trauma kapitis yang mengenai neuron motorik atas unilateral dapat menurunkan fungsinya, tidak adanya lipatan nasolabial, melemahnya penutupan kelopak mata dan hilangnya rasa pada 2/3 bagian lidah anterior lidah.
Nervus VIII (Akustikus), pada pasien sadar gejalanya berupa menurunnya daya pendengaran dan kesimbangan tubuh. Nervus IX (Glosofaringeus). Nervus X (Vagus), dan Nervus XI (Assesorius), gejala jarang ditemukan karena penderita akan meninggal apabila trauma mengenai saraf tersebut. Adanya Hiccuping (cekungan) karena kompresi pada nervus vagus, yang menyebabkan kompresi spasmodik dan diafragma. Hal ini terjadi karena kompresi batang otak. Cekungan yang terjadi, biasanya yang berisiko peningkatan tekanan intrakranial.
Nervus XII (hipoglosus), gejala yang biasa timbul, adalah jatuhnya lidah kesalah satu sisi, disfagia dan disartria. Hal ini menyebabkan adanya kesulitan menelan.
Aspek Kardiovaskuler :
Didapat perubahan tekanan darah menurun, kecuali apabila terjadi peningkatan intrakranial maka tekanan darah meningkat, denyut nadi bradikardi, kemudian takhikardia, atau iramanya tidak teratur. Selain itu pengkajian lain yang perlu dikumpulkan adalah adanya perdarahan atau cairan yang keluar dari mulut, hidung, telinga, mata. Adanya hipereskresi pada rongga mulut. Adanya perdarahan terbuka/hematoma pada bagian tubuh lainnya. Hal ini perlu pengkajian dari kepalal hingga kaki.
Aspek sistem pernapasan :
Terjadi perubahan pola napas, baik irama, kedalaman maupun frekuensi yaitu cepat dan dangkal, irama tidak teratur (chyne stokes, ataxia brething), bunyi napas ronchi, wheezing atau stridor. Adanya sekret pada tracheo brokhiolus. Peningkatan suhu tubuh dapat terjadi karena adanya infeksi atau rangsangan terhadap hipotalamus sebagai pusat pengatur suhu tubuh.
Aspek sistem eliminasi :
Akan didapatkan retensi/inkontinen dalam hal buang air besar atau kecil. Terdapat ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, dimana terdapat hiponatremia atau hipokalemia. Pada sistem gastro-intestinal perlu dikaji tanda-tanda penurunan fungsi saluran pencernaan seperti bising usus yang tidak terdengar/lemah, aanya mual dan muntah. Hal ini menjadi dasar dalam pemberian makanan.

Glasgow Coma Scale :
I. Reaksi Membuka Mata.
4. Buka mata spontan.
3. Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara.
2. Buka mata bila dirangsang nyeri.
1.Tidak reaksi dengan rangsangan apapun.

II. Reaksi Berbicara
4. Komunikasi verbal baik, jawaban tepat.
3. Bingung, disorentasi waktu, tempat dan person.
2. Dengan rangsangan, reaksi hanya berupa kata tidak membentuk kalimat.
1. Tidak ada reaksi dengan rangsangan apapun.

III. Reaksi Gerakan Lengan / Tungkai
6. Mengikuti perintah.
5. Dengan rangsangan nyeri dapat mengetahui tempat rangsangan.
4. Dengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan.
3. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal.
2. Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi extensi abnormal.
1. Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

4. Pengkajian Psikologis :
Dimana pasien dnegan tingkat kesadarannya menurun, maka untuk data psikologisnya tidak dapat dinilai, sedangkan pada pasien yang tingkat kesadarannya agak normal akan terlihat adanya gangguan emosi, perubahan tingkah laku, emosi yang labil, iritabel, apatis, delirium, dan kebingungan keluarga pasien karena mengalami kecemasan sehubungan dengan penyakitnya.
Data sosial yang diperlukan adalah bagaimana psien berhubungan dnegan orang-orang terdekat dan yang lainnya, kemampuan berkomunikasi dan peranannya dalam keluarga. Serta pandangan pasien terhadap dirinya setelah mengalami trauma kepala dan rasa aman.

5. Data spiritual :
Diperlukan adalah ketaatan terhadap agamanya, semangat dan falsafah hidup pasien serta ke-Tuhanan yang diyakininya. Tentu saja data yang dikumpulkan bila tidak ada penurunan kesadaran.

6. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dalam menegakkan diagnosa medis adalah :
x-Ray tengkorak.
CT-Scan.
Angiografi.

7. Penatalaksanaan Medis Pada Trauma Kepala :
Obat-obatan :
Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringanya trauma.
Terapi hiperventilasi (trauma kepala berat), untuk mengurnagi vasodilatasi.
Pengobatan anti edema dnegan larutan hipertonis yaitu manitol 20 % atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisillin) atau untuk infeksi anaerob diberikan metronidasol.
Makanan atau cairan, Pada trauma ringan bila muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5 %, amnifusin, aminofel (18 jam pertama dari terjadinya kecelakaan), 2 - 3 hari kemudian diberikan makanan lunak.
Pada trauma berat. Karena hari-hari pertama didapat penderita mengalami penurunan kesadaran dan cenderung terjadi retensi natrium dan elektrolit maka hari-hari pertama (2-3 hari) tidak terlalu banyak cairan. Dextosa 5 % 8 jam pertama, ringer dextrosa 8 jam kedua dan dextrosa 5 % 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah makanan diberikan melalui nasogastric tube (2500 - 3000 TKTP). Pemberian protein tergantung nilai ure nitrogennya.
Pembedahan.

Prioritas Diagnosa Keperawatan :
1. Gangguan perfusi jaringan otak berhubungan dengan gangguan peredaran darah karena adanya penekanan dari lesi (perdarahan, hematoma).
2. Potensial atau aktual tidak efektinya pola pernapasan, berhubungan dengan kerusakan pusat pernapasan di medulla oblongata.
3. Potensial terjadinya peningkatan tekanan intrakranial berhubungan dengan adanya proses desak ruang akibat penumpukan cairan darah di dalam otak.
4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dnegan penurunan produksi anti diuretik hormon (ADH) akibat terfiksasinya hipotalamus.
5. Aktual/Potensial terjadi gangguan kebutuhannutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan berkurangnya kemampuan menerima nutrisi akibat menurunnya kesadaran.
6. Gangguan mobilisasi fisik berhubungan dengan imobilisasi, aturan terapi untuk tirah baring.
7. Gangguan persepsi sensoris berhubungan dengan penurunan daya penangkapan sensoris.
8. Potensial terjadinya infeksi berhubungan dnegan masuknya kuman melalui jaringan atau kontinuitas yang rusak.
9. Gangguan rasa nyaman : Nyeri kepala berhubunagn dnegan kerusakan jaringan otak dan perdarahan otak/peningkatan tekanan intrakranial.
10. Gangguan rasa aman : Cemas dari keluarga berhubungan dengan ketidakpastian terhadap pengobatan dan perawatan serta adanya perubahan situasi dan krisis.

Intervensi :
1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab coma/penurunan perfusi jaringan dan kemungkinan penyebab peningkatan TIK.
R/ Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan atau tindakan pembedahan.
2. Monitor GCS dan mencatatnya.
R/ Menganalisa tingkat kesadaran dan kemungkinan dari peningkatan TIK dan menentukan lokasi dari lesi.
3. Memonitor tanda-tanda vital.
R/ Suatu kedaan normal bila sirkulasi serebral terpelihara dengan baik atau fluktuasi ditandai dengan tekanan darah sistemik, penurunan dari outoregulator kebanyakan merupakan tanda penurun difusi lokal vaskularisasi darah serebral. Dengan peningkatan tekanan darah (diatolik) maka dibarengi dengan peningkatan tekanan darah intra kranial. Hipovolumik/hipotensi merupakan manifestasi dari multiple trauma yang dapat menyebabkan ischemia serebral. HR dan disrhytmia merupakan perkembangan dari gangguan batang otak.
4. Evaluasi pupil.
R/ Reaksi pupil dan pergerakan kembali dari bola mata merupakan tanda dari gangguan nervus/saraf jika batang otak terkoyak. Keseimbangan saraf antara simpatik dan parasimpatik merupakan respon reflek nervus kranial.
5. Kaji penglihatan, daya ingat, pergerakan mata dan reaksi reflek babinski.
R/ Kemungkinan injuri pada otak besar atau batang otak. Penurunan reflek penglihatan merupakan tanda dari trauma pons dan medulla. Batuk dan cekukan merupakan reflek dari gangguan medulla.Adanya babinski reflek indikasi adanya injuri pada otak piramidal.
6. Monitor temperatur dan pengaturan suhu lingkungan.
R/ Panas merupakan reflek dari hipotalamus. Peningkatan kebutuhan metabolisme dan O2 akan menunjang peningkatan ICP.
7. Monitor intake, dan output : catat turgor kulit, keadaa membran mukosa.
R/ Indikasi dari gangguan perfusi jaringan trauma kepala dapat menyebabkan diabetes insipedus atau syndroma peningkatan sekresi ADH.
8. Pertahankan kepala/leher pada posisi yang netral, usahakan dnegan sedikit bantal. Hindari penggunaan bantal yang banyak pada kepala.
R/ Arahkan kepala ke salah datu sisi vena jugularis dan menghambat drainage pada vena cerebral dan meningkatkan ICP.
9. Berikan periode istirahat anatara tindakan perawatan dan batasi lamanya prosedur.
R. Tindakan yang terus-menerus dapat meningkatkan ICP oleh efek rangsangan komulatif.
10. Kurangi rangsangan esktra dan berikan rasa nyaman seperti massage punggung, lingkungan yang tenang, sentuhan yang ramah dan suasana/pembicaraan yang tidak gaduh.
R/ Memberikan suasana yang tenag (colming efek) dapat mengurangi respon psikologis dan memberikan istirahat untuk mempertahankan/ICP yang rendah.
11. Bantu pasien jika batuk, muntah.
R/ Aktivitas ini dapat meningkatkan intra thorak/tekanan dalam torak dan tekanan dalam abdomen dimana akitivitas ini dapat meningkatkan tekanan ICP.
12. Kaji peningkatan istirahat dan tingkah laku pada pagi hari.
R/ Tingkah non verbal ini dpat merupakan indikasi peningkatan ICP atau memberikan reflek nyeri dimana pasien tidak mampu mengungkapkan keluhan secara verbal, nyeri yang tidak menurun dapat meningkatakan ICP.
13. Palpasi pada pembesaran/pelebaran blader, pertahankan drainage urin secara paten jika digunakan dan juga monitor terdapatnya konstipasi.
R/ Dapat meningkatkan respon automatik yang potensial menaikan ICP.
Kolaborasi :
14. Naikkan kepala pada tempat tidur/bed 15 - 45 derajat sesuai dengan tolenransi/indikasi.
R/ Peningkatan drainage/aliran vena dari kepala, mengurangi kongesti cerebral dan edema/resiko terjadi ICP.
15. Berikan cairan intra vena sesuai dengan yang dindikasikan.
R/ Pemberian cairan mungkin diinginkan untuk menguransi edema cerebral, peningkatan minimum pada pembuluh darah, tekanan darah dan ICP.
16. Berikan Oksigen.
R/ Mengurangi hipoxemia, dimana dapat meningkatkan vasodilatasi cerebral dan volume darah dan menaikkan ICP.
17. Berikan obat Diuretik contohnya : mannitol, furoscide.
R/ Diuretik mungkin digunakan pada pase akut untuk mengalirkan air dari brain cells, dan mengurangi edema cerebral dan ICP.
18. Berikan Steroid contohnya : Dextamethason, methyl prednisolone.
R/ Untuk menurunkan inflamasi (radang) dan mengurangi edema jaringan.
19. Berikan analgesik dosis tinggi contoh : Codein.
R/ Mungkin diindikasikan untuk mengurangi nyeri dan obat ini berefek negatif pada ICP tetapi dapat digunakan dengan sebab untuk mencegah.
20. Berikan Sedatif contoh : Benadryl.
R/ Mungkin digunakan untuk mengontrol kurangnya istirahat dan agitasi.
21. Berikan antipiretik, contohnya : aseptaminophen.
R/ Mengurangi/mengontrol hari dan pada metabolisme serebral/oksigen yang diinginkan.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L.P. (1999). Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan, Diagnosa Keperawatan dan Masalah Kolaboratif. Ed.2. Jakarta : EGC.

Komite Keperawatan RSUD Dr. Soedono Madiun. (1999). Penatalaksanaan Pada Kasus Trauma Kepala. Makalah Kegawat daruratan dalam bidang bedah. Tidak dipublikasikan.

Long, B.C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Kperawatan). Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Bandung.

Makalah Kuliah Medikal bedah PSIK FK Unair Surabaya. Tidak Dipublikasikan

Reksoprodjo, S. dkk. (1995). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bina rupa Aksara.

Rothrock, J.C. (1999). Perencanaan Asuhan Keperawatan Perioperatif. Jakarta : EGC.

Tucker, S.M. (1998). Standart Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosis dan Evaluasi. Ed. 1 . Jakarta : ECG

TERAPI CAIRAN SEDERHANA DAN TRANSFUSI PERIOPERATIF

I. Cairan Preoperatif

Cairan yang diberikan pada pasien – pasien yang akan mengalami tindakan operasi, dan juga merupakan cairan pengganti puasa.
Contoh : Pasien dengan BB 60 kg, dan pasien tersebut puasa selama 8 jam, cara menghitung cairan pengganti puasa adalah sebagai berikut:

Rumus : =
: 50 cc x 60 kg BB = 3000 cc/24 jam
Kebutuhan / Jam adalah : 125 x 8 jam puasa = 1000 cc/8 jam.

II. Cairan Durante Operasi
1. Mengganti cairan maintenance operasi
Pedoman :
Operasi ringan : Ringan 4 cc/kgBB/Jam
Sedang 6 cc/kgBB/Jam
Berat 8 cc/kgBB/Jam
Cairannya adalah ringer lactat.
2. Mengganti cairan akibat pedarahan.
Pedoman :
1. Perdarahan yang tertampung.
• Botol penampung dari suction
• Kasa atau sejenisnya
• Ceceram dilapangan operasi
2. EBV penderita dan prosentase perdarahan
Cairan pengganti :
 Kristaloid
 Koloid
 Darah

3. Contoh menghitung cairan maintenance dan pedarahan
Seorang Px ♂ dating dengan diagnosa Fraktur Femur Dextra dan akan dilakukan operasi pleting femur dextra.
BB. 70 kg, TD. 90/70 mmHg, Nadi. 100x/m.
Contoh menghitung cairan durante maintenance operasi.
Rumus :
: 70 x 6 = 420 cc / jam.
Jika operasi selama 3 jam berarti kebutuhan cairan maintenance adalah 420 cc x 3 jam = 1260 cc selama 3 jam operasi.

4. Contoh menghitung cairan pengganti perdarahan.
Rumus EBV : kgBB x EBV =
: 70 x 70 = 4900 ml.EBV
Perdarahan : 10% = 490 cc
20% = 980 cc
30% = 1470 cc
40% = 1960 cc
Jika perdarahan 10% berarti kita berikan cairan fristaloid yaitu 2 – 4 x pemberian.
Jika perdarahan > 20% kita berikan cairan koloid dan darah 1 x pemberian.
Apabila operasi selama 3 jam, perdarahan 40 % cara menghitung maintenance dan perdarahan adalah sebagai berikut.
- Operasi sedang
70 x 6 = 420 cc/Jam x 3 jam = 1260 cc cairan RL/PZ
- Perdarahan 40% berikan koloid / dara 1 x pemberian jadi perdarah 1960cc. Berarti berikan koloid 1960cc atau darah 1960cc.
Jadi cairan maintenance di tambah perdarahan selama berapa jam operasi yaitu

1260cc RL/PZ + 1960cc Coloid/darah.
III. Cairan Post Op.
1. Kebutuhan elektrolit anak dan dewasa
Natrium 2 – 4 Meg/kgBB
Kalium 1 – 2 Meg/kgBB
2. Kebutuhan kalori basal
Dewasa berdasarkan berat badan
Rumus : BB (kg) x 20 – 30 :
Anak bedasarkan umur
Contoh : BB 60 kg.
Kebutuhan Natrium 2 – 4 Meg x 60 = 120 – 240 Meg.
Kalium 1 – 2 Meg x 60 = 60 – 120 Meg.
Kalori 20 – 30 Meg x 60 = 1200 – 1800 Kalori.


Cairan RL Natrium 130 Meg/L, dengan BB 60 Kg berarti kebutuhan cairan Post Op. 24 Jam adalah : RL : 1500 cc
24 Jam
: DS% : 1500 cc

INTERVENSI KLIEN INTRA OPERASI

A. ANGGOTA TIM PEMBEDAHAN
Tim pembedahan terdiri dari:
- Ahli bedah
Team pembedahan dipimpin oeh ahli bedah senior atau ahli bedah yang melakukan operasi.
- Asisten pembedahan (1 orang atau lebih)
Asisten bisa dokter,presden, atau seorang perawat. Dibawah petunjuk ahli bedah asisten memegang retractor dan suction untuk melihat letak operasi.
- Anesthesiologist atau perawat anesteshi.
Perawat anesteshi memberikan obat – obat anesteshi dan obat- obat lain untuk mempertahankan status fisik klien selama pembedahan.
- Circulating nurse.
Peran vital sebelum, selama dan setelah pembedahan.
Tugas :
- Set up ruangan operasi.
- Menjaga kebutuhan alat
- Check up keamanan dan fungsi semua peralatan sebelum pembedahan.
- Posisi klien dan kebersihan daerah operasi sebelum drapping.
- Memenuhi kebutuhan klien memberi dukungan mental, orientasi klien.
SELAMA PEMBEDAHAN
- Mengkoordinasikan aktifitas
- Mengimplementasikan NCP
- Membantu anesthetic
- Mendokumentasikan secara lengkap droin, kateter, dan lain – lain.
- Surgical teknologis atau nurse serub
Bertanggung jawab menyiapkan dan mengendalikan peralatan steril dan instrumen kepada ahli bedah / asisten. Pengetahuan anatomi fisiologi dan prosedur pembedahan memudahkan antisipasi instrumen apa yang dibutuhkan.

B. PENYIAPAN KAMAR DAN TEAM PEMBEDAHAN
Keamanan klien diatur dengan adanya ikat klien dan pengunci meja operasi.
Dua faktor penting yang berhubungan keamanan kamar pembedahan : layout kamar operasi dan pencegahan infeksi.
1). Layout pembedahan
Ruangan harus terletak diluar gedung RS dan bersebelahan dengan RR dan pelayanan pendukung (bank darah, bag patologi, dan bagian logistik).
Alur lalu lintas yang menyebabkan kontaminasi dan ada pemisahan antara hal yang bersih dan terkontaminasi design (protektik,bersih, steril dan kotor). Besar ruang tergantung pada ukuran dan kemampuan rumah sakit.
Umumnya :
- Kamar terima
- Ruang untk peralatan bersih dan kotor
- Ruang linen bersih
- Ruang ganti
- Ruang umum untuk pembersihan dan sterilisasi alat
- Scrub area.
Ruang operasi terdiri dari :
- Stretcher atau meja operasi
- Lampu operasi
- Anesthesia station
- Meja dan standar instrumen .
- Peralatan suction
- System komunikasi

2). Kebersihan dan kesehatan tean pembedahan
Sumber utama kontaminasi bakteri : team pembedahan yang hygiene menurun dan kesehatan menurun (kulit, rambut, saluran pernapasan).
Pencegahan kontaminasi :
- Cuci tangan
- Hand schoen
- Mandi
- Perhiasan

3). Pakaian bedah
Terdiri dari : Kap, masker, gaun,tutup sepatu, baju OK
Tujuan : Menurunkan kontaminasi

4). Surgical Scrub
Cuci tangan pembedahan dilakukan oleh :
- Ahli bedah
- Semua asisten
- Scrub nurse
Alat – alat :
- Sikat cuci tangan reusable / disposibel
- Antimikrobial : Betadine
- Pembersih kuku.
Waktu : 5 – 10 menit dikering kan dengan handuk steril.


C. ANESTHESIA
Anestehsia (Bahasa Yunani) Negatif sensation.
Anestehsi menyebabkan keadaan kehilangan rasa secara pastial atau total, dengan atau tanpa disertai kehilangan kesadaran .

Tujuan : Memblok transmisi implus syaraf menekan reflek, meningkatkan relaksasi otot.

Pemilihan anesthesi oleh anesthesiologist berdasarkan konsultasi dengan ahli bedah dan faktor klien.

1). Type Anesthesi
Perawat perlu mengenal ciri farmacologic terhadap obat anesthesi yang digunakan dan efek terhadap klien selama dan sesudah pembedahan.

(a). Anasthesi Umum
Adalah keadaan kehilangan kesadaran yang revesible karena inhibisi impulse saraf otak.
Misal : Bedah kepala, leher, kllien yang tidak kooperatif

a.1. Stadium Anesthesis
- Stadium I : Relaxasi
Mulai klien sadar dan kehilangan kesadaran secara bertahap.
- Stadium II : Excitement
Mulai kehilangan kesadaran secara total sampai dengan pernapasan yang ireguler sampai dengan pergerakan anggota badan tak teratur.
- Stadium III : Anesthesi pembedahan .
Di tandai relaxasi rahang, respirasi teratur, penurunan pendengaran dan sensasi nyeri.
- Stadfium IV : Bahaya
Apnea, cardiopulmonary arest dan kematian

a.2. Metode pemberian
Inhalasi, IV injeksi, instilasi rectal.
- INHALASI
Metode yang paling dapat di kontrol karena intake dan eliminasi secara primer oleh paru – paru.

Obat anesthesi inhalasi dibedakan :
 Gas : Nitrous oxida ( N2O)
Paling sering digunakan gas yang tak berwarna, tak berbau, non iritasi dengan masa induksi atau pemulihan yang cepat.
 Volatile : Cairan yang dapat menguap
- Halothane : Non iritasi terhadap saluran pernapasan dan menghasilkan mual dan muntah yang minimal pada post op.Halothane dapat menekan system Cardiovasculer (hippotensi dan bradicardi) dan berpengaruh terhadap hipothalamus.
 Etharane
Anasthesi inhalasi yang menghasilkan relaksasi otot yang adekuat .
Ethrane mengurangi fentilasi klien dan menurunkan tekanan darah.
 Penthrane
Pelemas otot yang efektif dan memberikan efek analgesik pada kosentrasi rendah, toxis pada ginjal dan hanya digunakan untuk pembedahan waktu pendek.
 Forane
Muscle relaksa, Cardiofascler tetap stabil.
- ANESTHESI INJEKSI IV
Meberikan perasaan senang, cepat, dan pelepasan obat secara pelan.
 Barbitturat
Sering digunakan,bekerja langsung pada CNS dari sedasi sedang, sampai kehilangan kesadaran, sedikit mengurangi nyeri.
Thiopental sodium :
- Skart akting
- Supplemment N2O pada operasi singkat
- Hipnotic pada anesthesi regional
- Deppresant patent terhadap sistem jantung dan paru.
 Narcotic
- Suplement anasthesi inhalasi
- Narcotic yang sering digunakan morphin, sulfat, meperidine, dan fentanil citrate.
- Analgesia post operasi yang adekuat
- Menurunkan ventilasi alveolar dan deppresant pernapasan.
 Innovar
- kombinasi fentanil citrat dan tranguiliser dropreridol.
- Digunakan dosis kecil untuk supplement N2O dan anesthesis regional.
- Durasi panjang, depresi pernapasan, hippofentilasi, opnea, hipotensi selama post op.
 Ketanime
- Obat anesthesis yang tersendiri .
- Bekerja pada bagian saraf tertentu
- Diberikan iv atau im
- Menyebabka penurunan kesadaran secara cepat, analgesik tanpa depresi pernapasan atau kehilangan tonus otot.
- Merangsang system cardiovasculer.
- Digunakan diagnostik, pembedahan singkat supplement N2O
- Selama pemberian : mimpi buruk halusinasi, tindakan irotional.
 Neuromusculer Brochler
- Muscie relaxant selama pembedahan
- Mempermudah pemasangan ET tube
- Bekerja pada garis otot tubuh dengan mempengaruhi implus pada moter end plate

KOMPLIKASI ANASTHESI UMUM:
Komplikasi jarang tetapi dapat mengancam jiwa.
- Komplikasi sebagian besar minor sebagai akibat teknik intubasi seperti gigi patah atau trauma vocal cord.
dapat terjadi akibat hiperekstensi leher, rongga mulut kecil,
sendi mandibular yang kaku
- Anasthesi over dosis pada orng tua atau kelainan klien
Hipertermia maligna.
- Kerusakan pada membran sel otot sirkulasi kalsium meningkat rata-rata metabolisme meningkat dan suhu tubuh 460 C. Terjadi pada klien yang sensitif pada Halothane, Penthran, Succinyl clorida
Gejala : tachicardi, peningkatan suhu tubuh yang kontinous, cyanosis,hipotensi, kaku otot, arithmia.
Tindakan:
- Operasi dihentikan, pendinginan dengan cairan es IV.
- Lavas es nasogastrik.
- Secara simultan diberikan diuretik, oksigen 100%.
( b) Anasthesi lokal atau regional
Anasthesi lokal atau regional secara sementara memutus transmisi impuls saraf menuju dan dari lokasi khusus.
Luas anasthesi tergantung:
- Letak aplikasi
- Volume total anasthesi
- Konsentrasi dan kemampuan penetrasi obat
Penggunaan regional anasthesi:
 Kontraindikasi general anasthesi
 Klien mengalami reaksi yang merugikan dengan GA
 Pilihan klien
Komplikasi:
 Over dose
 Teknik pemberian yang salah
 Sensitisasi klien terhadap anasthesi
Tanda:
Stimulasi CNS diikuti depresi CNS dan cardio.
Gelisah, pembicaraan inkoheren, sakit kepala, mata kabur, rasa
metalik,mual,muntah, tremor, konvulsion dan peningkatan nadi, respirasi, tekanan darah.
Komplikasi lokal: Edema, keradangan, abses, nekrosis, ganggrene.

TEKNIK PEMBERIAN:

 ANASTHESI TOPIKAL
Pemberian secara langsung pada permukaan area yang dianasthesi.
Bentuk : salep atau spray.
Sering digunakan: prosedur diagnostik atau intubasi, laringoskopi, bronchoskopi, cystoskopi.
Masa kerja 1 menit, lama kerja 20 – 30 menit.

 LOKAL INFILTRASI
Injeksi obat anasthesi secara IC dan SC ke jaringan sekitar insisi, luka atau lesi.

 FIELD BLOCK
Injeksi secra bertahap sekeliling daerah yang dioperasi (hernioraphy, dental prosedur, bedah plastik).

 NERVE BLOCK
Injeksi obat anasthesi lokal ke dalam atau sekitar saraf atau saraf yang mempesarafi daerah yang dioperasi.
Block saraf memutus transmisi sensasi motor dan simpatis.
Tujuan: mencegah nyeri selama prosedur diagnostik, mengurangi nyeri dan meningkatkan sirkulasi pada penyakit vbaskuler.
Contoh: Lidocain ( Xylocain ), Bupivacion ( Marcain ), Epinephrine (Potensiasi).

SPINAL ANASTHESI ATAU INTRATECHAL
Dicapai dengan injeksi obat anasthesi ke dalam ruang sub arachnoid pada L2 –L3 atau L3 –L4.
Absorbsi ke serat saraf terjadi secara cepat dan menghasilkan analgesik dengan relaksasi.
Efektif untuk operasi abdomen dan panggul.

PENGKAJIAN

Di ruang penerimaan perawat sirkulasi:
 Memvalidasi identitas klien
 Memvalidasi inform concent

ASKEP PASIEN STRUMA

BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Struma koloid , difus, nontoksik dan nodular koloid merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16 % perempuan dan 4 % laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan di Tecumseh, suatu komunitas di Michigan. Biasanya tidak ada gejala-gejala lain kecuali gangguan kosmetik, tetapi kadang-kadang timbul komplikasi-komplikasi. Struma mungkin membesar secara difus dan atau bernodula.
Struma endemic merupakan salah satu masalah gizi di Indonesia. Sebab utamanya adalah efisiensi yodium, disamping factor-faktor lain misalnya bertambahnya kebutuhan yodium pada masa pertumbuhan, kehamilan dan laktasi atau pengaruh-pengaruh zat-zat goitrogenik.
Goitrogenik sporadic dapat disebabkan factor genetic atau karena obat (iatrogenic) antara lain metal atau propiltiourasil ( PTU ), tolbutamid, sulfaguanidin, PAS dan lain-lain.
  1. Tujuan
  1. Tujuan Umum
Memberikan penjelasan mengenai penyakit gangguan struma.
  1. Tujuan Khusus
  • Menjelaskan teori dan konsep terkait dengan penyakit Struma
  • Memaparkan proses terjadinya gangguan struma
  • Menerapkan teori dan konsep tersebut dan memberikan asuhan keperawatan pada pasien struma

BAB II
KONSEP DASAR

A. PENGERTIAN
Struma adalah pembesaran kelenjar gondok yang disebabkan oleh penambahan jaringan kelenjar gondok yang menghasilkan hormon tiroid dalam jumlah banyak sehingga menimbulkan keluhan seperti berdebar - debar, keringat, gemetaran, bicara jadi gagap, mencret, berat badan menurun, mata membesar, penyakit ini dinamakan hipertiroid (graves’ disease).
Struma nodosa non toksik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang secara klinik teraba nodul satu atau lebih tanpa disertai tanda-tanda hypertiroidisme.
Struma Diffusa toxica adalah salah satu jenis struma yang disebabkan oleh sekresi hormon-hormon thyroid yang terlalu banyak. Histologik keadaan ini adalah sebagai suatu hipertrofi dan hyperplasi dari parenkhym kelenjar.
Struma endemik adalah pembesaran kelenjar tyroid yang disebabkan oleh asupan mineral yodium yang kurang dalam waktu yang lama.
B. ETIOLOGI
Hyperthyroid disebabkan oleh hypersekresi dari hormon-hormon thyroid tetapi yang mempengaruhi adalah faktor : umur, temperatur, iklim yang berubah, kehamilan, infeksi, kekurangan yodium dan lain-lain.

  1. MANIFESTASI KLINIS
Jika struma cukup besar, akan menekan area trakea yang dapat mengakibatkan gangguan pada respirasi dan juga esofhagus tertekan sehingga terjadi gangguan menelan. Peningkatan simaptis seperti ; jantung menjadi berdebar-debar, gelisah, berkeringat, tidak tahan cuaca dingin, diare, gemetar, dan kelelahan.
  1. ANATOMI
Kelenjar thyroid terletak di depan trakhea dan di bawah laryng yang terdiri atas dua lobus yang terletak disebelah dan kiri trakhea dan diikat bersama oleh secarik jaringan disebut istmus yang melintasi pada cincin tulang trakhea dua dan tiga.
Struktur thyroid terdiri atas sejumlah besar folikel dilapisi oleh cuboid epitelium membentuk ruang yang disebut koloid yaitu lumen substansi protein.
Regulasi sekresi hormon tyroid dipengaruhi oleh sistim kerja balik antara kelenjar hipofisis atau pituitari lobus anterior dan kelenjar thyroid. Lobus anterior hipofisis mensekresi TSH yang berfungsi meningkatkan iodine, meningkatkan sintesis dan sekresi hormon thyroid, meningkatkan ukuran kelenjar thyroid.
Apabila terjadi penurunan hormon thyroid, hipofisis anterior merangsang peningkatan sekresi TSH dan mempengaruhi kelenjar thyroid untuk meningkatkan sekresi hormon thyroid.

  1. Thyroxine (T4) berfungsi untuk mempertahankan metabolisme tubuh.
  2. Tridothyronin (T3), berfungsi untuk mempercepat metabolisme tubuh.

Fungsi utama kelenjar thyroid adalah memproduksi hormon tiroxin yang berguna untuk mengontrol metabolisme sel. Dalam produksinya sangat erat hubungannya dengan proses sintesa tyroglobulin sebagai matrik hormon, yodium dari luar, thyroid stimuliting hormon dari hipofise.


D. PATOFISIOLOGI
Iodium merupakan semua bahan utama yang dibutuhkan tubuh untuk pembentukan hormon tyroid. Bahan yang mengandung iodium diserap usus, masuk ke dalam sirkulasi darah dan ditangkap paling banyak oleh kelenjar tyroid. Dalam kelenjar, iodium dioksida menjadi bentuk yang aktif yang distimuler oleh Tiroid Stimulating Hormon kemudian disatukan menjadi molekul tiroksin yang terjadi pada fase sel koloid. Senyawa yang terbentuk dalam molekul diyodotironin membentuk tiroksin (T4) dan molekul yoditironin (T3). Tiroksin (T4) menunjukkan pengaturan umpan balik negatif dari sekresi Tiroid Stimulating Hormon dan bekerja langsung pada tirotropihypofisis, sedang tyrodotironin (T3) merupakan hormon metabolik tidak aktif. Beberapa obat dan keadaan dapat mempengaruhi sintesis, pelepasan dan metabolisme tyroid sekaligus menghambat sintesis tiroksin (T4) dan melalui rangsangan umpan balik negatif meningkatkan pelepasan TSH oleh kelenjar hypofisis. Keadaan ini menyebabkan pembesaran kelenjar tyroid
  1. PATH WAY
protein dan mukopoli sakarida Mixedema sintesa T3 dan T4
mengikat air
  1. PENATALAKSANAAN
Terapi struma antara lain dengan penekanan TSH oleh tiroksin, yaitu pengobatan yang akan mengakibatkan penekanan TSH hipofisis, dan penghambatan fungsi tiroid disertai atrofi kelenjar tiroid. Pembedahan dapat dianjurkan untuk struma yang besar untuk menghilangkan gangguan mekanis dan kosmetis yang diakibatkannya. Pada masyarakat tempat struma timbul sebagai akibat kekurangan yodium, garam dapur harus diberi tambahan yodium.
F. PENGKAJIAN
  1. Pengumpulan data
Anamnese
Dari anamnese diperoleh:
  1. Identifikasi klien.
  2. Keluhan utama klien.
Pada klien post operasi thyroidectomy keluhan yang dirasakan pada umumnya adalah nyeri akibat luka operasi.
  1. Riwayat penyakit sekarang
Biasanya didahului oleh adanya pembesaran nodul pada leher yang semakin membesar sehingga mengakibatkan terganggunya pernafasan karena penekanan trakhea eusofagus sehingga perlu dilakukan operasi.
  1. Riwayat penyakit dahulu
Perlu ditanyakan riwayat penyakit dahulu yang berhubungan dengan penyakit gondok, misalnya pernah menderita gondok lebih dari satu kali, tetangga atau penduduk sekitar berpenyakit gondok.
  1. Riwayat kesehatan keluarga
Dimaksudkan barangkali ada anggota keluarga yang menderita sama dengan klien saat ini.
  1. Riwayat psikososial
Akibat dari bekas luka operasi akan meninggalkan bekas atau sikatrik sehingga ada kemungkinan klien merasa malu dengan orang lain.
  1. Pemeriksaan fisik
  1. Keadaan umum
Pada umumnya keadaan penderita lemah dan kesadarannya composmentis dengan tanda-tanda vital yang meliputi tensi, nadi, pernafasan dan suhu yang berubah.
  1. Kepala dan leher
Pada klien dengan post operasi thyroidectomy biasanya didapatkan adanya luka operasi yang sudah ditutup dengan kasa steril yang direkatkan dengan hypafik serta terpasang drain. Drain perlu diobservasi dalam dua sampai tiga hari.
  1. Sistim pernafasan
Biasanya pernafasan lebih sesak akibat dari penumpukan sekret efek dari anestesi, atau karena adanya darah dalam jalan nafas.
  1. Sistim Neurologi
Pada pemeriksaan reflek hasilnya positif tetapi dari nyeri akan didapatkan ekspresi wajah yang tegang dan gelisah karena menahan sakit.
  1. Sistim gastrointestinal
Komplikasi yang paling sering adalah mual akibat peningkatan asam lambung akibat anestesi umum, dan pada akhirnya akan hilang sejalan dengan efek anestesi yang hilang.
          1. Aktivitas/istirahat
insomnia, otot lemah, gangguan koordinasi, kelelahan berat, atrofi otot.
          1. Eliminasi
urine dalam jumlah banyak, perubahan dalam faeces, diare.
          1. Integritas ego
mengalami stres yang berat baik emosional maupun fisik, emosi labil, depresi.
          1. Makanan/cairan
kehilangan berat badan yang mendadak, nafsu makan meningkat, makan banyak, makannya sering, kehausan, mual dan muntah, pembesaran tyroid.
          1. Rasa nyeri/kenyamanan
nyeri orbital, fotofobia.
          1. Keamanan
tidak toleransi terhadap panas, keringat yang berlebihan, alergi terhadap iodium (mungkin digunakan pada pemeriksaan), suhu meningkat di atas 37,40C, diaforesis, kulit halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus, eksoptamus : retraksi, iritasi pada konjungtiva dan berair, pruritus, lesi eritema (sering terjadi pada pretibial) yang menjadi sangat parah.
          1. Seksualitas
libido menurun, perdarahan sedikit atau tidak sama sekali, impotensi.

  1. Pemeriksaan penunjang
  1. Pemeriksaan penunjang
    • Human thyrologlobulin( untuk keganasan thyroid)
    • Kadar T3, T4
Nilai normal T3=0,6-2,0 , T4= 4,6-11
    • Darah rutin
    • Endo Crinologiie minimal tiga hari berturut turut (BMR) nilai normal antara –10s/d +15
    • Kadar calsitoxin (hanya pada pebnderita tg dicurigai carsinoma meduler).
  1. Pemeriksaan radiologis
    • Dilakukan foto thorak posterior anterior
    • Foto polos leher antero posterior dan lateral dengan metode soft tissu technig .
    • Esofagogram bila dicurigai adanya infiltrasi ke osofagus.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Adapun diagnosa yang sering timbul pada penderita post operasi theroidectomy adalah
  1. Gangguan jalan nafas yang berhubungan dengan obstruksi trakhea secunder terhadap perdarahan, spasme laring yang ditandai dengan sesak nafas, pernafasan cuping hidung sampai dengan sianosis.
  2. Gangguan komunikasi verbal sehubungan dengan nyeri, kerusakan nervus laringeal yang ditandai dengan klien sulit berbicara dan hilang suara.
  3. Gangguan rasa nyaman (nyeri) sehubungan dengan dampak pembedahan, udema otot, terputusnya jaringan syaraf, yang ditandai ekspresi wajah tampak tegang.
  4. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan salah interprestasi yang ditandai dengan sering bertanya tentang penyakitnya.
  5. Potensial terjadinya perdarahan berhubungan dengan terputusnya pembuluh darah sekunder terhadap pembedahan.
H. PERENCANAAN

Rencana tindakan yang dilakukan pada klien post operasi thyroidectomy meliputi 
Diagnosa pertama

1.Tujuan:
Jalan nafas klien efektif
2. Kriteria:
Tidak ada sumbatan pada trakhea
3. Rencana tindakan:
  • Monitor pernafasan dan kedalaman dan kecepatan nafas.
  • Dengarkan suara nafas, barangkali ada ronchi.
  • Observasi kemungkinan adanya stridor, sianosis.
  • Atur posisi semifowler
  • Bantu klien dengan teknik nafas dan batuk efektif.
  • Melakukan suction pada trakhea dan mulut.
  • Perhatikan klien dalam hal menelan apakah ada kesulitan.

4. Rasional
  • Mengetahui perkembangan dari gangguan pernafasan.
  • Ronchi bisa sebagai indikasi adanya sumbatan jalan nafas.
  • Indikasi adanya sumbatan pada trakhea atau laring.
  • Memberikan suasana yang lebih nyaman.
  • Memudahkan pengeluaran sekret, memelihara bersihan jalan nafas.dan ventilsassi
  • Sekresi yang menumpuk mengurangi lancarnya jalan nafas.
  • Mungkin ada indikasi perdarahan sebagai efek samping opersi.

    Diagnosa keperawatan kedua
  1. Tujuan :
Klien dapat komunikasi secara verbal
  1. Kriteria hasil:
Klien dapat mengungkapkan keluhan dengan kata-kata.
  1. Rencana tindakan:
  • Kaji pembicaraan klien secara periodik
  • Lakukan komunikasi dengan singkat dengan jawaban ya/tidak.
  • Kunjungi klien sesering mungkin
  • Ciptakan lingkungan yang tenang.
  1. Rasionalisasi:
  • Suara parau dan sakit pada tenggorokan merupakan faktor kedua dari odema jaringan / sebagai efek pembedahan.
  • Mengurangi respon bicara yang terlalu banyak.
  • Mengurangi kecemasan klien
  • Klien dapat mendengar dengan jelas komunikasi antara perawat dan klien.

Diagnosa keperawatan ketiga
  1. Tujuan:
Rasa nyeri berkurang
  1. Kriteria hasil:
Dapat menyatakan nyeri berkurang, tidak adanya perilaku uyg menunjukkan adanya nyeri.
  1. Rencana tindakan
  • Atur posisi semi fowler, ganjal kepala /leher dengan bantal kecil
  • Kaji respon verbal /non verbal lokasi, intensitas dan lamanya nyeri.
  • Intruksikan pada klien agar menggunakan tangan untuk menahan leher pada saat alih posisi .
  • Beri makanan /cairan yang halus seperti es krim.
  • Lakukan kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgesik.
  1. Rasionalisasi
  • Mencegah hyperekstensi leher dan melindungi integritas pada jahitan pada luka.
  • Mengevaluasi nyeri, menentukan rencana tindakan keefektifan terapi.
  • Mengurangi ketegangan otot.
  • Makanan yang halus lebih baik bagi klien yang menjalani kesulitan menelan.
  • Memutuskan transfusi SSP pada rasa nyeri.
Diagnosa keperawatan keempat
  1. Tujuan:
Pengetahuan klien bertambah.
  1. Kriteria hasil:
Klien berpartisipasi dalam program keperawatan
  1. Rencana tindakan:
  • Diskusikan tentang keseimbangan nutrisi.
  • Hindari makanan yang banyak mengandung zat goitrogenik misalnya makanan laut, kedelai, Lobak cina dll.
  • Konsumsikan makanan tinggi calsium dan vitamin D.
  1. Rasionalisasi:
  • Mempertahankan daya tahan tubuh klien.
  • Kontraindikasi pembedahan kelenjar thyroid.
  • Memaksimalkan suplai dan absorbsi kalsium.

Diagnosa keperawatan kelima
  1. Tujuan
Perdarahan tidak terjadi.
  1. Kriteria hasil
Tidak terdapat adanya tanda-tanda perdarahan.
  1. Rencana tindakan:
  • Observasi tanda-tanda vital.
  • Pada balutan tidak didapatkan tanda-tanda basah karena darah.
  • Dari drain tidak terdapat cairan yang berlebih.( > 50 cc).
  1. Rasionalisasi:
  • Dengan mengetahui perubahan tanda-tanda vital dapat digunakan untuk mengetahui perdarahan secara dini.
  • Dengan adanya balutan yang basah berarti adanya perdarahan pada luka operasi.
  • Cairan pada drain dapat untuk mengetahui perdarahan luka operasi.
I. EVALUASI
  1. teruskan bila masalah masih ada.
  2. Revisi/modifikasi bila masalah ada tetapi rencana dirubah.
  3. Terpecahkan jika masalah berhasil dipecahkan.

DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall, 2000, Diagnosa Keperawatan, Alih Bahasa : Yasmin Asih, Editor : Tim Editor EGC Edisi 26, EGC Jakarta

Prince S.A, Wilson L.M, 2006, Patofisologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Penerbit Buku Kedokteran : EGC, Jakarta

Brunner dan Suddarth, (2001) Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8, volume 2, penerbit EGC.
Guyton, C. Arthur, (1991), Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit, Missisipi; Departemen of Physiology and Biophysis. EGC. Penerbit Buku Kedokteran. Jakarta.
Junadi, Purnawan,(2000), Kapita Selekta Kedokteran, edisi ke III, penerbit FKUI, Jakarta.
Long, Barbara C, (1996), Keperawatan Medikal Bedah, EGC. Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Tucker, Susan Martin(1998), Standar Perawatan Pasien, Penerbit buku kedokteran, EGC. Jakarta

ASKEP PRE DAN POST OPERASI PADA PASIEN DENGAN GAGAL NAFAS

BAB I
PENDAHULUAN


Keperawatan pre-operatif merupakan tahapan awal dari perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan vase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Pengkajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan suatu operasi.
Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yangdapat mengakibatkan gangguan pada kehidupan (RS Jantung “Harapan Kita”, 2001)
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001)

BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Gagal nafas adalah ketidakmampuan sistem pernafasan untuk mempertahankan oksigenasi darah normal (PaO2), eliminasi karbon dioksida (PaCO2) dan pH yang adekuat disebabkanoleh masalah ventilasi difusi atau perfusi (Susan Martin T, 1997).
Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsioksigen dan pembentukan karbon dioksida dalam sel-sel tubuh. Sehingga menyebabkan tegangan oksigen kurang dari 50 mmHg (Hipoksemia) dan peningkatan tekanan karbondioksida lebih besar dari 45 mmHg (hiperkapnia). (Brunner & Sudarth, 2001).

B. PATOFISIOLOGI
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda. Gagal nafas akut adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik, emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara). Pasien mengalalmi toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi, cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

C. ETIOLOGI
1. Depresi Sistem saraf pusat
Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Kelainan neurologis primer
Akan memperngaruhi fungsi pernapasan. Impuls yang timbul dalam pusat pernafasan menjalar melalui saraf yang membentang dari batang otak terus ke saraf spinal ke reseptor pada otot-otot pernafasan. Penyakit pada saraf seperti gangguan medulla spinalis, otot-otot pernapasan atau pertemuan neuromuslular yang terjadi pada pernapasan akan sangatmempengaruhiventilasi.
3. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks
Merupakan kondisi yang mengganggu ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat menyebabkan gagal nafas.
4. Trauma
Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas. Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar.
5. Penyakit akut paru
Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.

D. TANDA DAN GEJALA
 Tanda:
a). Gagal nafas total
 Aliran udara di mulut, hidung tidak dapat didengar/dirasakan.
 Pada gerakan nafas spontan terlihat retraksi supra klavikuladan sela iga serta tidak ada pengembangan dada pada inspirasi.
 Adanya kesulitasn inflasi parudalam usaha memberikan ventilasi buatan.
b). Gagal nafas parsial
 Terdenganr suara nafas tambahan gargling, snoring, Growing dan whizing.
 Ada retraksi dada
 Gejala:
 Hiperkapnia yaitu penurunan kesadaran (PCO2).
 Hipoksemia yaitu takikardia, gelisah, berkeringat atau sianosis (PO2 menurun).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg Sedang : PaO2 < 60 mmHg Berat : PaO2 < 40 mmHg  Pemeriksaan rontgen dada Melihat keadaan patologik dan atau kemajuan proses penyakit yang tidak diketahui  Hemodinamik Tipe I : peningkatan PCWP  EKG Mungkin memperlihatkan bukti-bukti regangan jantung di sisi kanan Disritmia. F. PENGKAJIAN 1) Airway  Peningkatan sekresi pernapasan  Bunyi nafas krekels, ronki dan mengi 2) Breathing  Distress pernapasan : pernapasan cuping hidung, takipneu/bradipneu, retraksi.  Menggunakan otot aksesori pernapasan  Kesulitan bernafas : lapar udara, diaforesis, sianosis. 3). Circulation  Penurunan curah jantung : gelisah, letargi, takikardia  Sakit kepala  Gangguan tingkat kesadaran : ansietas, gelisah, kacau mental, mengantuk • Papiledema • Penurunan haluaran urine. G. PENTALAKSANAAN MEDIS a) Terapi oksigen Pemberian oksigen kecepatan rendah : masker Venturi atau nasal prong b) Ventilator mekanik dengan tekanan jalan nafas positif kontinu (CPAP) atau PEEP c) Inhalasi nebuliser d) Fisioterapi dada e) Pemantauan hemodinamik/jantung f) Pengobatan -Brokodilator -Steroid g) Dukungan nutrisi sesuai kebutuhan. H. DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pola nafas tidak efektif b.d. penurunan ekspansi paru Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pola pernapasan yang efektif. Kriteria Hasil : • Frekuensi, irama dan kedalaman pernapasan normal • Adanya penurunan dispneu • Gas-gas darah dalam batas normal Intervensi : • Kaji frekuensi, kedalaman dan kualitas pernapasan serta pola pernapasan. • Kaji tanda vital dan tingkat kesasdaran setaiap jam dan prn • Monitor pemberian trakeostomi bila PaCo2 50 mmHg atau PaO2< 60 mmHg. • Berikan oksigen dalam bantuan ventilasi dan humidifier sesuai dengan pesanan • Pantau dan catat gas-gas darah sesuai indikasi : kaji kecenderungan kenaikan PaCO2 atau kecendurungan penurunan PaO2 • Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap 1 jam • Pertahankan tirah baring dengan kepala tempat tidur ditinggikan 30 sampai 45 derajat untuk mengoptimalkan pernapasan • Berikan dorongan utnuk batuk dan napas dalam, bantu pasien untuk mebebat dada selama batuk • Instruksikan pasien untuk melakukan pernapasan diagpragma atau bibir • Berikan bantuan ventilasi mekanik bila PaCO > 60 mmHg. PaO2 dan PCO2 meningkat dengan frekuensi 5 mmHg/jam. PaO2 tidak dapat dipertahankan pada 60 mmHg atau lebih, atau pasien memperlihatkan keletihan atau depresi mental atau sekresi menjadi sulit untuk diatasi.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan abnormalitas ventilasi-perfusi sekunder terhadap hipoventilasi.
Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien dapat mempertahankan pertukaran gas yang adekuat.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan :
• Bunyi paru bersih
• Warna kulit normal
• Gas-gas darah dalam batas normal untuk usia yang diperkirakan.
Intervensi :
• Kaji terhadap tanda dan gejala hipoksia dan hiperkapnia
• Kaji TD, nadi apikal dan tingkat kesadaran setiap jam dan prn, laporkan perubahan tinmgkat kesadaran pada dokter.
• Pantau dan catat pemeriksaan gas darah, kaji adanya kecenderungan kenaikan dalam PaCO2 atau penurunan dalam PaO2
• Bantu dengan pemberian ventilasi mekanik sesuai indikasi, kaji perlunya CPAP atau PEEP.
• Auskultasi dada untuk mendengarkan bunyi nafas setiap jam
• Tinjau kembali pemeriksaan sinar X dada harian, perhatikan peningkatan atau penyimpangan
• Pantau irama jantung
• Berikan cairan parenteral sesuai pesanan
• Berikan obat-obatan sesuai pesanan : bronkodilator, antibiotik, steroid.
• Evaluasi AKS dalam hubungannya dengan penurunan kebutuhan oksigen.
3. Kelebihan volume cairan b.d. edema pulmo
Tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan pasien tidak terjadi kelebihan volume cairan.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan:
• TTV normal
• Balance cairan dalam batas normal
• Tidak terjadi edema.
Intervensi :
• Timbang BB tiap hari
• Monitor input dan output pasien tiap 1 jam
• Kaji tanda dan gejala penurunan curah jantung
• Kaji tanda-tanda kelebihan volume : edema, BB , CVP
• Monitor parameter hemodinamik
• Kolaburasi untuk pemberian cairandan elektrolit
1. Gangguan perfusi jaringan b.d. penurunan curah jantung
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan pasien mampu mempertahankan perfusi jaringan.
Kriteria Hasil :
Pasien mampu menunjukkan
• Status hemodinamik dalam bata normal
• TTV normal
Intervensi :
• Kaji tingkat kesadaran
• Kaji penurunan perfusi jaringan
• Kaji status hemodinamik
• Kaji irama EKG
• Kaji sistem gastrointestinal


BAB III
PEMECAHAN MASALAH
ASKEP KLIEN PRE DAN POST OPERASI GANGGUAN
PERNAFASAN

A. Askep Klien Pre Operasi
1. Pengertian
Keperawatan Pre operasi adalah dimulai ketika klien masuk/pindah kebagian bedah dan berakhir saat klien dipindahkan keruang pemulihan. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat diruang operasi.

2. Persiapan klien Pre Operasi
a) Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik lengkap.
b) Status nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan, lingkar lengan atas, kadar protein, darah dan keseimbangan nitrogen.
c) Keseimbangan cairan dan elektrolit
Cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output.
d) Kebersihan lambung dan Kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan diantaranya adalah pasien dipuasakan.
e) Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.

3. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
 Pengontrolan TTV
 Melakukan auskultasi dada
 Pola pernafasan
2. Diagnosa
 Resiko infeksi
 Resiko cedera
3. Implementasi
 Memberikan dukungan emosional
 Mengukur posisi yang sesuai
 Mempertahankan keadaan aseptis
 Menjaga kestabilan temperature pasien
 Memonitor hiperglikemi
 Membantu penutupan luka operasi
 Membantu penutupan luka operasi
 Memindahkan pasien keruang pemulihan
4. Intervensi
 Memperbaiki jalan nafas
 Pendidikan pasien
 Menghilangkan ansietas

B. Askep Klien Post-Operasi
2. Pengertian
Keperawatan Post-Operasi adalah dimulai dengan masuknya klien keruang pemulihan (Recovery Room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah.
3. Yang harus diperhatikan pada Post-operasi
a. Pernafasan
b. Sirkulasi
c. Pengontrolan suhu
d. Fungsi Nurologis
e. Fungsi Genitrourinaria
f. Fungsi Gastroinfestinal
g. Keseimbangan cairan dan elektrolit
h. Kenyamanan

4. Proses keperawatan
a) Pengkajian
 Pemeriksaan TTV
 Tingkat kesadaran
 Kondisi bautan dan drainase
 Asupan cairan
b) Diagnosa keperawatan
 Ketidakefektifan jalan nafas
 Ketidakefektifan pola pernafasan
 Nyeri
 Resiko kekurangan volume cairan
 Resiko kerusakan integritas kulit
c) Perencanaan
 Menunjukkan fungsi fisiologis normal
 Tidak memperlihatkan adanya infeksi bekas luka
 Dapat beristirahat dan memperoleh rasa nyaman
 Kembali pada status kesehatan fungsional
d) Implementasi / Penatalaksanaan
 Mempertahankan fungsi pernafasan
 Mencegah statis sirkulasi
 Meningkatkan fungsi eleminasi
 Mempercepat penyembuhan luka
 Memperoleh kenyamanan dan istirahat
 Mempercepat kembalinya status kesehatan fungsional

e) Evaluasi
 Ukur penyimpangan dada saat bernafas dalam
 Inspeksi kondisi tepi luka
 Kaji suhu tubuh
 Evaluasi perilaku verbal dan nonverbal
 Observasi tingkat ambulasi klien

BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Keperawatan pre-operatif merupakan tahapan awal dari perioperatif. Kesuksesan tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan vase ini merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya.
Keperawatan Pre operasi adalah dimulai ketika klien masuk/pindah kebagian bedah dan berakhir saat klien dipindahkan keruang pemulihan.
Keperawatan Post-Operasi adalah dimulai dengan masuknya klien keruang pemulihan (Recovery Room) dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau dirumah.

B. Saran
1. Pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat penyakit keluarga, pemeriksaan fisik lengkap.
2. Memperhatikan Kebersihan tubuh si pasien sebelum operasi dengan menyuruh pasien berpuasa.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner dan Suddarth, (2000), Buku Ajar Keperawatn Medikal Bedah, Buku Kedokteran, ECG, Jakarta.
www.keperawatanmedikalbedah.com
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB Lippincott Company, Philadelphia

Popular Posts

Komentar anda

About Me